Pembangunan Masyarakat

Pembangunan Masyarakat
Oleh Suripto

A. Pendahuluan

Paradigma pembangunan nasional Indonesia dewasa ini sudah semakin berorientasi pada upaya penanggulangan kemiskinan, dengan sasaran penyelesaian masalahnya dalam. 10 tahun. Ini antara lain dapat dibuktikan dengan masuknya program khusus penanggulangan kemiskinan dan penyediaan anggaran yang relatif besar untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. Misalnya, program IDT yang menyediakan anggaran hampir Rp 2 triliun selama 3 tahun sejak 1994/1995. Namun, sudah diterimanya paradigma pembangunan yang berorientasi pada penanggulangan kemiskinan, tidak berarti bahwa semua pihak, termasuk para ilmuwan dari berbagai bidang sudah ikhlas menerima dan sungguh sungguh berusaha mengamalkannya.

Namun, masalahnya bukanlah bahwa paradigma pembangunan ekonomi harus atau perlu berubah, karena sebenarnya memang sudah berubah. Konsep konsep dasar (atau teori-teori) yang berasal dari Barat tidak usah terlalu kita “puja-puja”, tetapi sebaliknya kita harus terus mencari konsep/teori yang lebih realistik dan lebih relevan, yang dapat membantu para penentu kebijaksanaan menghasilkan rumusan rumusan kebijaksanaan dan program yang dapat menghindarkan kita dari masalah masalah kesenjangan sosial ekonomi nasional seperti yang kita hadapi dewasa ini.

B. Kemakmuran, Kesejahteraan, dan Keadilan

Tujuan akhir pembangunan nasional adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena ini merupakan sila terakhir Pancasila, maka kita tekankan bahwa pembangunan harus selalu merupakan pengamalan Pancasila. Mengamalkan Pancasila sebagai ideologi bangsa berarti setiap sila harus dapat kita amalkan, yaitu sila pertama dan kedua sebagai landasan moralnya, sila ketiga dan keempat sebagai cara atau metode kerjanya, dan sila kelima sebagai tujuan akhirnya.

Jalan menuju terwujudnya keadilan sosial bukanlah merupakan jalan yang mudah dan lurus, tetapi melalui berbagai tahap. Pertama, jalan/tahap ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran materil. Kedua, jalan/tahap kesejahteraan sosial. Ketiga, tahap keadilan sosial.

Dalam Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan Sosial, ditegaskan bahwa (sistem) perekonomian berdasar atas asas kekeluargaan, di mana sumber daya alam sebagai “pokok-pokok kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selanjutnya apabila kemakmuran bagi seluruh rakyat belum tercapai, maka Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa fakir miskin dan anak anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

C. Negara dan Sistem Ekonomi

Para ahli ekonomi yang tergabung dalarn ISEI pernah secara eksplisit diminta menjabarkan pengertian demokrasi ekonomi. Sejumlah seminar kemudian digelar di pusat pemikiran oleh anggotaanggota ISEI, yang kemudian melahirkan konsep tentang “ekonomi terkendali”, dan selanjutnya pada kongres Medan, Oktober 1996 dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep “ekonomi terkelola”.
Baik dalam konsep “ekonomi terkendali” maupun “ekonomi terkelola” arah pemikiran para ekonom selalu berkisar pada dikotomi antara peranan ekonomi pemerintah atau negara yang besar (ekonomi komando sosialistis) dengan yang sebaliknya di mana peranan pemerintah bersifat sangat minimal, yang untuk mudahnya disebut sebagai ekonomi yang “liberal kapitalistis”. Karena diskusi diskusi antar para ahli ini lebih sering dilakukan secara umum, dan jarang yang disertai atau menunjuk pada hasil penelitian empirik yang khusus dilakukan untuk tujuantujuan ini, maka kesimpulan kesimpulannya juga jarang meyakinkan, terutama bagi ahli-ahli disiplin lain yang terkait.

D. Ekonomi Rakyat

Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini adalah pembangunan yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat, yaitu pembangunan yang semakin memperkuatnya dan memberdayakannya. Paradigma pembangunan ekonomi yang demikian sudah terkandung jelas dalam suara hati nurani rakyat Indonesia sebagaimana dimuat dalam. GBHN 1993.

Pengertian ekonomi rakyat adalah pengertian/konsep asli bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pengertian ekonomi kekeluargaan dan ekonomi kerakyatan. Pengertian ekonomi kekeluargaan tidak dilawankan dengan pengertian ekonomi konglomerat, tetapi menunjuk pada konsep-konsep ilmu penyuluhan pertanian yang membedakan pengertian pertanian rakyat dengan sistem pertanian dan perkebunan besar yang dikembangkan oleh para pemodal asing dengan modal besar dan teknologi modern pada abad XIX. Maka “ekonomi rakyat” adalah satu kata (konsep) bukan sekadar rangkaian dari kata ekonomi dan rakyat.

E. Penutup

Visi kita menghadapi Era Pembangunan Awal abad XXI cukup jelas, yaitu globalisasi tetapi dengan bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat. Ini tidak berarti meremehkan kekuatan ekonomi para pengusaha besar yang sudah “menjagat” yang dapat diandalkan. Namun, kedua kekuatan ekonomi nasional ini, konglomerat dan ekonomi rakyat tidak mungkin berjalan sendiri-sendiri, lebih-lebih bersaing dan saling mematikan. Bahkan tidak diragukan sama sekali bahwa ketangguhan, keandalan, dan kemandirian ekonomi nasional kita amat ditentukan oleh kemanunggalan keduanya, baik ke luar maupun terutama ke dalam. Di dalam negeri stabilitas perekonomian nasional hanya dapat digalang apabila kedua “sektor” ekonomi ini bermitra, saling mendukung, dan saling menghidupi. Artinya, ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang kini tampak menganga lebar harus benar-benar ditutup dan diciutkan, atau dicegah jangan sampai melebar, jika kita tidak menginginkan berlanjutnya keresahan-keresahan sosial yang bisa berkembang menjadi kerusuhan-kerusuhan yang sudah banyak terjadi. Kesenjangan ekonomi-sosial, perlu kita atasi dengan mengenali sumber-sumber permasalahannya.

Baca Artikel Lain

Menambah Pengetahuan Tentang Parasitologi;>>>> Baca

Investasi Dalam Bentuk Saham;>>> Baca

Apakah Anak Saya Bermasalah ?;>>>>>>>> Baca


Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik;>>>>>>>> Baca

Kumpulan Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Self-disclosure

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Self-disclosure

Menurut Joseph A. Devito adalah sebagai berikut.
1.Efek Diadik
Pada bahasan di atas sudah kita tegaskan bahwa self-disclosure itu bersifat timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri kita yang ditanggapi dengan keterbukaan lawan komunikasi yang membuat interaksi antara kita dan lawan komunikasi bisa berlangsung. Keterbukaan diri kita mendorong lawan komunikasi kita dalam komunikasi atau interaksi di antara dua orang (dyad) untuk membuka diri juga. Inilah yang dinamakan efek diadik itu
2. Ukuran Khalayak
Tadi juga kita sudah membahas, self-disclosure itu merupakan salah satu karakteristik komunikasi antarpribadi. Oleh karena itu, self-disclosure lebih besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Alasannya sederhana saja. Jika khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan balik itu. Apabila lawan komunikasi kita memberikan respons yang baik terhadap self-disclosure kita, dengan melakukan self-disclosure juga maka proses komunikasi yang menyingkapkan diri kita itu akan terus berlangsung.
3. Topik Bahasan
Kita ingat kembali lapisan bawang dalam Gambar 3.2. tadi. Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja. Makin akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara soal-soal yang sangat pribadi, misalnya kehidupan seksual kita, pada orang yang baru kita kenal atau orang yang tidak kita akrabi. Kita akan lebih memilih topik percakapan yang umum, seperti soal cuaca, politik secara umum, kondisi keuangan negara atau kondisi sosial.
4.Valensi
Ini terkait dengan sifat positif atau negatif self-disclosure. Pada umumnya, manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau self-disclosure positif dibandingkan dengan self-disclosure negatif. Apalagi apabila lawan komunikasi kita bukanlah orang yang kita akrabi betul. Namun, apabila lawan komunikasi kita itu adalah orang yang sudah kita akrabi betul maka self-disclosure negatif bisa saja dilakukan.
5. Jenis Kelamin
Wanita lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Bisa saja ungkapan tersebut merupakan ungkapan stereotipikal. Namun, beberapa penelitian menunjukkan ternyata wanita memang lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Meski bukan berarti pria juga tidak melakukan self-disclosure. Bedanya, apabila wanita mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai maka pria mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayainya.
6. Ras, Nasionalitas, dan Usia
Ini juga bisa saja dipandang sebagai bentuk stereotip atas ras, nasionalitas, dan usia. Namun, kenyataan menunjukkan memang ada ras-ras tertentu yang lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan dengan ras lainnya. Misalnya kulit putih Amerika lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan dengan orang negro. Begitu juga dengan usia, self-disclosure lebih banyak dilakukan oleh pasangan yang berusia antara 17-50 tahun dibandingkan dengan orang yang lebih muda atau lebih tua.
7.Mitra dalam Hubungan
Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman self-disclosure maka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan menentukan self-disclosure itu. Kita melakukan self-disclosure kepada mereka yang kita anggap sebagai orang yang dekat misalnya suami/istri, teman dekat atau sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan memandang bagaimana respon mereka. Apabila kita pandang mereka itu orang yang hangat dan penuh perhatian maka kita akan melakukan self-disclosure, apabila sebaliknya yang terjadi maka kita akan lebih memilih untuk menutup diri.

Baca Artikel Lain

Melatih Tanggung Jawab;>>>> Baca

Komunikasi Dan Self-disclosure;>>>> Baca

Remaja Dan Perilaku Konsumtif;>>>>>>>> Baca

Komunikasi Persuasif Dalam Iklan;>>>>>>>>> Baca

Partai Politik Dan Sistem Kepartaian;>>>>>>>>> Baca

Kumpulan Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

BEBAN KERJA GURU

BEBAN KERJA GURU

Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyakbanyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya.

Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja.

Jam Kerja

Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan tahunan/semester , ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester.

Uraian Tugas Guru
1 Merencanakan Pembelajaran
Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini diperkirakan berlangsung selama 2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap muka.

2 Melaksanakan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan tahapan kegiatan berikut.
a. Kegiatan awal tatap muka
• Kegiatan awal tatap muka antara lain mencakup kegiatan pengecekan dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.
• Kegiatan awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran yang ditentukan, bisa sesaat sebelum jadwal waktu atau beberapa waktu sebelumnya tergantung masalah yang perlu disiapkan,
• Kegiatan awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

b. Kegiatan tatap muka
• Dalam kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru dapat dilakukan secara face to face atau menggunakan media lain seperti video, modul mandiri, kegiatan observasi/ekplorasi.
• Kegiatan tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan.
• Waktu pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.

c. Membuat resume proses tatap muka
• Resume merupakan catatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tatap muka yang telah dilaksanakan. Catatan tersebut dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana tindak lanjut.
• Penyusunan resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau ruang lain yang disediakan di sekolah dan dilaksanakan setelah kegiatan tatap muka,
• Kegiatan resume proses tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

3 Menilai Hasil Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan
hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk jasa.

a. Penilaian dengan tes.
• Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ujian akhir semester, tengah semester atau ulangan harian, dilaksanakan sesuai kalender akademik atau jadwal yang telah ditentukan,
• Tes tertulis dan lisan dilakukan di dalam kelas,
• Penilaian hasil test, dilakukan diluar jadwal pelaksanaan test, dilakukan di ruang guru atau ruang lain.
• Penilaian test tidak dihitung sebagai kegiatan tatap muka karena waktu pelaksanaan tes dan penilaiannya menggunakan waktu tatap muka.

b. Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
• Pengamatan dan pengukuran sikap dilaksanakan oleh semua guru sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan, untuk melihat hasil pendidikan yang tidak dapat diukur lewat test tertulis atau lisan,
• Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam kelas menyatu dalam proses tatapmuka pada jadwal yang ditentukan, dan atau di luar kelas,
• Pengamatan dan pengukuran sikap, dilaksanakan diluar jadual pembelajaran atau tatap muka yang resmi, dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka.

c. Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.
• Hasil karya siswa dalam bentuk tugas, proyek dan atau produk,portofolio, atau bentuk lain dilakukan di ruang guru atau ruang lain dengan jadwal tersendiri,
• Penilaian ada kalanya harus menghadirkan peserta didik agar tidak terjadi kesalahan pemahanan dari guru mengingat cara penyampaian informasi dari siswa yang belum sempurna,
• Penilaian hasil karya ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka, dengan beban yang berbeda antara satu mata pelajaran dengan yang lain. Tidak tertutup kemungkinan ada mata pelajaran yang nilai beban non tesnya sama dengan nol.

4 Membimbing dan Melatih Peserta Didik
Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga yaitu membimbing atau melatih peserta didik dalam pembelajaran, intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
a. Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran
• Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan dan latihan yang dilakukan menyatu dengan proses pembelajaran atau tatap muka di kelas,

b. Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler
• Bimbingan kegiatan intrakurikuler terdiri dari remedial dan pengayaan pada mata pelajaran yang diampu guru.
• Kegiatan remedial merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai,

• Kegiatan pengayaan merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang telah mencapai kompetensi,
• Pelaksanaan bimbingan dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus, disesuaikan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengan jadwal tetap setiap minggu,
• Beban kerja intrakurikuler sudah masuk dalam beban kerja tatap muka.

c. Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler.
• Ekstrakurikuler bersifat pilihan dan wajib diikuti peserta didik,
• Dapat disetarakan dengan mata pelajaran wajib lainnya,
• Pelaksanaan ekstrakurikuler dilakukan dalam kelas dan atau ruang/tempat lain sesuai jadwal mingguan yang telah ditentukan dan biasanya dilakukan pada sore hari,
• Jenis kegiatan ekstrakurikuler antara lain adalah.
– Pramuka
– Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa
– Olahraga
– Kesenian
– Karya Ilmiah Remaja
– Kerohanian
– Paskibra
– Pecinta Alam
– PMR
– Jurnalistik/Fotografi
– UKS
– dan sebagainya
• Kegiatan ekstrakurikuler dapat disebut sebagai kegiatan tatap muka

5 Melaksanakan Tugas Tambahan

Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus.

a. Tugas tambahan struktural
• Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur organisasi sekolah,
b. Tugas tambahan khusus
• Tugas tambahan khusus hanya berlaku pada jenis sekolah tertentu, untuk menangani masalah khusus yang belum diatur dalam peraturan yang mengatur organisasi sekolah.
Sumber Buku Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru, 2008, Penerbit Dirjen PMPTK Depdiknas

Anda Ingin memiliki buku tersebut, Berikut Buku Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru yang dikemas dalam file PDF, silakan download disini

Permasalahan Guru di Indonesia

Permasalahan Guru di Indonesia

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi mereka.

Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.

Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru.

1. Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.

2. Jumlah Guru yang Masih Kurang

Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.

3. Masalah Distribusi Guru

Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.

4. Masalah Kesejahteraan Guru

Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.

Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Tujuan Seorang Guru

Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan bahwa: (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.

Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi sebagai pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya. Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, trampil dan sikap yang bisa dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu memberikan keteladanan yang baik.

Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 menyebutkan bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Di samping itu guru mempunyai tugas utama sebagai berikut:

a) menyusun perencanaan pembelajaran;
b) menyampaikan perencanaan;
c) melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi, maupun dengan masyarakat;
d) mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakterstik peserta didik;
e) melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan hasilnya untuk kemajuan pendidikan;
f) mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, bangsa, masyarakat, dan agama;
g) melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan;
h) mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi; dan
i) memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta lingkungan alam dalam proses belajar.

MENGENAL ANAK DIDIK ADALAH BAGIAN DARI STRATEGI MENGAJAR

MENGENAL ANAK DIDIK ADALAH BAGIAN DARI STRATEGI MENGAJAR

Guru yang bijak merasa wajib untuk mengenal anak didiknya dengan baik tanpa itu, amat sulit bagi kita untuk membuat keputusan yang terkait dengan pembelajaran yang akan kita pilih. Uraian berikut ini diambil dari Dot Walker (1995) sebagai bahan pertimbangan bagi Anda.

Salah atau betulkan pernyataan berikut ini?

Keberagaman atau “diversity” adalah kreatif?

Etnisiti adalah sesuatu yang berkaitan dengan dimana Anda tinggal?

Diskriminasi perlu ditantang?

Pengajaran hendaknya sebagai respon terhadap konteks sosial dan kultural ?

Warganegara yang aktif dan informed (mempunyai informasi yang benar dan lengkap) adalah yang mengerti mengenai politik dan pemerintah?

Anak didik yang cacat tidak belajar sebaik anak-anak yang normal?

Para guru perlu menghadapi tantangan (challenge) dan mempunyai harapan yang realistis terhadap semua siswa?

Satu bagian terpenting dalam pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu dalam merespon perubahan yang terjadi?

Gaya Belajar

Jika Anda amati dengan seksama bagaimana siswa-siswa Anda belajar, maka Anda sampai pada empat gaya belajar. Coba Anda simak skenario pembelajaran berikut ini.

Anda baru saja membeli alat dapur yang modern dari sebuah toko elektronik. Alat ini multiguna, dapat dipakai mulai dari membuka kaleng, memasukkan buah dalam botol, sampai dengan menimbang makan melalui sistem digital. Sebagai percobaan, alat ini Anda bawa ke kelas dan meminta siswa Anda mencoba bagaimana cara menggunakannya.

a) Active learners atau pembelajar aktif

Siswa yang termasuk kategori ini tidak suka menggunakan buku petunjuk. Mereka lebih senang mencari sendiri, trial and error – coba-coba, bagaimana mengoperasikan alat tersebut.

b) Structured learners atau pembelajar terstruktur

Siswa termasuk kategori ini mengikuti satu per satu, langkah demi langkah sebagaimana yang tercantum dalam manual.

c) Pembelajar personal

Siswa termasuk kategori ini lebih senang belajar dengan cara berbincang-bincang dan bertanya pada orang lain. Ia memerlukan seseorang berada di sampingnya.

d) Pembelajar terfokus

Siswa kategori ini senang dengan adanya tantangan. Dengan atau tanpa menggunakan manual ia ingin melakukan sesuatu yang memukau, diluar dugaan.

Contoh Kasus

Simaklah dengan seksama, kemudian pikirkanlah strategi pembelajaran yang tepat untuk memecahkan kasus-kasus tersebut. Kalau Anda cermati, kasus-kasus ini mengangkat berbagai isu yang terkait dengan hak asasi manusia, toleransi, kerja sama, dan gender. Semua isu ini akan dapat Anda tangani dengan baik, jika masyarakat sekolah Anda berwawasan luas, mengakui kenyataan adanya keberagaman dan perbedaan.

Kasus 1

Anda diminta untuk menerima seorang anak yang menderita penyakit lumpuh, yang terpaksa menggunakan kursi roda. Sejumlah siswa di kelas Anda berkomentar sangat negatif ketika Anda memberitahukan kedatangan anak yang kurang beruntung itu. Tentu saja anak ini tidak mampu berbuat apa-apa. Ini bakal menyeret anak cacat ini ke keadaan sangat tidak menyenangkan, bahkan merasa terhinakan.

Strategi apakah yang bakal Anda pakai untuk mendorong para siswa yang bersikap tidak pada tempatnya ini, sehingga bisa menerima anak itu sebagaimana adanya?

Kasus 2

Seorang siswa di kelas Anda terus-menerus mencuri alat-alat tulis teman-temannya. Anda tahu anak ini mencuri karena ia tidak mempunyai alat tulis yang ia perlukan. Keadaan keluarganya begitu rupa sehingga kalau Anda memberitahu orang tuanya, maka kemungkinan besar anak itu akan dipukul. Sementara itu siswa-siswa Anda yang lain semakin marah dengan keadaan ini dan tidak mau lagi bertegur sapa dengan anak tersebut.

Bagaimana caranya Anda menangani masalah ini dengan cara yang ekuitabel yaitu adil dan tidak memihak?

Kasus 3

Sebuah keluarga Kubu dari pedalaman, dengan 5 anak-anaknya baru saja pindah ke sebuah sekolah di sebuah desa kecil. Anda pernah mendengar siswa-siswa di kelas Anda memanggil keluarga yang baru pindah ini dengan sebutan-sebutan yang bernada menghina seperti “orang hutan, tarzan kampung, dan sebagainya.

Apa yang dapat Anda lakukan agar anak-anak di kelas 5 ini dapat menerima adanya perbedaan kebudayaan?

Kasus 4

Anda seorang guru kelas 6 yang prestasi akademik siswa-siswanya di atas rata-rata. Namun ada seorang anak yang mengalami kesulitan dalam membaca, dan hambatan dalam berbicara yang sangat serius. Tidak satupun siswa-siswa yang ingin bekerja sama dengan anak ini. Oleh beberapa teman-temannya sekelas, anak ini sering dikatai-katai sebagai anak bebal.

Bagaimana Anda meyakinkan siswa-siswa lainnya bahwa anak inipun mempunyai kesempatan dan hak yang sama dengan mereka dalam mengikuti proses belajar?

Kasus 5

Dalam kelas 6 yang Anda ajar hanya ada tiga siswa perempuan. Anak laki-laki mendominir hampir semua kerja kelompok dan diskusi kelas. Dalam pendidikan olahraga anak perempuan ini selalu yang terakhir untuk dipilih sebagai anggota tim. Anda juga mengamati sering kali ada komentar yang bernada anti gender dari siswa laki-laki.

Strategi mengajar apakah yang dapat Anda terapkan untuk memperbaiki keadaan ini?