Metode Penelitian Pendidikan Di Sekolah Dasar

Metode Penelitian Pendidikan Di Sekolah Dasar

Metode penelitian, secara umum diartikan sebagai cara ilmiah dalam memperoleh dan menganalisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Jika anda perhatikan pernyataan di atas, maka setidaknya akan anda jumpai empat kata kunci yang perlu diperhatikan; yaitu : cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah dapat diartikan suatu kegiatan penelitian yang didasarkan pada cirri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti suatu kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang logis, masuk akal,sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris, artinya cara-cara yang dilakukan dalam penelitian tersebut dapat diamati, dilihat dengan menggunakan indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang ditempuh atau dilakukan. (Anda dapat membedakan dengan cara-cara yang tidak ilmiah, misalnya mencari anak yang hilang di hutan atau mencari mobil yang hilang dengan cara datang keparanormal, ingin menjadi kepala sekolah atau lulus ujian datang ke dukun dan sejenisnya ). Sistemtis artinya, proses atau prosedur yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan langkahlangkah tertentu yang bersifat logis.

Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian tersebut adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu, yaitu valid, artinya menunjukan derajad ketepatan antara data yang sebenarnya terjadi pada obyek penelitian dengan data jumlah data yang dikumpulkan oleh peneliti. Sebagai contoh: pada suatu provinsi tertentu terdapat sejumlah 2000 anak yang tidak lulus ujian nasional, sementara seorang peneliti melaporkan hasil penelitiannya jauh di atas atau di bawah 2000. Data yang dilaporkan peneliti peneliti tersebut tidak valid. Demikian pula jika peneliti melihat suatu obyek penelitian berwarna merah, tetapi dilaporkan warna hijau. Seorang peneliti melihat ada seorang murid SD sedang menangis, kemudian ia membuat kesimpulan bahwa murid SD tersebut sedang sedih, padahal murid tersebut menangis karena senang memperoleh rangking terbaik di kelasnya. Data yang dilaporkan oleh peneliti bahwa warna merah dilaporkan hijau, murid menangis karena senang dilaporkan sedih, adalah merupakan data yang tidak valid. Untuk mendapatkan data yang valid dalam suatu penelitian sering mengalami kesulitan, oleh karena itu data yang telah berhasil dikumpulkan sebelum diketahui validitasnya , dapat diuji melalui pengujian reliabelitas dan obyektivitasnya. Pada umumnya apabila suatu data itu sudah reliable dan obyektif, maka kecenderungan data tersebut akan valid.

Data yang sudah valid dapat dipastikan reliable dan obyektif. Reliabel berkenaan dengan derajad konsistensi / keajegan data dalam interval waktu tertentu. Sebagai contoh pada hari pertama interview, sumber data mengatakan bahwa jumlah siswa yang tidak lulus Ujian Nasional sebanyak 2000 siswa, maka besok atau lusa pun sumber data tersebut jika ditanya tentang jumlah siswa yang tidak lulus akan mengatakan bahwa jumlah siswa yang tidak lulus sebanyak 2000 siswa. Demikian pula apabila kemarin sumber data mengatakan bahwa sebab ketidak lulusan siswa karena gurunya tidak kompeten, maka besok atau lusa sumber data juga akan mengatakan jawaban yang sama(guru tidak kompeten).

Obyektivitas berkenaan dengan interpersonal agreement (kesepakatan yang menyangkut banyak orang). Apabila banyak orang yang menyatakan bahwa kegagalan bangsa Indonesia dalam membangun sumber daya manusia karena lemahnya sektor pendidikan, maka data tersebut adalah obyektif.
Data yang reliabel belumlah tentu valid. Sebagai contoh: Kepala Sekolah Dasar sering menyatakan bahwa lulusannya tidak banyak yang melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Pertama karena faktor ekonomi orang tua. Hal ini diucapkan secara konsisten tetapi berbohong, sehingga data tersebut terlihat reliable (konsisten) tetapi tidak valid. (padahal sebenarnya siswa tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama karena lulusannya kurang kompeten; sudah berusaha mendaftar tetapi tidak diterima).

Data yang obyektif juga belum tentu valid, misalnya sebagian besar dari kelompok orang menyatakan bahwa Si A adalah siswa yang paling malas belajar di sekolah, dan hanya sebagian kecil orang yang menyatakan bahwa si A rajin. Padahal yang benar justru yang hanya sebagian kecil yang menyatakan bahwa A adalah siswa yang rajin. Pernyataan sekelompok besar tersebut obyektif (disepakati banyak orang) tetapi tidak valid.

Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan tertentu. Secara umum tujuan penelitian adalah mencari kebenaran yang dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu: penemuan, pembuktian dan pengembangan / peningkatan / perbaikan. Penemuan berarti data penelitian yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian, berarti data yang diperoleh dari penelitian tersebut digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengatahuan tertentu, dan Pengembangan/Pengingkatan/ Perbaikan berarti data yang diperolaeh dari penelitian tersebut digunakan untuk memperbaiki, memperdalam pengetahuan yang sudah ada.

Penelitian pendidikan dapat bersifat penemuan, pembuktian dan peningkatan. Penelitian pendidikan yang bersifat penemuan misalnya, menemukan suatu metoda mengajar matematika yang efektif, efisien dan menyenangkan; menggunakan media pembelajaran yang tepat; Sistem evaluasi; Menemukan criteria guru Sekolah Dasar yang professional dan lain sebagainya. Penelitian pendidikan yang bersifat pengembangan, misalnya : mengembangkan metoda mengajar yang telah ada sehingga akan lebih efektif, Penerapan system evaluasi yang lebih tepat.

Penelitian pendidikan yang bersifat pembuktian, misalnya membuktikan keragu-raguan terhadap
metode mengajar yang dilakukan orang lain apakah akan efektif jika digunakan oleh kita sendiri.

Melalui penelitian, manusia dapat memanfatkan hasilnya. Secra umum data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dapat digunakan untuk memahami, mengantisipasi dan memecahkan masalah. Memahami memiliki arti memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak dapat diketahui dan selanjutnya dapat diketahui, mengantisipasi berarti mengupayakan agar tidak terjadi / muncul masalah dan memecahkan berarti mengatasi masalah.

Penelitian yang dapat digunakan untuk memahami masalah, misalnya : penelitian tentang sebab-sebab mengapa setelah 62 tahun Indonesia merdeka, tetapi sumber daya manusia kita kalah denga sumber daya negara-negara tetangga, mengapa negara yang kaya sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin, mengapa banyak mahasiswa yang kuliah tetapi banyak yang bodoh. Penelitan yang bersifat antisipasi, misalnya : penelitian untuk mencari cara agar pembelajaran anak Sekolah Dasar lebih efektif, penelitian untuk mencari solusi agar setelah pengumuman ujian atau kelulusan anak-anak tidak melakukan coret-coret atau turun dijalanan.

Penelitian yang bersifat memecahkan masalah, misalnya : penelitian untuk menemukan model pendidikan yang efektif , yang dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk memperoleh data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan melalui cara tertentu sesuai dengan cirri pengetahuan, sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, mengantisipasi dan memecahkan masalah dalam bidang pendidikan. Apabila data penelitian tersebut digali dari sumber data yang ada di Sekolah Dasar, maka metode penelitian pendidikan tersebut dapat dimaknai sebagai metoda penelitian pendidikan di Sekolah Dasar.

Jenis-Jenis Penelitian Pendidikan
Secara umum penelitian pendidikan dapat dikategorikan menurut bidang penelitian, tujuan enelitian, metode penelitian, tingkat eksplanasi dan waktu penelitian. Menurut bidangnya, penelitian dapat dikategorikan menjadi penelitian akademis,penelitian profesional dan penelitian institusional

Penelitian Akademik adalahn penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam membuat skripsi, tesis, disertas. Penelitian ini merupakan sarana edukatif, sehingga lebih mementingkan validitas internal (caranya yang harus betul). Variabel penelitian terbatas serta kecanggihan analisis disesuaikan dengan jenjang pendidikan S1, S2, S3

Penelitian Profesional adalah penelitian dilakukan oleh orang yang berprofesi sebagai peneliti (termasuk dosen). Tujuannya dalah mendapatkan pengetahuan (ilmu, teknologi dan seni) baru. Variabel penelitian lengkap, kecanggihan analisis disesuaikan dengan kepentingan masyarakat ilmiah. Penelitian dilakukan dengan cara yang betul (validitas intern) dan hasilnya dapat berguna untuk pengembangan ilmu.

Penelitian Institusional adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan lembaga. Hasil penelitian akan sangat berguna bagipimpinan untuk pembuatan keputusan. Hasil penelitian lebih menekankan pada validitas eksternal (kegunaan), variabel lengkap (kelengkapan informasi) dan kecanggihan analisis disesuaikan untuk pengambilan keputusan).

Dari segi tujuan, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian murni dan terapan. Dilihat dari segi metode penelitian dapat di bedakan menjadi penelitian survey, penelitian expostfacto, penelitian eksperiment, penelitian naturalistic, penelitian sejarah, policy research, evaluation research, action research dan research and development (R & D). Dari level of explanation dapat dibedakan menjadi penelitian deskriptif, penelitian komparatif dan penelitian assosiatif. Dari segi waktu pelaksanaan penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian cross sectional dan longitudinal.

Jenis-jenis penelitian juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan tingkat kealamiahan (natural setting) dari obyek yang diteliti. Berdasarkan tujuan penelitian dapat dikategorikan menjadi penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research), dan penelitian pengembangan (research and development). Selanjutnya jika dilihat dari tingkat kealamiahan, metoda penelitian dapat dibedakan menjadi metoda penelitian eksperimen, metoda penelitian survey dan metoda penelitian naturalistik

Gay (1977), mengemukakan bahwa sebenarnya sulit untuk membedakan antara penelitian murni (dasar) dengan penelitian terapan secara terpisah, karena keduanya berada pada garis kontinum. Penelitian dasar memiliki tujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kebermanfaatan yang langsung bersifat praktis. Penelitian dasar pada umumnya dilaksanakan pada laboratorium yang kondisinya dapat dikontrol dengan ketat. Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Jadi penelitian dasar/murni berkenaan dengan penemuan dan pengembangan ilmu. Setelah ilmu tersebut digunakan untuk memecahkan masalah, maka penelitian dilanjutkan menjadi penelitian terapan. Menurut Jujun S, Suriasumantri (1985), menyatakan bahwa penelitian dasar/murni, adalah penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah- masalah kehidupan. Penelitian pengembangan, memiliki kecenderungan menemukan peluang untuk bisa tidaknya suatu ilmu atau suatu produk yang dihasilkan dapat digunakan atau tidak

Borg dan Gall (1988), menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan (research and development) merupakan metoda penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk/ hasil-hasil dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Penelitian dan pengembangan dapat digunakan sebagai jembatan dari penelitian dasar(basic research) menuju penelitian terapan (applied research), dimana penelitian dasar memiliki tujuan untuk “to discover new knowledge abaout foundamental phenomena”, dan applied research memiliki tujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diterapkan. Sering terjadi, penelitian terapan juga dapat digunakan untuk mengembangkan produk/hasil.Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan memvalidasi suatu hasil.
Dalam bagian lain Borg dan Gall (1989), menyatakan: One way to bridge the gap between research and practice in education is to Research and Development. Dilihat Dari waktu penelitian, pada umumnya penelitian R & D bersifat longitudinal (melalui beberapa tahap). Untuk penelitian analisis yang dapat menghasilkan produk yang bersifat hipotetik, sering digunakan penelitian dasar (basic research). Selanjutnya untuk menguji saatu produk yang masih bersifat hipotetik tersebut, dapat digunakan eksperimen atau action research. Setelah suatu produk teruji, maka dapat diaplikasikan. Proses pengujian produk dari hasil eksperimen tersebut dinamakan penelitian terapan (applied research).

metode penelitian eksperimen sangat tidak alamiah/natural karena tempat pelaksanaan penelitiannya dilaboratorium dalam kondisi yang terkontrol sehingga tidak terdapat pengaruh dari luar. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu.
Sebagai contoh: pengaruh ruang kelas ber AC terhadap efektivitas pembelajaran. Metoda survey digunakan untuk memperoleh data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data. Misalnya dengan mengedarkan angket, tes, wawancara dan sebaginya (perlakuan tidak seperti dalam eksperimen). Metoda penelitian naturalistic/kualitatif, digunakan peneliti untuk meneliti pada tempat yang alamiah dan peneliti tidak membuat perlakuan, karena peneliti dalam mengumpulkan data bersifat emic, yaitu berdasarkan pandangan dari sumber data bukan pandangan peneliti.
Berdasarkan jenis-jenis penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang termasuk dalam metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian eksperimen dan survey, sedangkan yang termasuk dalam metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian naturalistic . Penelitian untuk basic research pada umumnya menggunakan metode eksperimen dan kualitatif, applied research menggunakan eksperimen eksperimen dan survey dan R & D menggunakan survey, kualitatif dan eksperimen.

Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang Berpola

Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang Berpola

Dalam mencari kebenaran, manusia tidak membatasi dirinya, walaupun kebenaran yang dapat dicapai dengan usahanya sendiri itu, tetap bersifat terbatas pada kemampuan akalnya. Hasrat ingin tahu menusia akan terpuaskan jika memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya dan pengetahuan yang diingingkannya adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar dapat dicapai manusia melalui pendekatan non ilmiah dan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu dengan urutan tertentu, agar dapat dicapai pengetahuan yang benar.

Kebenaran melalui Penelitian Ilmiah
Sejarah umat manusia untuk menemukan kebenaran, berkembang dari waktu ke waktu kearah suatu cara penemuan yang lebih baik, dalam arti bahwa cara-cara baru itu memiliki kredibilitas yang lebih baik dari cara-cara sebelumnya. Ketidakpuasan masyarakat terhadap cara-cara unscientific, menyebabkan masyarakat menggunakan cara berfikir deduktif, dan cara berfikir induktif. Namun kedua cara ini juga tidak memuaskan banyak orang, terutama dalam menyikapi kebenaran masingmasing.

Selanjutnya orang memadukan cara berfikir deduktif dengan cara berfikir induktif, kemudian melahirkan cara berfikir yang disebut reflective thinking, yaitu berfikir refleksi. Cara berfikir semacam ini mengambil ruang di antara berfikir deduktif dan berfikir induktif. Proses berfikir refleksi ini pernah diperkenalkan John Dewey melalui langkah-langkah berikut ini: The felt need, the hypothesis, collection of data as avidance, concluding belief, general value the conclusion.

Langkah-langkah yang diungkapkan oleh John Dewey tersebut mengandung makna sebagai berikut:

a. The felt need, yaitu adanya suatu kebutuhan
Seseorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang mendorong perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut

b. The problem, yaitu menetapkan masalah
Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.

c. The hypothesis, yaitu menyusun hipotesis
Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya
mampu berteori dan berhipotesis.

d. Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari yang sederhana menjadi yang sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri.

Karenanya orang membutuhkan informasi dan berbagai data untuk kebutuhan tersebut. Kemudian data-data ini dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.

e. Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.

f. General Value the Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum Kontruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu, maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya, tetapi juga kesimpulannya dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

g. Melalui penyelidikan Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang cara ilmiah adalah melalui metode penyelidikan. Seorang penulis telah merumuskan pengertian penyelidikan di sini sebagai “a method of study by which through the careful and echaustive investigation of all acertaineble evidence bearing upon a definable problem, we reach a solution to that problem”. Penyelidikan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang nampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Sebab akibat bukan satu masalah gaib, bukan suatu permainan kira-kira, bukan pula suatu yang diterima atas otoritas. Dengan sikap yang berbeda ini, manusia telah berhasil menerangkan berbagai gejala yang menampak dan menunjukkan pada kita sebab-musabab yang sebenarnya dari satu atau serentetan akibat. Sejalan dengan sikap itu, maka metode penyelidikan hanya akan menarik dan membenarkan suatu kesimpulan apabila telah dibentengi dengan bukti-bukti yang meyakinkan, bukti-bukti mana dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik, jelas dan dikontrol.

Sejauh ini kita berbicara tentang metode ilmiah. Mungkin sekali sudah beberapa kali timbul pertanyaan apakah sebenarnya sifat ilmiah itu, dan apakah yang disebut ilmu pengetahuan. Jawaban pertanyaan ini tidak perlu selalu diberikan dalam bentuk definisi; sebaiknya kita mencoba memahami pandangan dan fungsi ilmu pengetahuan karena hal ini akan membawa kita di tengah-tengah pengertian sifat ilmiah. Secara sangat terbatas (dan tidak tepat), banyak orang melihat perwujudan kehidupan ilmiah pada sarjana-sarjana yang mengurung diri dalam laboratorium yang dikelilingi dengan alat yang aneh, yaitu kekeramatan sarjana tua yang maha tahu, atau seorang yang lahir dengan kemampuan intelegensi yang luar biasa sehingga tidak patut dibandingkan dengan manusia-manusia biasa; atau seorang yang berhasil menjadi insinyur.

Sesungguhnya kehidupan ilmiah terdapat dimana-mana, dilaksanakan oleh hampir setiap orang terhadap hampir semua hal yang dikenal manusia. Ketika pada suatu waktu seseorang menghadapi sesuatu persoalan dan dengan cara yang sistematik berusaha memecahkan ersoalan itu, maka kemungkinan besar ia telah berada di tengah-tengah persoalan ilmiah serta penerapkan metode pemecahan yang bersifat ilmiah. Kalau dia hanya mengumpulkan keterangan dan mencoba mengklasifikasi keterangan-keterangan itu, dia baru berada di tepi, tetapi bila dia telah mencoba menyusun sebuah teori dan caracara pendekatan untuk emecahkan persoalan itu, maka ia telah berada di tengah-tengah persoalan ilmiah. Pada tahap pertama dia mengambil sikap yang statis, pada tahap kadua dia mengambil yang inamik. Fungsi yang dijalankannya tidak hanya pragmatis dalam arti kata pada akhirnya ia menghasilkan sebuah benda konkrit (mesin, misalnya), pada tahap ini ia akan lebih memperhatikan kemungkinan menemukan sifat-sifat umum yang dapat dipandang sebagai hukum, kaidah, dalil ataupun generalisasi terhadap fenomena yang berada dalam bidang yang diselidikinya. Penemuannya itu kemudian dapat dirumuskannya sebagai sebuah teori, sebutlah itu sebuah teori untuk memecahkan persoalan. Untuk lebih terurai dapat dikatakan bahwa teori yang menjadi tujuan kegiatan ilmiah itu adalah serangkaian pengertian yang menjadi satu kebulatan sistematik, yang diperlukan dalam memahami dan meramalkan fenomena yang menjadi persoalan.

Dari uraian itu dapat diketahui bahwa apabila Anda seorang ilmuwan akan berusaha menemukan perumusan tentang berbagai pengertian yang satu sama lain saling bersangkut paut. Pengertian itu bersangkut paut dalam arti bahwa masing-masing pengertian berhubungan dengan fenomena yang diselidiki. Dengan jalan menunjukkan hubungan pengertian satu dengan pengertian yang lain, maka Anda berusaha memberikan gambaran tentang sifat fenomena yang diselidiki. Artinya, dengan pengertian tentang hubunganhubungan itu, Anda dapat mengadakan ramalan-ramalan ataupun kontrol terhadap sifat-sifat fenomena. Ditinjau dari segi ini maka dapat dikatakan bahwa metode penyelidikan yang bersifat ilmiah terdiri dari kegiatan yang sistematik dan terkontrol secara empirik terhadap sifat-sifat dan hubunganhubungan antara berbagai variabel yang diduga terhadap fenomena yangdiselidiki.

Sebagai jalan untuk memecahkan suatu masalah, orang mempergunakan cara-cara berfikir reflektif dengan prosedur yang disesuaikandengan tujuan dan sifat penyelidikan; sikap penyelidik adalah sikap yang tidak bersifat sepihak (subjektif) melainkan sikap objektif; langkah-langkahpada pokoknya terdiri dari (1) perumusan masalah dan tujuannya, (2) penetapan postulat dan hipotesa, (3) penetapan metode kerja, (4) pengumpulan data, (5) pengolahan data, dan (6) penyimpulan penyelidikan, serta akhirnya (7) publikasi hasil penyelidikan.

Pendekatan Ilmiah

Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasar atas data empiris. Teori itu dapat diuji (dites) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil ajeg (consistent), yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu. Langkah-langkah penelitian yang teratur dan terkontrol itu telah terpolakan dan, sampai batas tertentu, diakui umum.

Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan perasaan, cara penyimpulannya bukan subjektif, melainkan objektif. Dengan pendekatan ilmiah Anda akan berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.

Dewasa ini penemuan kebenaran yang paling mungkin memberikan pengetahuan yang benar dalam arti yang sesuai dengan objeknya (objektif), dilakukan melalui kegiatan penyelidikan. Kegiatan penelitian dilakukan sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan mengapa sesuatu dikatakan demikian atau mengapa harus demikian. Kegiatan itu pada dasarnya bermaksud membentengi dalam menarik kesimpulan sebagai suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti yang meyakinkan yang dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik, jelas, terkontrol, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Langkah-langkah pemecahan masalah melalui penyelidikan ilmiah ini, bertolak dari prosedur berfikir ilmiah seperti disebutkan di atas. Dengan kata lain langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian pada dasarnya sejalan dengan langkah-langkah berfikir ilmiah.

Langkah-langkah penelitian ilmiah secara umum dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Perumusan dan pembatasan masalah serta tujuan penelitian

b. Merangkai dan menetapkan kerangka teori sebagai titik tolak pemikiran, melalui kegiatan penelaahan atau studi kepustakaan

c. Merumuskan kerangka konsep sebagai gambaran umum kemungkinan pemecahan masalah

d. Merumuskan hipotesis sebagai dugaan pemecahan yang bersifat sementara berdasarkan kerangka konsep, yang merupakan juga sebagai kesimpulan umum yang akan dirumuskan apabila ternyata benar. Hipotesis dirumuskan sebagai jawaban atas kesimpulan sementara dari masalah yang dihadapi dan masih harus diuji kebenaran atau ketidakbenarannya.

e. Memilih dan menetapkan metode atau cara kerja, lengkap dengan teknik dan alat pengumpul datanya, termasuk juga menentukan sumber data (populasi dan sampel)
f. Pengumpulan dan pengolahan data atau analisis data

g. Menguji hipotesis untuk merumuskan kesimpulan sebagai hasil penelitian diiringi pula dengan penjabaran implementasi-implementasi hasil penelitian yang dapat dipergunakan dalam menghadapi kenyataan-kenyataan yang berhubungan dengan bidang yang diselidiki
dalam kehidupan sekarang dan di masa mendatang.

h. Publikasi hasil penelitian dalam bentuk dan tata tulis ilmiah agar mudah dikomunikasikan dengan pihak yang memerlukannya, baik mengenai aspek-aspek yang bersifat teoritis maupun praktis.

Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Teori berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematis dan terkendali berdasarkan pada data empiris. Teori dapat diuji (dites) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain dengan langkahlangkah serupa dan pada kondisi yang sama, maka akan diperoleh hasil yang ajeg (konsisten), yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu.

Langkah-langkah penelitian yang sistematis dan terkendali telah terpolakan dan sampai batas tertentu, diakui umum. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang karena pendekatan tidak dipengaruhi oleh kaykinan pribadi, bias, dan perasaan. Cara menyimpulkannya secara objektif, bukan subjektif. Dengan pendekatan ilmiah, Anda berusaha memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji siapapun.

Sifat penelitian Ilmiah

Sebelumnya, perlu diperhatikan bahwa individu yang akan melaksanakan suatu karya ilmiah hendaknya telah berpola pikir ilmiah, yaitu memiliki sikap skeptis, analitis, dan kritis. a. Berfikir skeptis, yaitu selalu mencari fakta atau bukti yang mendukung setiap pernyataan
b. Berfikir analitis adalah sikap yang mendasarkan pada analisis dalam setiap persoalan dan memilih yang relevan serta utama c. Berfikir kritis, yaitu setiap memecahkan persoalan selalu berpijak pada logika dan objektivitas data atau fakta.

Setiap usaha yang dinyatakan sebagai usaha ilmiah harus berdasarkan system dan metode tertentu yang menjadi pedoman. Sistem disini adalah suatu susunan yang berfungsi dan bergerak. Sistematasi dalam dunia ilmu berarti hasil suatu usaha menemukan asas pengaturan dan merupakan titik tolak untuk penemuan baru yang dihasilkan kemudian. Selain system, dalam keilmuan terdapat pula istilah metode (dalam bahasa Yunani, “Methodos”) yang berarti jalan atau cara. Secara ilmiah, arti metode adalah terkait dengan masalah cara kerja agar dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam suatu penelitian, suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan obyek studi dan bukan sebaliknya. Sifat ilmiah atau tidak ilmiah suatu penelitian erat hubungannya dengan metode penyimpulannya. Suatu penelitian dilakukan dan disimpulkan melalui suatu
prosedur sistematis dengan menggunakan pembuktikan yang meyakinkan, yaitu berupa fakta-fakta yang diperoleh secara obyektif (nyata, logis, dan lolos dari proses
pengujian).

Ada dua kriteria untuk mengukur kadar keilmiahan suatu penelitian, yaitu:

a. Kemampuannya untuk memberi pemahaman (understanding) tentang pokok permasalahan yang diteliti

b. Kemampuannya untuk meramalkan (prodictive power), yaitu sampai suatu kesimpulan yang sama dapat dicapai jika data yang sama dikemukakan di lain tempat dan waktu Persyaratan umum untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah dapat ditempuh dengan cara:

a. Sistematis
Penelitian harus dilakukan menurut pola atau sistematika tertentu agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan

b. Berencana
Penelitian harus memiliki unsur kesengajaan yang sebelumnya telah direncanakan dan memikirkan tahap-tahap yang harus dilalui, misalkan melakukan studi pendahuluan, menyusun proposal penelitian, dan seterusnya.

c. Mengikuti Konsep Ilmiah
Kegiatan penelitian mulai dari awal sampai akhir harus mengikuti metode berfikir ilmiah, baik dalam menemukan teori pendukung maupun melakukan pemecahan masalah atau analisis data.

Hal tersebut terkait dengan adanya tugas ilmu dan penelitian yang berhubungan erat, jadi, tugas ilmu dan penelitian adalah identik, yakni:

a. Melakukan deskripsi
Ilmu dan penelitian bertugas menggambarkan secara jelas dan akurat permasalahan yang dihadapi

b. Menerangkan
Ilmu dan penelitian bertugas menjelaskan dengan rinci kondisi-kondisi yang melatarbelakangi suatu peristiwa atau permasalahan

c. Menyusun teori
Maksud menyusun teori di sini adalah mencari dan merumuskan tata cara, dalil, atau hokum yang menghubungkan antara kondisi yang saru dengan kondisi lainnya

d. Meramalkan
Dengan hasil analisis serta teori yang telah diolah, ilmu dan penelitian bertugas membuat ramalan, prediksi, estimasi, ataupun proyeksi tentang gejala-gejala yang mungkin timbul di kemudian hari

e. Mengendalikan
Akhirnya, ilmu dan peneltian harus mampu mengendalikan peristiwa dan gejala yang ada. Seorang pakar mendefinisikan penelitian ilmiah sebagai suatu penyelidikan yang sistematis, terkendali, empiris, dan kritis mengenai fenomena alam yang dibimbing oleh teori dan hipotesis mengenai hubungan-hubungan yang diduga antar fonomena (Kerlinger, 1986; 10).

Terkendali maksudnya pengamatan dikendalikan dan penjelasan-penjelasan alternatif mengenai hasilnya diabaikan. Kemudian, istilah empiris dan kritis mengacu pada persyaratan bagi peneliti untuk menguji pendapat subyektif terhadap realitas yang obyektif dan hasilnya terbuka untuk penelitian lebih lanjut.

Namun, Anda perlu mengingat bahwa penelitian merupakan penyelidikan yang sistematis dan ditujukan untuk menyediakan informasi yang berguna bagi penyelesaian permasalahan permasalahan yang ada. Konsep klasik menghendaki bahwa penelitihan harus dibimbing oleh teori dan hipotesis. Pada perkembangannya, terutama dalam penelitian bisnis, ada dua jenis penelitian yang kurang atau belum memerlukan hipotesis, yaitu penelitian eksplorasi dan deskriptif. Pada penelitian eksplorasi, Anda masih belum cukup pengetahuan tentang suatu bidang dan berencana melakukan eksplorasi. Lebih lanjut, dengan penelitian desktriptif, Anda berupaya mendeskripsikan atau mengemukakan ciri-ciri tentang sesuatu dan bagian deskripsi akan memberi manfaat untuk membangun teori sebelumnya.

Syarat Penelitian Ilmiah:

a. Permasalahan dan tujuan penelitian harus didefinisikan secara jelas dan tidak ambigu. Rumusan masalah harus rinci, mencakup unsur-unsur yang akan diteliti

b. Prosedur penelitian yang digunakan harus jelas dan terbuka kemungkinan bagi peneliti lain untuk mengulangi penelitian

c. Dengan penelitian harus terencana dan sistematis agar hasilnya nantiobyektif dan valid

d. Analisis data harus memadai untuk mengungkapkan permasalahan danmetode analisis yang digunakan harus sesuai dengan problem penelitian. Validitas data, kriteria signifikansi, dan probabilitas kesalahan dalam uji statistik harus diduga sehingga tingkat relevansi kesimpulan yang akangditarik tinggi

e. Kesimpulan harus didukung oleh data dan hasil analisis yang akurat. Kesimpulan harus terbatas pada masalah yang diteliti tanpa memasukkan unsur pengalaman pribadi peneliti yang tidak relevan dengan permasalahan penelitian

Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang Berpola

Tujuan akhir suatu ilmu adalah mengembangkan dan menguji teori. Suatu teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena alamiah. Dari perilaku atau kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa atau guru umpamanya, peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang hubungan di antara perilaku atau kegiatan pembelajaran. Dari penjelasana-penjelasan umum tersebut terbentuk prinsip-prinsip dasar, dalil, konstruk, proposisi, yang kesemuanya akan membentuk teori.

Mengenai teori ini Fred N. Kerlinger (1986) menyatakan bahwa “………… A theory as a set of interrelated construct and propositions that specify relations among variables to explain and predict phenomena”. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada tiga hal penting dalam suatu teori, yaitu: (1) suatu teori dibangun oleh seperangkat proposisi dan konstruk, (2) teori menegaskan hubungan di antara sejumlah variabel, (3) teori menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena.
Banyak penelitian sosial yang tidak berorientasi pada teori. Penelitianpenelitian tersebut difokuskan pada menemukan hubungan-hubungan yang bersifat spesifik. Penelitian demikian tetap berharga, tetapi penelitian yang menformulasikan dan menguji teori memiliki nilai yang lebih tinggi, karena lebih bersifat umum dan menjelaskan.

Pencarian Ilmiah

Pencarian ilmiah (scientific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan.

Metode ilmiah merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses dengan langkah-langkah tertentu. McMillan dan Schumacher (2001) membaginya atas empat langkah, yaitu:

1. Define a problem
2. State the hypothesis to be tested
3. Collect and analyze data, and
4. Interprete the result and draw conclusions about the problem

Hampir sama dengan McMillan dan Schumacher, John Dewey membagi langkahlangkah
pencarian ilmiah yang disebutnya sebagai “reflective thinking”, atas lima langkah yaitu:

1. Mengidentifikasi masalah
2. Merumuskan dan membatasi masalah
3. Menyusun hipotesis
4. Mengumpulkan dan menganalisis data
5. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.

Empat langkah pencarian ilmiah dari McMillan dan Chumacher, dan lima langkah berfikir reflektif dari John Dewey, seringkali dijadikan sebagai dasar dari langkah langkah utama penelitian. Untuk memperjelas tentang langkah-langkah penelitian yang sudah diungkapkan oleh para ahli, Anda diajak untuk menelaah contoh pengaplikasian dari langkahlangkah tersebut. Misalnya Anda ingin mencobakan berbagai metode dalam pembelajaran yang dapat menimbulkan keaktifan siswa di dalam kelas. Dengan permasalahan tersebut langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Anda ialah:

1. Mengidentifikasi masalah
Anda harus menghimpun masalah apa saja yang mengakibatkan anak yang aktif di kelas itu hanya sebagian kecil. Selanjutnya fasilitas apa saja yang mendukung untuk menumbuhkan keaktifan siswa, serta metode apa saja yang harus digunakan dalam menumbuhkan keaktifan siswa.

2. Merumuskan dan membatasi masalah
Selanjutnya Anda mencoba merumuskan dan membatasi permasalahan, misalnya: Metode apa saja yang tepat digunakan untuk meningkatkankeaktifan siswa di dalam kelas?

3. Menyusun hipotesis
Hipotesis disusun oleh Anda sesuai dengan perumusan masalah, misalnya:Metode Diskusi akan menimbulkan keaktifan siswa di dalam kelas

4. Mengumpulkan dan menganalisis data
Setelah Anda mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi misalnya, maka Anda harus menganalisis seluruh data yang sudah terkumpul

5. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan
Menguji hipotesis merupakan langkah yang harus ditempuh oleh Anda yaitu untuk membuktikan tentang efektifitas dari penggunaan metode diskusi dalam mengaktifkan siswa di dalam kelas, yang akhirnya Anda harus menyimpulkannya dari pembuktian hipotesis tersebut.

Pencarian Berpola

Pencarian berpola (disciplined inquiri), merupakan suatu prosedur pencarian dan pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistematika tertentu, disertai penjelasan dan alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan suatu pencarian yang bersifat sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur formal yang telah standar. Prosedur pencarian ini pada tahap awalnya bersifat spekulatif, mencoba menggabungkan ide-ide dan metode-metode, kemudian menuangkan ide-ide dan metode tersebut dalam suatu prosedur yang baku. Laporan dari pencarian berpola berisi perpaduan antara argument-argumen yang didukung oleh data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan menghasilkan kesimpulan yang berbobot. Pencarian berpola terutama dalam ilmu sosial termasuk pendidikan, bukan hanya menunjukkan pengkajian yang sistematik, tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Tiap disiplin ilmu mempunyai cara pencarian sendiri yang sesuai dengan karakteristik disiplin ilmunya. Bidang sains, umpamanya banyak menggunakan metode eksperimen, sedang antropologi menggunakan metode kualitatif. Pendidikan kebanyakan menggunakan metode eksperimen, tindakan, penelitian dan pengembangan, dan juga kualitatif.

Penemuan Kebenaran Melalui Pendekatan Non Ilmiah

Penemuan Kebenaran Melalui Pendekatan Non Ilmiah

Ada beberapa cara dalam menemukan kebenaran melalui pendekatan non ilmiah, yaitu melalui: kebetulan, trial and error, otoritas, spekulatif, akal sehat, prasangka, dan intuisi.

1. Penemuan Kebenaran secara kebetulan

Suatu peristiwa yang tidak disengaja kadang-kadang ternyata menghasilkan suatu kebenaran yang menambah perbendaharaan pengetahuan manusia, karena sebelumnya kebenaran itu tidaklah diketahui. Sepanjang sejarah manusia, penemuan secara kebetulan itu banyak terjadi, dan banyak di antaranya yang sangat berguna. Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti serta tidak melalui langkah-langkah yang sistimatik dan terkendali (terkontrol). Anda pasti pernah membaca atau mendengar, salah satu contoh penemuan secara kebetulan adalah tentang peristiwa yang dialami seorang Indian yang menderita penyakit demam dengan panas yang tinggi. Yang bersangkutan dalam keadaan tidak berdaya terjatuh pada aliran sebuah sungai kecil yang airnya kelihatan berwarna hitam. Setelah berulang kali meminum air sungai yang terasa pahit itu, ternyata secara berangsur-angsur yang bersangkutan menjadi sembuh. Kemudian diketahuilah bahwa air yang berwarna hitam itu ternyata disebabkan oleh sebatang pohon kina yang tumbang di hulu sungai sebagai sebab yang sebenarnya dari kesembuhan orang tersebut. Dari kejadian yang tidak disengaja atau kebetulan itu, akhirnya diketahuilah bahwa kina merupakan obat penyembuh demam yang disebut malaria.

Cara menemukan kebenaran seperti tersebut diatas bukanlah cara yang sebaikbaiknya, karena manusia bersifat pasif dan menunggu. Bagi ilmu, cara tersebut tidak mungkin membawa perkembangan seperti diharapkan, karena suatu kebetulan selalu berada dalam keadaan yang tidak pasti, datangnya tidak dapat diperhitungkan secara berencana dan terarah. Oleh karena itu cara ini tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam metode keilmuan untuk menggali kebenaran pengetahuan. Contoh lain, pernahkan Anda memperoleh pengalaman ketika jam beker berhenti, kemudian kita tepuk-tepuk dan ternyata jalan lagi. Contoh ini tidak bisa berlaku dalam setiap beker mati untuk bisa hidup kembali.

2. Penemuan kebenaran dengan trial and error

Mencoba sesuatu secara berulang-ulang, walaupun selalu menemukan kegagalan dan akhirnya menemukan suatu kebenaran disebut cara kerja trial and error. Dengan cara ini seseorang telah aktif melakukan usaha untuk menemukan sesuatu, meskipun sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti tentang sesuatu yang ingin dicapainya sebagai tujuan dalam melakukan percobaan itu. Penemuan coba-coba (trial and error) diperoleh tanpa kepastian akan diperolehnya sesuatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah. Usaha coba-coba pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha; usaha yang berikut biasanya agak lain, yaitu lebih maju, daripada yang mendahuluinya. Penemuan secara kebetulan pada umumnya tidak efisien dan tidak terkontrol.

Dari satu percobaan yang gagal, dilakukan lagi percobaan ulangan yang mengalami kegagalan pula. Demikian dilakukan terus percobaan demi percobaan dan kegagalan demi kegagalan, tanpa rasa putus asa sehingga akhirnya sebagai suatu surprise dari serangkaian percobaan itu ditemukan suatu kebenaran. Kebenaran yang menambah perbendaharaan pengetahuan, yang kebenarannya semula tidak diduga oleh yang bersangkutan.

Anda mungkin masih ingat salah satu contoh yang dicobakan oleh Robert Kock dengan mengasah kaca hingga terbentuk sebagai lensa, yang mampu memperbesar benda-benda yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, kacakaca itu diasah tanpa mengetahui tujuannya. Akhirnya ternyata lensa yang ditemukannya itu telah mendasari pembuatan mikroskop, yang pada giliran berikutnya melalui trial and error telah mengantarkan yang bersangkutan pada keberhasilan menemukan basil atau kuman penyakit Tuberculose (TBC).

Sebagaimana dikatakan di atas cara ini sudah menunjukkan adanya aktivitas manusia dalam mencari kebenaran, walaupun lebih banyak mengandung unsurunsur untung-untungan. Di samping itu cara tersebut kerap kali memerlukan waktu yang lama karena kegiatan mencoba itu tidak dapat direncanakan, tidak terarah dan tidak diketahui tujuannya. Dengan kata lain cara ini terlalu bersifat meraba-raba, tidak pasti dan tanpa pengertian yang jelas. Oleh karena itulah maka cara trial and error tidak dapat diterima sebagai metode keilmuan dalam usaha menggungkapkan kebenaran ilmu, terutama karena tidak memberikan jaminan untuk sampai pada penemuan kebenaran yang dapat mengembangkan ilmu secara sistematik.

3. Penemuan kebenaran melalui otoritas atau kewibawaan

Di dalam masyarakat, kerapkali ditemui orang-orang yang karena kedudukan
pengetahuannya sangat dihormati dan dipercayai. Orang tersebut memiliki kewibawaan yang besar di lingkungan masyarakatnya. Banyak pendapatnya yang diterima sebagai kebenaran. Kepercayaan pada pendapatnya itu tidak saja karena kedudukannya di dalam masyarakat itu, misalnya sebagai pemimpin atau pemuka adat atau ulama dan lain-lainnya, tetapi dapat juga karena keahliannya dalam bidang tertentu. Otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang yang cukup banyak. Pendapat-pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar. Namun, pendapat otoritas ilmiah itu tidak selamanya benar. Ada kalanya, atau bahkan sering, pendapat mereka itu kemudian ternyata tidak benar, karena pendapat tersebut tidak diasalkan dari penelitian, melinkan hanya didasarkan atas pemikiran logis.

Kiranya jelas, bahwa pendapat-pendapat sebagai hasil pemikiran yang demikian itu akan benar kalau premise-premisenya benar. Kembali ke masa lampau, Anda pasti mengenal teori evolusi dari Darwin, yang selama ini diakui kebenarannya oleh banyak orang, tiada lain arena yang bersangkutan dipandang ahli dibidangnya sehingga mampu meyakinkan tentang kebenaran teorinya walaupun tidak bertolak dari pembuktian ilmiah melalui fakta fakta pengalaman. Di samping itu banyak tokoh-tokoh sejarah yang karena memiliki otoritas atau kewibawaan di lingkungan masyarakatnya, berbagai pendapat yang dikemukakannya dipandang sebagai kebenaran, walaupun berlakunya terbatas selama jangka waktu tertentu. Misalnya Hitler dengan teorinya tentang ras Asia sebagai ras yang terbaik di dunia. Sukarno sebagai presiden di zamannya dengan berbagai teorinya mengenai politik, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lainnya. Pendapat-pendapat seperti itu kerapkali berguna juga, terutama dalam merangsang dan memberi landasan bagi usaha penemuan-penemuan baru di kalangan orang-orang yang menyangsikannya. Akan tetapi cara inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam metode keilmuan karena lebih banyak diwarnai oleh subjektivitas dari orang yang mengemukakan pendapat tersebut.
4. Penemuan Kebenaran secara spekulatif
Cara ini mengandung kesamaan dengan cara trial and error karena mengandung unsur untung-untungan dalam mencari kebenaran. Oleh karena itu cara ini dapat dikatagorikan sebagai trial and error yang teratur dan terarah. Dalam prakteknya seseorang telah memulai dengan menyadari masalah yang dihadapinya, dan mencoba meramalkan berbagai kemungkinan atau alternatif pemecahannya. Kemudian tanpa meyakini betul-betul tentang ketepatan salah satu alternatif yang dipilihnya ternyata dicapai suatu hasil yang memuaskan sebagai suatu kebenaran. Dengan kata lain yang bersangkutan memilih salah satu dari beberapa kemungkinan pemecahan masalah itu, walaupun tanpa meyakini bahwa pilihannya itu sebagai cara yang setepat-tepatnya. Cara spekulatif seperti itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Dalam hubungan ini sering ditemui orang yang pandangan atau intuisinya tajam, yang memungkinkan penggunaan cara spekulatif dalam menanam sejenis tanaman di tanah gambut. Dari penanaman yang cukup banyak untuk jangka waktu tertentu, ternyata dihasilkannya suatu kebenaran bahwa jenis tanaman tersebut dapat tumbuh subur di atas tanah gambut atau sebaliknya.

Di atas telah dikemukakan bahwa cara ini mengandung unsur untung-untungan yang sangat dominan, sehingga tidak efektif untuk dipergunakan dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah. Unsur untung-untungan itu mengakibatkan cara menemukan kebenaran lebih bersifat meraba-raba, sehingga kemungkinan gagal lebih besar daripada keberhasilan menemukan kebenaran sebagaimana diharapkan. Salah satu contoh dari untung-untungan adalah ketika pemerintah menyediakan proyek penanaman tahan gambut untuk ditanami dengan pohon yang produktif. Setelah diolah ternyata mengalami kegagalan, karena masih memerlukan teknologi yang lebih canggih untuk pengolahan tanahnya. Contoh lain, bagi Anda yang hidupnya dalam lingkungan pertanian pernah mengenal ubi Cilembu yang terkenal karena manisnya. Ada beberapa petani yang mencoba menanam ubi Cilembu diluar daerah Sumedang dengan harapan bisa menghasilkan ubi yang manis, akan tetapi setelah panen ternyata hasilnya tidak sama dengan yang aslinya.

5. Akal Sehat
Akal sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda sekalipun dalam batas tertentu keduanya mengandung persamaan. Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973:3) akal sehat adalah serangkaian konsep (concepts) dan bagan konseptual (conceptual schemes) yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah kata-kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus. Bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoritis. Walaupun akal sehat yang berupa konsep dan bagan konsep itu dapat menunjukkan hal yang benar, namun dapat pula menyesatkan. Sebagai tenaga pendidik, Anda pernah melihat, mendengar atau mengalami tentang hukuman dan ganjaran dalam pendidikan. Pada abad ke-19 menurut akal sehat yang diyakini oleh banyak pendidik, hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Penemuan ilmiah ternyata membantah kebenaran akal sehat tersebut. Hasil-hasil penelitian dalam bidang psikologi dan pendidikan menunjukkan bahwa bukan hukuman yang merupakan alat utama dalam pendidikan, melainkan ganjaran. Melalui hukuman dapat berdampak rasa tertekan pada anak, sedangkan dengan ganjaran dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, sehingga potensi anak dapat berkembang lebih baik.

6. Prasangka
Pencapaian pengetahuan secara akal sehat diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal yang demikian itu menyebabkan akal sehat mudah beralih menjadi prasangka. Dengan akal sehat, orang cenderung mempersempit pengamatannya karena diwarnai oleh pengamatannya itu, dan cenderung mengkambing-hitamkan orang lain atau menyokong sesuatu pendapat . Orang sering tidak mengendalikan keadaan yang juga dapat terjadi pada keadaan lain. Orang sering cenderung melihat hubungan antar dua hal sebagai hubungan sebabakibat yang langsung dan sederhana, padahal sesungguhnya gejala yang diamati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal sehat orang cenderung kearah pembuatan generalisasi yang terlalu luas, kemudian merupakan prasangka.

7. Pendekatan Intuitif
Dalam pendekatan intuitif orang menentukan “pendapat” mengenai sesuatu berdasar atas “pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang tidak difikirkan lebih dahulu. Dengan intuisi, orang memberikan penilaian tanpa didahului sesuatu renungan. Pencapaian pengetahuan yang demikian itu sukar dipercaya. Di sini tidak terdapat langkahlangkah yang sistematik dan terkendali. Metode yang demikian itu biasa disebut metode a-priori. Dalil-dalil seseorang yang a-priori cocok dengan penalaran, belum tentu cocok dengan pengalaman atau data empiris. Anda mungkin sempat menyaksikan televisi tentang jatuhnya benda angkasa yang menghantam beberapa rumah sampai hancur. Dengan jatuhnya benda angkasa tersebut Anda langsung percaya bahwa di atas bumi ada berbagai benda yang satu waktu bisa turun ke bumi.

PERKEMBANGAN TULISAN SISWA SEKOLAH DASAR

PERKEMBANGAN TULISAN SISWA SEKOLAH DASAR
Dra.Novi Resmini, M.Pd

Pengajaran menulis di sekolah dasar diharapkan dapat membekali siswa dengan kemampuan menulis yang baik. Pelaksanaan pengajaran menulis di sekolah dasar terutama di kelas satu dan dua tidak dapat dipisahkan dari membaca permulaan, walaupun membaca dan menulis merupakan dua kemampuan yang berbeda. Menulis bersifat produktif sedangkan membaca bersifat reseptif.
Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar mengajar. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang bunyi siswa harus berlatih dari cara memegang alat tulis serta menggerakkan tangan dangan memperhatikan apa yang harus ditulis (digambarkan). Siswa harus dilatih mengamati lambang bunyi tersebut, memahami setiap huruf sebagai lambang bunyi tertentu sampai dapat menuliskanya sampai benar. Agar bermakna, proses belajar menulis permulaan ini dilaksanakan setelah siswa mampu mengenal huruf-huruf yang diajarkan.
Pembelajaran menulis di SD dibagi menjadi dua tahap, yaitu menulis permulaan dan menulis lanjutan. Berbicara tentang pengajaran menulis permulaan di SD, tidak terlepas dari perkembangan tulisan anak-anak sebelum mereka memasuki jenjang di kelas satu sekolah dasar. Anak yang belajar mencoret-coret di atas kertas dalam usia tiga setengah tahun bisa dikatakan sudah mulai belajar menulis. Hanya saja hasil tulisan yang telah ditulis itu belum bermakna, tetapi bagi anak dalam usia tersebut sudah bermakna.

Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks bagi seorang anak. Menulis akan beranalogi dengan proses berpikir, pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan strategi-strategi yang harus menyertainya. Perkembangan kemampuan menulis terbentuk sejalan dengan keterampilan membaca. Pada usia 2 atau 3 tahun seorang anak sudah memiliki “specific ideas” (gagasan khusus) untuk bahasa tulis dan bagaimana mengoperasionalkan hal itu melalui membaca dan menulis. Melihat kenyataan itu maka “membaca dan menulis” harus dikembangkan sejak dini dan bersamaan. Tentu bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru untuk mengajarkannya. Oleh karena itu, keterampilan menulis hendaknya dibina dan dikembangkan secara berkesinambungan setiap harinya. Sedangkan untuk tingkat sekolah dasar sebaiknya dalam setiap hari itu sebaiknya disediakan waktu sekitar 40 sampai 45 menit untuk menulis. Dengan kata lain, guru harus menyediakan waktu untuk kegiatan “menulis” bagi para siswanya secara berkesinambungan setiap harinya minimal 40 sampai 45 menit untuk tingkat sekolah dasar.
Seorang anak (siswa) akan mengembangkan kemampuan “menulis” sesuai dengan keragaman pengalaman dan teknik-teknik menulisnya sendiri. Oleh karena itu, guru harus mampu secara konstan menilai perkembangan kemampuan anak/siswa yang ada hubungannya dengan perkembangan kemampuan menulis.
Pada mulanya tulisan anak berkembang melalui beberapa cara; ada yang secara bersinambungan, berurutan, ada yang membosankan, ada pula yang benar-benar luar biasa. Jadi, berkaitan dengan sebuah tulisan tidak hanya bagaimana si penulis menyampaikan sebuah gagasan tentang subyek yang dipilihnya, tetapi tulisan itu harus mampu mengoperasikan pemaparan, bisa dibaca, dan menggunakan ejaan yang tepat dan kaidah-kaidah gramatikal yang benar. Jadi, penulis, melalui hasil tulisannya, harus mempertimbangkan pembaca atau audiens yang akan membaca tulisannya. Dengan demikian, dalam rangka membina kemampuan menulis siswa, guru hendaknya menciptakan situasi pembelajaran yang dapat mengajari anak/siswa dapat berpartisipasi aktif dan mengembangkan beragam teknik menulis menurut cara mereka, serta upaya-upaya penugasan yang dapat merangsang siswa aktif menulis sehingga siswa mendapat kesemapatan latihan menulis. Pada akhirnya, siswa memiliki keterampilan menulis sebagai salah satu kiat berbahasa dan atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa ragam tulis.
Secara tidak langsung anak dibina pula penggunaan kebahasaannya untuk menaati asasi kaidah-kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Misalnya, penggunaan ejaan, tanda baca, serta kaidah-kaidah gramatika.
Sejalan dengan perkembangan tulisan anak-anak, berikut ini akan dibahas perkembangan tulisan anak-anak di kelas 1, 2 dan kelas 3 sekolah dasar, dan perkembangan tulisan anak-anak kelas tinggi, yaitu kelas 4, 5, dan kelas 6 sekolah dasar.

A. Perkembangan Tulisan Siswa Kelas Rendah

Perkembangan tulisan anak-anak setelah masuk di kelas satu dan dua sekolah dasar banyak bergantung pada kreativitas guru. Oleh karena itu, guru diharapkan membekali dirinya dengan kemampuan menulis. Guru pun dituntut memiliki kemampuan memilih metode yang sesuai sehingga dapat merangsang kreativitas siswa.
Beberapa guru berpendapat menulis adalah keterampilan yang tidak diajarkan di TK. Calkins (1986) menyatakan bahwa anak-anak berpengetahuan awal tentang tulisan. Mereka memiliki kecenderungan melihat mereka sendiri sebagai penulis. Dalam hal ini mereka dengan cepat mempelajari konvensi bahasa tulis. Calkins juga menyatakan guru-guru TK dan guru-guru kelas satu hendaknya menciptakan situasi menulis yang menarik. Misalnya dengan menyiapkan kertas dan amplop untuk menulis surat atau kertas indeks untuk menempelkan objek-objek di ruangan.
Anak kelas satu ingin menulis, menulis, dan menulis lagi. Kegiatan menulis tampaknya mengalir dari hasil yang tampa kualitas dan setelah draft pertama ditulis, beberapa anak cemas untuk memulai lagi. Dalam masa menulis biasanya bagi pemula menulis tiga atau empat baris. Anak-anak kelas satu mempunyai keinginan untuk menuliskan idenya pada lembaran kertas dan mengeluarkan pendapatnya yang masih ada di otak mereka.
Untuk penulis-penulis kelas satu, menyiapkan tulisan merupakan hal-hal yang sangat terbatas atau pada dasarnya tidak dijumpai sampai mereka mengetahui bahwa lembar yang dihapus dari tulisan mereka dapat dibaca dengan mudah. Bahkan sampai saat ini keinginan yang kuat untuk memulai dan menyelesaikan lembaran dalam waktu singkat masih ada. Oleh karena itu, ini merupakan kesempatan yang penting untuk seoramg anak ketika menghapus atau mencoret tulisan pada kertas untuk pertama kali. Anak-anak kelas satu sekarang sudah mengenal lembaran sebuah draft yang memerlukan pengolahan untuk memperbaiki bacaan dan akhirnya dapat dianggap sebagai penulis..
Guru dapat membedakan dan mengevaluasi perubahan tulisan yang berlangsung selama tahun pertama dengan mendata contoh-contoh pekerjaan siswa dan menyimpanya. Guru seharusnya duduk dekat dengan siswa secara individu mendiskusikan dan merefleksikan pada pertumbuhan dan kemajuan mereka.
Di kelas dua menulis dapat dibedakan. Beberapa anak melanjutkan menulis dengan meyakinkan dan antusias seperti yang dikerjakan di kelas satu, menghasilkan lembaran cerita yang menjelaskan tentang kehidupan mereka. Bagi anak-anak lain, menulis merupakan aktivitas yang tidak menarik. Satu kata yang salah ejaanya dapat menyebabkan siswa akan melemparkan kertas itu sebelum mencoba menulis lagi. Bahkan tanda salah yang kecil pun dapat menyebabkan anak membuang kertas dan memulai lagi.
Ketika anak meninggalkan dunia egosentris pada tahap operasi konkret, mereka mulai mengetahui bahwa beberapa benda dapat diterima sedang lainya tidak. Anak-anak kelas satu jarang mengkhawatirkan tulisan mereka, sebab mereka memberikan semua perhatian untuk menikmati aktivitas menulis dan bukanya mencari reaksi pembaca. Bagi anak-anak kelas dua sebaliknya pengesahan dan penerimaan sangatlah penting. Suatu contoh, jika guru memuji cerita Maria tentang keranya, siswa yang lain mungkin memilih cerita yang mirip tentang binatang dengan harapan guru akan memuji harapan mereka, sehingga pengakuan terhadap dirinya mulai terlihat di kelas dua.
Ketika anak-anak kelas dua menulis tentang kejadian, mereka ingin memasukan segalanya seperti pada karangan yang objektif pada suatu peristiwa. Setiap aspek peristiwa yang penting atau tidak hendaknya diberikan perhatian yang yang sama dan sedikit memberikan interpretasi.
Anak-anak pada usia ini sering membuat cerita “bed-to bed” yang naratif dalam kejadian-kejadian yang terjadi dari waktu mereka bangun tidur di pagi hari sampai tidur di malam hari (Calkins,1986). Bahkan jika maksud menulis itu untuk mendiskripsikan ulang tahun atau hari raya, terbuka untuk mendapatkan perhatian yang sama seperti menyiapkan makan pagi dan membersihkan kamar tidur.

B. Perkembangan Tulisan Siswa Kelas Tinggi

Pada usia 11-12 tahun seorang anak telah memasuki tahap integrasi. Pada tahap itu anak-anak telah dapat mempertimbangkan seluruh aspek yang melingkupinya. Anak telah dapat mengaplikasikan konteks komunikatif dalam mengarang seperti bentuk, gaya, pembaca, dan tujan penulisan (Kroll dan Wells dalam Tan, 1991).
Secara lebih rinci dan sistematis Farris (1993:202) menunjukkan profil kemampuan siswa sekolah dasar dalam mengarang berdasarkan proses dan kegiatan menulisnya. Siswa kelas tinggi sekolah dasar pada proses menulisnya, yakni dalaam tahapan pramenulis sudah mampu (1) memfokuskan gagasannya pada satu topik tertentu, (2) berpikir abstrak dengan tidak lagi memerlukan hadirnya contoh konkret, dan (3) menganjukan pertanyaaan pada dirinya sendiri.
Pada tahap pengedrafan mereka telah mampu (1) menuangkan gagasannya dalam bentuk draf secara berbeda-beda sesuai dengan sudut pandak, bentuk, dan suasana, (2) menunjukkan kesadaran adanya pembaca, (3) mengawali cerita dari berbagai bagian, misalnya dari bagian tengah, (4) menunjukkn rasa simpati, (5) menumbuhkan kesadaran terhadap pemenuhan elemen tulisan yang baik, dan (6) menulis, membaca, serta menyunting tulisannya sendiri.
Pada tahap perbaikan siswa seokolah dasar kelas tinggi sudah mampu (1) melakukan peyuntingan terhadap tulisannya sendiri, (2) mengaplikasikan aspek mekanikal tulisan atau karangan, dan (3) mempertimbangkan calon pembacanya.

1. Fungsi dan tulisan anak

Pada bagian awal telah dikemukakan bahwa sejak usia 2 atau 3 tahun seorang anak sudah memiliki “ specific ideas” untuk ragam “bahasa tulis” dan bagaimana mengoperasionalkan hal itu, melalaui membaca dan menulis.
Berdasarkan pernyataan di atas, ada beberapa hal yang dapat kita pertimbangkan untuk melihat fungsi dan bentuk tulisan anak, diantaranya:
– kemampuan “menulis” tidak diturunkan secara biologis
– kemampuan “menulis” terbentuk sejalan dengan “kemampuan membaca”
– kemampuan “menulis” dapat dibina dan dikembangkan sejak usia dini, dan juga kemampuan membaca dirinya.
– kemampuan “menulis” lahir setelah kemampuan menyimak dan membaca.

Perkembangan tulisan anak itu beranjak secara “spiral” sejalan dengan perkembangan mentalnya. Dari “nonrepresentasional” sampai pada “representasional”, dari “pramelek aksara” hingga “fasih beraksara”, dari “menggambar aksara” hingga melahirkan tulisan.
Tulisan adalah sosok akhir dari aktivitas seseorang berkiat menulis. Kiat menulis dapat dianalogikan dengan proses perpaduan antara kognitif, pengetahuan, keterampilan, strategi, dan bahasa.
Aktivitas merangkai paparan tentang sesuatu ke dalam suatu bentuk tulisan agar dapat dipahami oleh orang lain pada seorang anak berkembang “sejak anak” menguasai kemampuan menyimak dan berbicara. Kemampuan menerima simakan dan menuturulangkan hasil simakan merupakan bagian dari perkembagan kemampuan menulis atau sebagai titik spiral/perkembangan tulisan anak.
Kita sadari bahwa tulisan anak (merangkaikan paparan suatu ide untuk disampaikan pada orang lain) sudah dimulai sebelum mereka mampu menuliskannya (menggunakan aksara), berdasarkan hasil simakan yang kemudian direkonstruksikan dengan versinya sendiri. Dengan bentuk suatu pola yang paling disukainya, maka biasanya pemaparan dimulai dari apa yang paling menarik dari dirinya, orang lain (lawan tutur), topik, dan baru pada tujuannya.
Jadi, jika kita berniat hendak mengenali suatu tulisan anak. Baik itu”fungsi maupun bentuk” maka kita harus mampu mengenali:
(a) siapa diri anak: maksudnya pada umumnya anak pada tahap-tahap awal, mengembangakan kemampuan menulis, selalu ingin dekat bahkan tidak ingin dipisahkan dari apa yang sedang dikisahkan dalam tulisannya. (b) audiensi: anak pada tahap awal ini sangat tinggi tingkat ketergantungan pada orang dewasa yang ada di sekitarnya. Demikian tingkat kecemasan/rasa ingin tahu mereka dilakukan dengan mengenali siapa orang-orang yang berada paling dekat dengan anak. Hal itu akan sangat mempengaruhi tahap perkembangannya. (c) Topik: hal-hal yang sedang ”in” pada saat itu bagi anak-anak. (d) Tujuan: apakah dalam tulisannya itu anak hanya sekedar menyampaikan sesuatu, menguraikan sesuatu, atau mengekspresikan sesuatu.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengklasifikasikan “fungsi dan bentuk tulisan anak”. Ada lima bentuk dasar cara anak menuangkan gagasan atau pesannya ke dalam sebuah karangan tulisan, yaitu bentuk ekspresi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan narasi
Adapun dalam menyampaikan gagasan atau pesan kepada para pembacanya, dikenal tiga cara, yaitu:
(1) mengekspresikan
(2) bertransaksional
(3) berpuisi

2. Perkembangan tulisan siswa berdasarkan tahapan proses menulis

Siswa sekolah dasar yang telah berada di kelas 3 sampai kelas 6 tentu saja dipandang sudah melewati masa menulis permulaan dan sudah meguasai keterampilan membaca dan menulis permulaan.
Sejalan dengan hal di atas, maka diprediksikan tulisan anak pun sudah dapat memasuki tahap menulis lanjut. Tulisan yang dihasilkan oleh anak sudah mampu menyampaikan pesan pada suatu khalayak pembacanya. Perkembangan tulisan anak ini akan dibedakan memjadi dua kelompok, yakni kelas 3, dan kelas 4, 5, dan kelas 6. Adapun dasar pengelompokan kami gunakan proses menulis yang terdiri dari tiga tahap, yakni: (1) Pra-menulis, (2) menulis, dan (3) kaji ulang tulisan.
Farris (1993) mengidentifikasi perkembangan tulisan anak kelas 3 sekolah dasar berdasarkan tiga tahapan di atas sebagai berikut.

Tahap pramenulis
1. siswa akan membicarakan atau mendiskusikan ide atau gagasan yang akan ditulisnya dengan orang lain, atau teman-temannya.
2. ide atau gagasan yang disampaikan lebih terfokus pada pemecahan masalah.
3. terfokus pada suatau jalan pikiran

Tahap menulis
1. memilih hal-hal atau topik-topik yang paling berkesan pada dirinya sendiri
2. pemaparan secara sekuensial
3. belum memiliki refleksi/nalar

Tahap kaji ulang tulisan

1. belum mampu melakukan koreksi secara sendiri
2. takut akan membuat atau melakukan koreksi sendiri

Sementara itu untuk siswa kelas 4, 5 dan 6, perkembangan tulisan siswa adalah sebagai berikut.

Tahap pramenulis

1. telah mampu memfokuskan pada suatu topik dengan berbagai pandangan
2. mampu berpikir pada hal-hal yang abstrak, istilah-istilah, dan contoh yang tidak hadir/dihadirkan.

3. mampu bertanya pada dirinya sendiri

Tahap menulis

1. menuliskan masalah, ide, gagasan atau pesan dari berbagai sudut pandang, cara atau mood.
2. sudah mampu mempertimbangkan khalayak pembacanya.
3. mampu mengwali penceritaan dari berbagai bagian tulisan.
4. mampu menunjukan rasa empati.
5. mampu mempertimbangkan bagian-bagian untuk tulisan yang baik.
6. mampu membaca, menulis, dan mengedit tulisan.

Tahap kaji ulang tuiisan

1. mampu mengedit tulisan sendiri
2. mampu mengoreksi dan menghubungkan tulisan dengan unsure mekanis, berbagai kaidah
3. mampu menyadari keberadaan pembantu kaidah

Contoh Jenis Pertanyaan Berdasarkan Tingkatan Berpikir Taksonomi Bloom

Contoh Jenis Pertanyaan Berdasarkan Tingkatan Berpikir Taksonomi Bloom

Sering kita mengamati guru yang mengajukan banyak pertanyaan dalam proses pembelajarannya di dalam kelas. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkadang sangat banyak sehingga terkesan bahwa guru itu sedang menguji siswanya. Namun, apabila dicermati, jenis-jenis pertanyaan yang dilontarkan hanya sebatas pertanyaan yang membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, atau pertanyaan yang membutuhkan hanya satu jawaban tertentu. Pertanyaan tersebut sama sekali tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif, yaitu kurang menuntut siswa untuk mengemukakan gagasannya sendiri.
Jenis pertanyaan yang diajukan atau tugas yang diberikan oleh guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan berpikir siswa. Pertanyaan/tugas tersebut bukan hanya untuk memfokuskan siswa pada kegiatan, tetapi juga untuk menggali potensi belajar mereka. Pertanyaan atau tugas yang memicu siswa untuk berpikir analitis, evaluatif, dan kreatif dapat melatih siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif.
Kondisi di atas akan terjadi apabila guru cukup selektif dalam menggunakan jenis pertanyaan yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Pada tahun 1950, Benjamin S. Bloom memperkenalkan konsep tingkatan dalam berpikir. Tingkatan berpikir tersebut dapat dipakai guru dalam menyusun pertanyaan atau tugas yang akan diberikan kepada siswa. Berikut adalah tingkatan berpikir Bloom versi perbaikan.


Mengkreasi

Menghasilkan ide-ide baru, produk, atau cara memandang terhadap sesuatu.
Kegiatan: mendisain, membangun, merencanakan, menemukan.


Mengevaluasi

Menilai suatu keputusan atau tindakan.
Kegiatan: memeriksa, membuat hipotesa, mengkritik, bereksperimen, memberi penilaian.


Menganalisis

Mengolah informasi untuk memahami sesuatu dan mencari hubungan.
Kegiatan: membandingkan, mengorganisasi, menata ulang, mengajukan pertanyaan, menemukan.


Menerapkan

Menggunakan informasi dalam situasi lain.
Kegiatan: menerapkan, melaksanakan, menggunakan, melakukan..


Memahami

Menerangkan ide atau konsep.
Kegiatan: menginterpretasi, merangkum, mengelompokkan, menerangkan.


Mengingat

Kegiatan: mengenali, membuat daftar, menggambarkan, menyebutkan

Coba cermmati contoh pertanyaan/tugas berdasarkan tingkatan berpikir Taksonomi Bloom

Mata Pelajaran Matematika
Bangun 3 Dimensi

Pada tingkatan berpikir Mengkreasi contoh:
Rancanglah suatu bangun baru yang memiliki bagian-bagian yang berasal dari bangun yang kamu pilih tadi. Beri nama untuk bangun barumu dan namailah bagian-bagiannya.

Pada tingkatan berpikir mengevaluasi contoh:
Menurutmu, apakah bangun tersebut tepat digunakan di tempat kamu menemukannya
tadi? Mengapa?

Pada tingkatan berpikir menganalisis contoh:
Terangkan mengapa bangun tadi digunakan di tempat dimana kamu menemukannya.

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Gambarlah bangun yang kamu pilih tadi.

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Carilah benda-benda yang memiliki bentuk yang sama dengan bangun yang kamu
pilih tersebut.

Pada tingkatan berpikir mengingat contoh:
Sebutkan ciri-ciri dari bangun yang kamu pilih.

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Serangga

Pada tingkatan berpikir Mengkreasi contoh:
Buatlah jenis serangga baru dari bagian-bagian tubuh serangga yang ada. Gambar dan beri nama bagian-bagian tersebut.

Pada tingkatan berpikir mengevaluasi contoh:
Kalau kamu ingin menjadi serangga, serangga apa yang jadi pilihanmu? Sebutkan alasannya, paling sedikit lima alasan.

Pada tingkatan berpikir menganalisis contoh:
Pilih dua macam serangga, bandingkan. Tulislah hasil perbandinganmu.

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Wawancarailah 10 orang untuk mengetahui serangga yang paling tidak disukai. Buatlah
grafik dari hasil wawancara tersebut dan simpulkan hasilnya.

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Pilihlah satu nama serangga. Buatlah 10 pernyataan tentang serangga tersebut.
5 pernyataan tentang fakta dari serangga tersebut dan 5 lainnya merupakan opini. Tulis di atas kertas yang berbeda. Berikan kepada temanmu dan minta temanmu untuk
memeriksa pekerjaanmu.

Pada tingkatan berpikir mengingat contoh:
Buatlah daftar nama-nama serangga, kelompokkan berdasarkan jenis serangga yang
membahayakan dan tidak membahayakan.

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Pasar

Pada tingkatan berpikir Mengkreasi contoh:
Buatlah usulan perubahan/perbaikan yang dapat membuat pasar di sekitar rumahmu
menjadi lebih baik. Kirimkan surat itu kepada pemerintah setempat.

Pada tingkatan berpikir mengevaluasi contoh:
Setujukah kamu apabila semua pasar tradisional diganti dengan pasar modern? Mengapa?

Pada tingkatan berpikir menganalisis contoh:
Bandingkan kondisi beberapa jenis pasar, carilah apa saja kekuatan dan kelemahan masingmasing jenis pasar?

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Misalkan kamu adalah salah seorang anggota Panitia Peringatan Kemerdekaan RI di
sekolahmu dan merencanakan untuk membuat pesta. Buatlah daftar barang-barang yang kamu butuhkan dan putuskan di pasar jenis apa kamu akan membelinya. Berikan alasanmu.

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Cari nama-nama pasar yang kamu ketahui dan kelompokkan menurut jenisnya.

Pada tingkatan berpikir mengingat contoh:
Sebutkan jenis-jenis pasar yang kamu ketahui dan ciri-cirinya.

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sempurna

Kau begitu sempurna
Di mataku kau begitu indah
Kau membuat diriku
Akan selalu memujamu
Di setiap langkahku
ku kan selalu merindukan dirimu
Tapi satu bayangkan hidup tanpa cintamu
Janganlah kau tinggal diriku
Ku tak akan mampu semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Engkau di diriku, oh sayangku
Engkau begitu sempurna
Dinyanyikan oleh: Gita Gutawa


Pada tingkatan berpikir Mengkreasi contoh:
Tulislah sebuah puisi tentang seseorang yang kamu kirimi surat!

Pada tingkatan berpikir mengevaluasi contoh:
Selama ini sikap baik apa yang sudah kamu lakukan kepada seseorang yang kamu kirimi surat?

Pada tingkatan berpikir menganalisis contoh:
Bandingkan perasaanmu antara kepada temanmu dengan kepada seseorang yang kamu kirimi surat!

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Tulislah surat untuk seseorang, mungkin ibu atau gurumu yang sesuai dengan isi lagu tersebut!

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Rangkumlah isi lagu tersebut!

Pada tingkatan berpikir mengingat contoh:
Temukan dua kata yang bermakna kias!

Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Kancil and Crocodile

Kancil was a clever mousedeer. He had many enemies. One of them was Crocodile. Crocodile lived in a river in the forest. Now, one day, Kancil went to the river. It was a very hot day, and he wanted to have a bath. Kancil bathed and splashed about in the water. Crocodile saw Kancil. “A nice meal,” he thought. Then, he crawled behind Kancil
and grabbed him. He caught one of Kancil’s legs. Kancil was errified. Then, he had an idea. He saw a twig floating near him. He picked it up and said, “You stupid fool! So you think you’ve got me. You’re biting a twig – not my leg. Here, this is my leg.” And with that, he showed Crocodile the twig. Crocodile could not see well. He was a very stupid creature, too. He believed the cunning mouse-deer. He freed the mousedeer’s leg and snapped upon the twig. Kancil ran out of the water immediately.” Ha! Ha!” he laughed.
“I tricked you!”.

Pada tingkatan berpikir Mengkreasi contoh:
Compose a letter of apology from Kancil to Crocodile.

Pada tingkatan berpikir mengevaluasi contoh:
Do you think Kancil has done the right thing? Why?

Pada tingkatan berpikir menganalisis contoh:
In what ways are Kancil and Crocodile different?

Pada tingkatan berpikir menerapkan contoh:
Change the sentences in one of the paragraphs into the present tense.

Pada tingkatan berpikir memahami contoh:
What examples from the story show that Kancil was a cunning animal?

Pada tingkatan berpikir mengingat contoh:
Why did Kancil go to the river?