Teori-teori dalam Kepemimpinan

Teori-teori dalam Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan.

Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain :

Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan
Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.

Sebab-sebab munculnya pemimpin
Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:

a.Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin.
Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri
b.Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan

Syarat-syarat kepemimpinan
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.

Tipe dan gaya kepemimpinan
Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya berbeda dari orang lain.

Teori-teori dalam kepemimpinan pada umumnya menunjukkan perbedaan karena setiap teoritikus mempunyai segi penekanannya sendiri yang dipandang dari satu aspek tertentu.

Teori-teori dalam Kepemimpinan

1. Teori Sifat

Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:

– pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
– sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
– kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

2. Teori Perilaku

Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:

a. konsiderasi dan struktur inisiasi

Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.

b. berorientasi kepada bawahan dan produksi

perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.

Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.

Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)

3. Teori Situasional

Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah

* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.

Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan” :

Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.

Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:

* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Model Situasional

Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah

* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.

d. Model ” Jalan- Tujuan ”

Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :

Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.

Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.

Baca Artikel Lain

Contoh Surat Jaminan;>>>> Baca

Komunikasi Dan Self-disclosure;>>>> Baca

Perencanaan Penggunaan Media dalam Perencanaan Komunikasi;>>>>>>>> Baca

Perencanaan Pembelajaran Seni Rupa di Taman Kanak-kanak;>>>>>>>>> Baca

Bukti Audit dan Kertas Kerja Audit;>>>>>>>>> Baca

Kumpulan Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

Convention Againt Torture And other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan
Atas Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi,
atau Merendahkan Martabat Manusia

Penganiayaan berarti perbuatan apa pun yang dengannya sakit berat atau penderitaan, apakah fisik ataupun mental, dengan sengaja dibebankan pada seseorang untuk tujuan-tujuan seperti memperoleh darinya atau orang ketiga informasi atau suatu pengakuan, menghukum dia karena suatu perbuatan yang dia atau orang ketiga telah melakukannya atau disangka telah melakukannya, atau mengintimidasi atau memaksa dia atau orang ketiga, atau karena alasan apa pun yang didasarkan pada diskriminasi macam apa pun, apabila sakit atau penderitaan tersebut dibebankan oleh atau atas anjuran atau dengan persetujuan atau persetujuan diam-diam seorang petugas pemerintah atau orang lain yang bertindak dalam suatu kedudukan resmi. Istilah tersebut tidak mencakup sakit atau penderitaan, yang timbul hanya dari hal-hal yang melekat atau insidental pada sanksi-sanksi yang sah.

Setiap Negara Peserta akan mengambil tindakan-tindakan legislatif, administratif, pengadilan atau lainnya untuk mencegah perbuatan-perbuatan penganiayaan di dalam setiap wilayah yang berada di bawah yurisdiksinya.

Tidak ada keadaan-keadaan pengecualian apa pun, apakah suatu keadaan perang atau ancaman perang, ketidakstabilan politik internal atau keadaan darurat umum lain apa pun, dapat dijadikan sandaran sebagai pembenaran tindakan penganiayaan.

Sebuah perintah dari pejabat yang lebih tinggi atau wewenang umum tidak dapat dijadikan sandaran sebagai pembenaran tindakan penganiayaan.

Tidak satu pun Negara Peserta dapat mengeluarkan (“mengusir”) atau mengekstradisi seseorang ke Negara lainnya apabila ada alasan-alasan yang kuat untuk meyakini bahwa dia akan berada dalam keadaan bahaya karena dijadikan sasaran penganiayaan.

Untuk tujuan menentukan apakah ada alasan-alasan semacam itu, maka para penguasa yang berwenang harus memperhitungkan semua pertimbangan yang relevan termasuk, apabila berlaku, keberadaan di Negara yang bersangkutan suatu pola tetap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang besar, mencolok atau massal.

Setiap Negara Peserta akan menjamin bahwa semua perbuatan penganiayaan adalah merupakan pelanggaran menurut hukum pidananya. Hal yang sama berlaku pada usaha untuk melakukan penganiayaan dan pada suatu perbuatan oleh orang apa pun yang merupakan keterlibatan atau keikutsertaan dalam penganiayaan.

Tulisan Lain

PERENCANAAN PROGRAM KOMUNIKASI >>>>>>> Baca

HAKEKAT IPS SEBAGAI PROGRAM STUDI >>> Baca

KONSEP DASAR ILMU SOSIAL >>>>>>>>>> Baca

LIBERTARIANISM, SISTEM KOMUNIS >>> Baca

KARL MARX Dan EMILE DURKHEIM>>> Lihat

Convention The Rights of The Child

Konvensi tentang Hak‑hak Anak

Yang dimaksud seorang anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali, berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak-anak, kedewasaan dicapai lebih cepat.

Para negara Peserta Konvensi ini, akan menghormati dan menjamin hak-hak yang dinyatakan dalam Konvensi ini bagi semua anak yang berada dalam wilayah yurisdiksi mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, asal usul etnik atau sosial, kepemilikan, ketidakmampuan, kelahiran maupun kedudukan lain dari orang tua atau walinya yang sah.

Para negara Peserta akan mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin agar anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman berdasarkan kedudukan, kegiatan, pendirian yang dinyatakan atau keyakinan orang tuanya, walinya yang sah, atau anggota keluarganya.

Dalam segala tindakan yang menyangkut anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial milik pemerintah maupun swasta, pengadilan, pejabat-pejabat pemerintah maupun badan-badan legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

Para negara Peserta berusaha untuk menjamin agar anak memperoleh perlindungan dan perawatan yang diperlukan demi kesejahteraannya dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban orang tua atau walinya yang sah, dan untuk tujuan ini, akan mengambil semua langkah legislatif dan administratif yang tepat.

Para negara Peserta akan menjamin bahwa lembaga-embaga, pelayanan-pelayanan dan sarana-sarana yang bertanggung jawab atas perawatan dan perlindungan anak akan menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan oleh pihak yang berwewenang, terutama dalam bidang-bidang keselamatan, kesehatan, dalam jumlah dan kesesuaian petugas serta wewenang pengawasannya.

Para negara Peserta akan mengambil semua langkah legislatif, administratif dan langkah-langkah lainnya, guna pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini. Dalam hal yang menyangkut hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, Negara Peserta akan mengambil langkah-langkah hingga batas maksimal sesuai sumberdaya yang ada dan, jika diperlukan, dalam kerangka kerja sama internasional.

Para negara Peserta akan menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban para orang tua, atau, di mana terjadi, anggota keluarga atau komunitas sesuai adat kebiasaan setempat, para wali atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas diri anak itu, untuk memberikan, dalam cara yang sesuai dengan perkembangan kemampuan anak, bimbingan dan pedoman yang tepat dalam pelaksanaan oleh anak-anak atas hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini.

Para negara Peserta mengakui bahwa setiap anak mempunyai hak yang melekat untuk hidup.

Para negara Peserta akan menjamin sampai batas kemungkinan maksimum kelangsungan hidup dan perkembangan anak.

Anak akan didaftarkan segera setelah lahir dan akan mempunyai hak sejak lahir atas sebuah nama, hak memperoleh kewarganegaraan, dan sedapat mungkin, hak untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya.

Para negara peserta akan menjamin pelaksanaan hak‑hak ini sesuai dengan hukum nasional dan kewajiban‑kewajiban mereka berdasarkan instrumen‑instrumen internasional yang relevan di bidang ini, terutama apabila anak akan menjadi tidak berkewarganegaraan.

Para negara Peserta berusaha untuk menghormati hak-hak anak untuk mempertahankan identitasnya, termasuk kewarganegaraannya, namanya dan hubungan keluarganya sebagaimana yang diakui oleh undang-undang tanpa campur tangan yang tidak sah.

Apabila seorang anak secara tidak sah dirampas sebagian atau seluruh identitasnya, para negara Peserta akan memberikan bantuan dan perlindungan guna memulihkan kembali identitasnya secepatnya. Para negara Peserta akan menjamin agar anak, di luar kehendaknya, tidak akan dipisahkan dari orang tuanya, kecuali jika pejabat-pejabat yang berwewenang memutuskan sesuai perundang-undangan dan prosedur yang berlaku bahwa pemisahan demikian perlu demi kepentingan terbaik anak. Keputusan demikian, yang bisa dikaji ulang secara yuridis, mungkin perlu untuk kasus khusus seperti antara lain yang melibatkan penganiayaan atau penelantaran anak oleh orang tua, atau bilamana orang tua berpisah sehingga keputusan mengenai tempat tinggal anak harus diambil.

Para negara Peserta akan menghormati hak anak yang terpisah dari salah satu atau kedua orang tuanya untuk memelihara hubungan pribadi dan untuk menemui kedua orang tuanya secara teratur, kecuali jika hal itu bertentangan dengan kepentingan terbaik bagi si anak.

Jika pemisahan seperti itu disebabkan oleh Negara Peserta, seperti penahanan, pemenjaraan, pengasingan, deportasi, atau kematian (termasuk kematian yang timbul oleh sebab apapun selama yang bersangkutan berada dalam tahanan Negara) dari salah satu atau kedua orang tua atau anak itu sendiri, maka Negara Peserta akan berdasar permintaan memberikan kepada orang tua, anak atau kalau perlu, anggota keluarga lainnya informasi esensial mengenai keberadaan (para) anggota keluarga yang terpisah itu kecuali jika pemberian informasi tersebut bertentangan dengan kesejahteraan anak. Para negara Peserta selanjutnya akan menjamin bahwa pengajuan permintaan seperti dimaksud tidak dengan sendirinya membawa akibat‑akibat yang merugikan bagi (para) pihak yang bersangkutan.

Para negara Peserta akan menjamin anak-anak yang mampu mengembangkan pandangan-pandangannya, hak untuk menyatakan pandangan itu secara bebas dalam segala hal yang berpengaruh pada anak, dan pandangan anak akan dipertimbangkan secara semestinya sesuai usia dan kematangan anak.

Anak berhak atas kebebasan berpendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi segala macam informasi dan gagasan, terlepas dari perbatasan wilayah, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk karya seni atau melalui media lain yang dipilih anak.

Penggunaan hak ini bisa dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal ini hanya bisa dilakukan dengan undang‑undang dan hanya jika diperlukan :

(a) untuk menghormati hak-hak atau reputasi orang lain; atau

(b) untuk melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan atau moral masyarakat.

Para negara Peserta akan menghormati hak anak atas kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama.

Para negara Peserta akan menghormati hak dan kewajiban orang tua dan jika ada, wali yang sah, untuk memberikan pengarahan kepada anak dalam penggunaan haknya dalam suatu cara yang konsisten dengan perkembangan kemampuan anak.

Kebebasan anak untuk mengamalkan ajaran agama atau keyakinannya hanya boleh dibatasi dengan undang-undang dan hanya jika diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan atau moral umum atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.

Para negara Peserta mengakui hak-hak anak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berkumpul dengan damai.

Tidak ada pembatasan yang boleh dikenakan atas penggunaan hak-hak ini selain pembatasan yang sesuai dengan undang-undang dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan orang lain.

Tidak ada seorangpun anak akan dikenai campur-tangan semena-mena atau tidak sah terhadap kehidupan pribadinya, keluarga, rumah atau surat menyuratnya, atau mendapat serangan tidak sah atas harga diri dan reputasinya.

Tulisan lain

Konsep dan Perilaku Monopoli >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> Baca

Struktur Spasial Perekonomian Kota dan Aglomerasi Ekonomi >>> Baca

Struktur Sosial Budaya, Pranata Sosial Budaya, dan Proses Sosial Budaya >>> Baca

Analisis Pasar Tenaga Kerja di Tingkat Regional dan Model Ekonomi Basis >>> Baca

Hukum Bisnis

Hukum Bisnis

Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Dengan demikian hukum mempunyai arti apabila dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret. Konkretisasi hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan perantaraan peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang mempunyai akibat hukum.

Selanjutnya pendukung hak dan kewajiban itu adalah subjek hukum yaitu orang, yang dapat terdiri dari manusia pribadi maupun badan hukum.

Objek Hukum, Hukum Perdata dan Hukum Bisnis

Objek dari hubungan hukum adalah benda, yaitu setiap barang atau hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Menurut sifatnya benda itu dibedakan menjadi benda berwujud atau barang dan benda tidak berwujud atau hak. Selanjutnya benda juga dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak, benda dipakai habis dan tidak dipakai habis, benda sudah ada dan benda akan ada, benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan, benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, benda terdaftar dan benda tidak terdaftar.

Salah satu lapangan hukum yang mengatur hubungan hubungan antara individu yang satu dengan lainnya adalah Hukum Perdata, yang mempunyai luas lapangan berdasarkan siklus hidup manusia yaitu, hukum tentang orang, hukum keluarga, hukum harta kekayaan (hukum benda dan hukum perikatan) dan hukum waris. Bagian dari Hukum Perdata yang khusus mengatur kegiatan dalam dunia perniagaan adalah Hukum Bisnis. Dengan demikian hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Bisnis adalah hubungan antara hukum umum (Hukum Perdata) dan hukum khusus (Hukum Bisnis), sehingga diantara keduanya berlaku asas Lex specialis derogat legi generalis.

HUKUM PERJANJIAN

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan disamping sumber-sumber lain. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang. Perikatan mempunyai pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian merupakan suatu hal yang konkret atau merupakan suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari perjanjian, akibat-akibatnya memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian.

Dalam Hukum Perjanjian dikenal adanya beberapa asas yang merupakan pedoman atau dasar aktivitasnya perjanjian. Asas-asas tersebut adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian. Di samping memperhatikan asas-asas tersebut, maka agar perjanjian yang dibuat itu sah harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
adanya kecakapan untuk membuat perjanjian;
suatu hal tertentu;
suatu sebab yang halal.

Jenis Perjanjian, Wanprestasi dan Hapusnya Perjanjian

Perjanjian yang terdapat di dalam KUH Perdata dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu perjanjian obligatoir, perjanjian liberatoir, perjanjian kekeluargaan, perjanjian pembuktian dan perjanjian kebendaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH Perdata adalah perjanjian obligatoir, yang dapat dibedakan lagi menjadi perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik, perjanjian konsensuil, formil dan riil, perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama atau jenis baru.

Ada kalanya perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna karena adanya wanprestasi. Bentuk-bentuk wanprestasi itu meliputi tidak memenuhi prestasi sama sekali, memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya, memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai dengan isi perjanjian. Akibat adanya wanprestasi tersebut kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian dengan disertai ganti rugi atau tanpa ganti rugi, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi atau tanpa ganti rugi, ganti rugi saja.

Selanjutnya perjanjian itu dapat berakhir karena ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian, para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus, pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging), karena putusan hakim, karena tujuan perjanjian telah tercapai dan karena adanya perjanjian dari para pihak.

HUKUM PERUSAHAAN

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Mengacu pada pengertian tersebut, yang dimaksud dengan Hukum Perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha.

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, maka dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.

Dalam menjalankan kegiatannya pengusaha dibantu oleh pembantu pengusaha. Pembantu pengusaha dibedakan antara pembantu dalam lingkungan perusahaan dan pembantu luar perusahaan. Pembantu dalam lingkungan perusahaan meliputi Pemegang prokurasi, Pengurus filial, Pelayan toko, Pekerja keliling. Selanjutnya yang termasuk pembantu luar perusahaan meliputi Agen perusahaan, Bank, Makelar, Komisioner, Notaris dan Pengacara.

Perusahaan dilihat dari segi jumlah pemiliknya, dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Perusahaan dilihat dari status pemiliknya, dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan swasta dan perusahaan negara. Perusahaan dilihat dari bentuk hukumnya, dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan yang berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang dimiliki oleh pihak swasta, yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan ada pula yang dimiliki oleh negara, yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero), sedangkan perusahaan bukan badan hukum dapat berupa perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan, dan hanya dimiliki oleh pihak swasta.

Dilihat dari bentuk hukumnya, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan yang berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan berbadan hokum yang dimiliki oleh swasta dapat berupa Perseroan Terbatas dan Koperasi, sedangkan yang dimiliki oleh negara adalah Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya.

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pendirian koperasi dimulai dengan rapat pembentukan koperasi, mengajukan surat permohonan kepada Menteri Koperasi, pengesahan dan pendaftaran akta pendirian di dalam buku daftar umum serta pengumuman akta pendirian dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Perum adalah suatu badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, sedangkan Perusahaan Perseroan adalah Perseroan Terbatas yang 51% sahamnya atau lebih dimiliki oleh negara.

Dalam menjalankan aktivitasnya suatu perusahaan harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan urusan perusahaan yang meliputi akta pendirian, nama perusahaan, surat izin usaha perdagangan, pendaftaran perusahaan dan dokumen-dokumen perusahaan.

HUKUM PERSEROAN TERBATAS

Kata terbatas di dalam Perseroan Terbatas mempunyai makna bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Namun demikian pertanggungjawaban terbatas tersebut tidak berlaku apabila:
persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
pemegang saham yang bersangkutan, dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;
pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan atau
pemegang saham yang bersangkutan, secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Pendirian perseroan pada prinsipnya didasarkan atas suatu perjanjian, sehingga lebih dari satu pemegang saham. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Apabila setelah perseroan disahkan kemudian jumlah pemegang saham menjadi kurang dari dua orang, maka dalam waktu enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.

Akta Pendirian dibuat dihadapan Notaris dan akta pendirian memuat Anggaran Dasar perseroan. Selanjutnya Akta Pendirian tersebut dimohonkan pengesahannya kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 tahun 1983 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pada akhirnya perseroan yang sudah didaftarkan kemudian diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Modal perseroan terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Modal dasar adalah modal PT sebagaimana yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk. Modal yang ditempatkan adalah modal perseroan yang oleh para pendirinya disanggupi untuk disetor ke kas perseroan yang didirikan. Modal yang disetor adalah modal perseroan yang berupa sejumlah uang tertentu yang telah diserahkan oleh para pendiri kepada kas perseroan.

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Selanjutnya berdasarkan Pasal 79 UUPT ditentukan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi. Suatu perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti Bank, Asuransi; menerbitkan surat pengakuan utang seperti obligasi atau merupakan Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi.

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang Komisaris.

Apabila suatu perseroan tidak dapat memperoleh keuntungan yang memadai, maka akan menjadi tidak relevan lagi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Salah satu alternatif untuk mempertahankan kehidupan perseroan yang bersangkutan, adalah dengan jalan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Penggabungan adalah penyatuan dua perseroan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu perseroan sebagai perseroan yang menerima penggabungan dan membubarkan perseroan yang lainnya. Peleburan adalah penggabungan dari dua PT atau lebih dengan cara mendirikan suatu PT baru dan selanjutnya membubarkan PT-PT yang bergabung tadi. Pengambilalihan adalah pengambilalihan suatu PT oleh PT yang lain, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja.

Perseroan bubar karena keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir dan karena Penetapan Pengadilan.

Pelaku dan Instrumen Pasar Modal

Pengembangan ekonomi secara keseluruhan harus pula diukur dari seberapa jauh perkembangan pasar modal dan industri sekuritas pada negara tersebut. Melalui pasar modal, dunia usaha akan dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Selain itu, pasar modal dapat digunakan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan melalui pemilikan saham-saham perusahaan serta penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha. Dalam hubungannya dengan pemilik saham melalui pasar modal masyarakat dapat ikut menikmati keberhasilan perusahaan melalui pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan. Keikutsertaan masyarakat ini juga memberikan pengaruh positif terhadap pengelolaan perusahaan melalui mekanisme pengawasan langsung oleh masyarakat.

Pasar Modal akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pelaku Pasar Modal yang baik pula. Secara mudah dapat dikatakan bahwa tanpa para pelaku Pasar Modal, maka Pasar Modal tidak dapat hidup. Demikian pula sebaliknya tanpa Pasar Modal para pelaku itu kehidupannya tidak tumbuh dengan wajar, tidak berkembang dengan baik. Lembaga-lembaga yang menjadi pelaku Pasar Modal adalah Emiten, Pemodal (investor), Penunjang Pasar Modal (Kustodian, Wali Amanat, Biro Administrasi Efek) Penjamin Emisi Efek (underwriter) dan Perantara Pedagang Efek (broker).

Surat-surat berharga jangka panjang yang diperjualbelikan di Pasar Modal sering pula disebut dengan istilah Efek, yang meliputi surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Umumnya surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dibedakan menjadi surat berharga yang bersifat utang umumnya dikenal dengan nama obligasi dan surat berharga yang bersifat pemilikan biasa dinamakan saham.

Go Public

Setiap emisi atau penerbitan surat berharga melalui pasar modal, ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh Emiten. Persyaratan emisi yang harus dipenuhi setiap emiten akan tergantung dari jenis efek yang akan diterbitkan, jenis bursa dimana efek tersebut akan didaftarkan serta jenis usaha dari emiten. Sampai dengan saat ini pemberian izin untuk registrasi dan listing diberikan oleh Bapepam. Dalam hal ini perusahaan yang akan menawarkan efeknya melalui pasar modal, setelah registrasi ke Bapepam secara otomatis harus listing di Bursa setelah izin registrasi diberikan.

Proses emisi efek melalui Pasar Modal meliputi kegiatan yang terdiri dari tahap persiapan yang meliputi kegiatan konsultasi antara Dewan Komisaris/ Direksi dengan pemegang saham. Apabila hasil konsultasi tersebut terlihat bahwa penerbitan efek merupakan salah satu alternatif yang akan dipilih, maka langkah berikutnya adalah mengadakan RUPS. Setelah itu kemudian diikuti penyampaian pernyataan pendaftaran kepada Menteri Keuangan Cq. Ketua Bapepam. Selanjutnya akan diadakan evaluasi oleh Bapepam, yang dilanjutkan dengar pendapat terbatas antara Emiten, Lembaga Penunjang dan Bapepam. Selanjutnya diputuskan oleh Ketua Bapepam apakah akan diberi izin ataukah tidak.

Pemberian izin emisi oleh Ketua Bapepam merupakan tahap yang sangat menentukan apakah efek yang akan diterbitkan oleh perusahaan dapat ditawarkan kepada masyarakat. Penawaran efek tersebut kepada masyarakat setelah pemberian izin emisi sampai dengan saat pencatatan di Bursa disebut Pasar Perdana (Primary Market). Proses penawaran efek melalui pasar perdana akan meliputi beberapa tahapan sebagai berikut: Pengumuman dan pendistribusian prospektus; Penawaran; Penjatahan; Pengembalian dana; Penyerahan efek; Pencatatan efek di bursa.

Pasar sekunder dalam sistem pasar kita, dimulai dengan dicatatkan dan diperdagangkannya suatu efek di Bursa. Pengertian sekunder disini adalah karena yang melakukan perdagangan adalah para pemegang saham dan calon pemegang saham. Uang yang berputar dalam pasar sekunder, tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan yang menerbitkan efek tapi berpindah dari pemegang saham yang satu ke tangan pemegang saham yang lain. Di dalam prakteknya kegiatan Pasar Sekunder dilakukan melalui Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).

Surat Wesel dan Surat Sanggup

Dalam lalu lintas pembayaran terjadi perkembangan yang menarik dengan digunakannya alat-alat pembayaran selain alat pembayaran tunai berupa uang kontan. Alat pembayaran yang demikian dikenal dengan istilah Surat Berharga.

Surat berharga mempunyai dua klausula yaitu klausula atas tunjuk dan klausula atas pengganti. Dengan adanya klausula atas tunjuk berarti surat tersebut dapat diperalihkan dari tangan ke tangan, sedangkan kalau surat berharga mengandung klausula atas pengganti berarti bahwa surat berharga tersebut hanya dapat diperalihkan kepada pengganti dari orang yang disebut namanya pada surat berharga itu dengan cara endosemen dan menyerahkan surat tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa surat atas pengganti dan surat atas tunjuk itu mempunyai fungsi dapat diperdagangkan.

Surat Wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.

Surat Sanggup adalah surat tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya pada hari tertentu. Oleh karena suatu janji sanggup atau setuju membayar, maka kedudukan dari penanda tangan surat sanggup itu sama seperti kedudukan akseptan pada surat wesel.

Surat Cek dan Bilyet Giro

Surat Cek yaitu surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa, di tempat tertentu. Dengan demikian Surat Cek adalah surat tagihan utang (schuldvorderingspapier) yang bersifat suatu perintah untuk membayar. Dasar terjadinya penerbitan dari sepucuk cek adalah karena adanya perikatan dasar yang terjadi sebelumnya.

Surat Cek dapat diperalihkan dengan cara endosemen, akan tetapi cara ini hanya berlaku atas Surat Cek yang diterbitkan atas pengganti. Ketentuan mengenai endosemen untuk cek pada umumnya adalah sama dengan ketentuan endosemen Surat Wesel. Endosemen adalah cara memperalihkan tagihan yang terwujud dalam sepucuk Surat Cek yang ditentukan dapat dibayar kepada seorang yang disebut namanya, dengan atau tidak dengan klausula atas pengganti.

Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandarisir bentuknya kepada Bank penyimpanan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Dengan demikian pembayaran dana bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen.

Diterbitkannya suatu bilyet giro atas nama seorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi jual-beli yang sebelumnya telah ada antara penerbit dan pemegang. Jadi penerbitan bilyet giro itu adalah karena suatu sebab dan sebab ini ialah transaksi yang telah dilakukan tadi. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa nilai dari transaksi itu harus diwujudkan secara sama jumlahnya pada bilyet giro. Dengan perkataan lain, bahwa nilai dari bilyet giro itu adalah sama dengan nilai perikatan dasarnya.

Sumber buku Hukum Komersial  Karya  Nindyo Pramono