BEBAN KERJA GURU

BEBAN KERJA GURU

Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyakbanyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya.

Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja.

Jam Kerja

Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan tahunan/semester , ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester.

Uraian Tugas Guru
1 Merencanakan Pembelajaran
Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini diperkirakan berlangsung selama 2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap muka.

2 Melaksanakan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan tahapan kegiatan berikut.
a. Kegiatan awal tatap muka
• Kegiatan awal tatap muka antara lain mencakup kegiatan pengecekan dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.
• Kegiatan awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran yang ditentukan, bisa sesaat sebelum jadwal waktu atau beberapa waktu sebelumnya tergantung masalah yang perlu disiapkan,
• Kegiatan awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

b. Kegiatan tatap muka
• Dalam kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru dapat dilakukan secara face to face atau menggunakan media lain seperti video, modul mandiri, kegiatan observasi/ekplorasi.
• Kegiatan tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan.
• Waktu pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.

c. Membuat resume proses tatap muka
• Resume merupakan catatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tatap muka yang telah dilaksanakan. Catatan tersebut dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana tindak lanjut.
• Penyusunan resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau ruang lain yang disediakan di sekolah dan dilaksanakan setelah kegiatan tatap muka,
• Kegiatan resume proses tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

3 Menilai Hasil Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan
hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk jasa.

a. Penilaian dengan tes.
• Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ujian akhir semester, tengah semester atau ulangan harian, dilaksanakan sesuai kalender akademik atau jadwal yang telah ditentukan,
• Tes tertulis dan lisan dilakukan di dalam kelas,
• Penilaian hasil test, dilakukan diluar jadwal pelaksanaan test, dilakukan di ruang guru atau ruang lain.
• Penilaian test tidak dihitung sebagai kegiatan tatap muka karena waktu pelaksanaan tes dan penilaiannya menggunakan waktu tatap muka.

b. Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
• Pengamatan dan pengukuran sikap dilaksanakan oleh semua guru sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan, untuk melihat hasil pendidikan yang tidak dapat diukur lewat test tertulis atau lisan,
• Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam kelas menyatu dalam proses tatapmuka pada jadwal yang ditentukan, dan atau di luar kelas,
• Pengamatan dan pengukuran sikap, dilaksanakan diluar jadual pembelajaran atau tatap muka yang resmi, dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka.

c. Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.
• Hasil karya siswa dalam bentuk tugas, proyek dan atau produk,portofolio, atau bentuk lain dilakukan di ruang guru atau ruang lain dengan jadwal tersendiri,
• Penilaian ada kalanya harus menghadirkan peserta didik agar tidak terjadi kesalahan pemahanan dari guru mengingat cara penyampaian informasi dari siswa yang belum sempurna,
• Penilaian hasil karya ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka, dengan beban yang berbeda antara satu mata pelajaran dengan yang lain. Tidak tertutup kemungkinan ada mata pelajaran yang nilai beban non tesnya sama dengan nol.

4 Membimbing dan Melatih Peserta Didik
Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga yaitu membimbing atau melatih peserta didik dalam pembelajaran, intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
a. Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran
• Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan dan latihan yang dilakukan menyatu dengan proses pembelajaran atau tatap muka di kelas,

b. Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler
• Bimbingan kegiatan intrakurikuler terdiri dari remedial dan pengayaan pada mata pelajaran yang diampu guru.
• Kegiatan remedial merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai,

• Kegiatan pengayaan merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang telah mencapai kompetensi,
• Pelaksanaan bimbingan dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus, disesuaikan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengan jadwal tetap setiap minggu,
• Beban kerja intrakurikuler sudah masuk dalam beban kerja tatap muka.

c. Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler.
• Ekstrakurikuler bersifat pilihan dan wajib diikuti peserta didik,
• Dapat disetarakan dengan mata pelajaran wajib lainnya,
• Pelaksanaan ekstrakurikuler dilakukan dalam kelas dan atau ruang/tempat lain sesuai jadwal mingguan yang telah ditentukan dan biasanya dilakukan pada sore hari,
• Jenis kegiatan ekstrakurikuler antara lain adalah.
– Pramuka
– Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa
– Olahraga
– Kesenian
– Karya Ilmiah Remaja
– Kerohanian
– Paskibra
– Pecinta Alam
– PMR
– Jurnalistik/Fotografi
– UKS
– dan sebagainya
• Kegiatan ekstrakurikuler dapat disebut sebagai kegiatan tatap muka

5 Melaksanakan Tugas Tambahan

Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus.

a. Tugas tambahan struktural
• Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur organisasi sekolah,
b. Tugas tambahan khusus
• Tugas tambahan khusus hanya berlaku pada jenis sekolah tertentu, untuk menangani masalah khusus yang belum diatur dalam peraturan yang mengatur organisasi sekolah.
Sumber Buku Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru, 2008, Penerbit Dirjen PMPTK Depdiknas

Anda Ingin memiliki buku tersebut, Berikut Buku Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru yang dikemas dalam file PDF, silakan download disini

TUGAS GURU DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN

TUGAS GURU DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN

Tugas guru sebagai pengajar adalah merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik, menilai proses dan hasil pembelajaran yang diperoleh melalui hasil evaluasi.

Dalam melaksanakan proses penilaian, tes merupakan alat ukur yang paling sering digunakan guru untuk mengukur hasil belajar siswa. Dari hasil tes, guru dapat mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Oleh karena itu, agar tes dapat mengukur hasil dengan tepat, maka tes harus dikembangkan dengan benar.

A. Bagaimana Membuat Perencanaan Tes yang Baik
Tes baru akan berarti bila terdiri dari butir-butir soal yang menguji tujuan yang penting dan mewakili seluruh bahan yang diujikan secara representatif. Pemilihan butir-butir soal dilakukan atas dasar pertimbangan pentingnya konsep, dalil atau teori yang diuji dalam hubungannya dengan peranannya terhadap bidang studi secara keseluruhan.

Untuk memudahkan guru dalam menyusun tes, maka perlu dibuat kisi-kisi soal yang akan menjadi acuan bagi guru dalam menulis butir soal. Kisi-kisi ini memuat beberapa informasi, antara lain cakupan materi yang akan diuji, kompetensi yang akan diuji, tingkat kesukaran soal, dan jumlah butir soal yang dibutuhkan

B. Dasar-dasar Penyusunan Tes
Tes merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran. Adapun dasar-dasar penyusunan tes adalah sebagai berikut:
1. Tes harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang tercantum dalam rencana pembelajaran
2. Tes disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili materi yang telah dipelajari
3. Pertanyaan tes hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan
4. Tes hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu sendiri
5. Tes disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut, apakah mengacu pada kelompok ataukah mengacu pada patokan tertentu
6. Tes hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran

C. Bagaimana Menyusun Soal Objektif

Dilihat dari konstruksi, tes objektif tersusun atas pokok soal (stem) yang disertai dengan empat sampai lima pilihan jawaban (option). Diantara empat/lima jawaban tersebut harus terdapat satu jawaban yang benar atau yang paling benar (sebagai kunci) dan tiga jawaban tidak benar (pengecoh). Pokok soal (stem) dapat dirumuskan dalam dua bentuk. Pertama stem dirumuskan dalam bentuk kalimat tidak selesai, dan yang kedua stem dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Jika stem dirumuskan dalam bentuk kalimat tidak selesai, maka akhir kalimat harus diikuti dengan 4 buah titik dan awal dari setiap option harus dimulai dengan huruf kecil tanpa diberi titik pada akhir setiap option. Jika stem dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya maka akhir stem diikuti dengan tanda tanya pada setiap awal option dimulai dengan huruf besar sedangkan pada setiap option diberi tanda titik.

Contoh 1 :

Salah satu tujuan Kongres Pemuda II di Jakarta tanggal 26 – 28 Oktober 1928 adalah untuk ….
A. memperkokoh persatuan dan kesatuan (kunci)
B. mengangkat derajat bangsa Indonesia
C. memilih kader-kader bangsa Pengecoh
D. mempropagandakan cita-cita Indonesia merdeka

Contoh 2

Siapa penemu pesawat telepon pertama ?
A. Faraday
B. Edison pengecoh
C. Markoni
D. Bell (kunci)

Apa yang perlu dilakukan guru sebelum penulisan soal dimulai ?
1. membuat kisi-kisi terlebih dahulu. Agar kisi-kisi yang dibuat menjadi baik, maka kisi-kisi tersebut harus disesuaikan dengan kurikulum bidang studi masing-masing.
2. menyusun kompetensi/TIK dengan memperhatikan 4 komponen yang sedapat mungkin harus dipenuhi, antara lain:
a. Sasaran atau peserta tes (siswa kelas……… SMA XXX)
b. Tingkah laku yang diharapkan. Perumusan diharapkan mencakup kata kerja operasional
c. Kondisi/Hasil belajar. Yang dimaksud adalah kondisi yang diberikan pada saat tingkah laku siswa diukur bukan pada saat belajar
d. Tingkat keberhasilan (Indikator soal) merupakan standar tingkah laku tertentu yang dapat diterima.

Keempat komponen tersebut sering disingkat dengan ABCD (Audience, Behaviour, condition, dan Degree) Indikator merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik. Artinya apabila serangkaian indikator dalam satu kompetensi dasar sudah tercapai, maka target kompetensi dasar tersebut sudah tercapai.
Jenjang kemampuan ini mengacu kepada jenjang kemampuan berpikir yang dikembangkan oleh Bloom, dkk, yaitu Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis (C4), Sintesis (C5), dan Evaluasi (C6).

Tingkat kesukaran ditentukan berdasarkan pada pertimbangan guru sebagai ahli materi (expert judgment). Sebagian besar (50%-60%) butir soal yang akan ditulis diharapkan mempunyai tingkat kesukaran sedang, sisanya mempunyai tingkat kesukaran yang sukar (20%-25%), dan mudah (20%-25%). Tingkat kesukaran dikategorikan sedang jika diperkirakan siswa yang dapat menjawab butir soal tersebut kurang dari 50%. Tingkat kesukaran soal dikategorikan sukar jika dapat dijawab hanya oleh sebagian kecil siswa (25%). Sedangkan tingkat kesukaran soal dikategorikan mudah jika diperkirakan soal tersebut dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar siswa (75%)

3. Setelah membuat kisi-kisi, maka guru harus menulis butir soal yang baik

Beberapa bentuk/ragam soal tes objektif, terdiri dari:
a. melengkapi pilihan
b. hubungan antar hal
c. analisis kasus
d. pilihan berganda, dan
e. membaca diagram gambar.

Prinsip pokok dalam konstruksi butir soal pilihan ganda
1. Saripati permasalahan harus ditempatkan pada pokok soal (stem).

Inti permasalahan yang akan ditanyakan harus dicantumkan dalam rumusan pokok soal sehingga dengan membaca pokok soal siswa sudah dapat menentukan jawaban sebelum membaca pilihan jawaban. Persyaratan ini tidak berlaku bagi pengembangan butir soal kesusastraan.

Contoh: Propinsi di Sumatra yang merupakan penghasil karet terbesar di Indonesia adalah ….
A. Jambi
B. Bengkulu
C. Sumatera Utara
D Sumatera Barat

2. Hindari pengulangan kata-kata yang sama dalam pilihan.

Peniadaan pengulangan kata berarti menyingkat waktu menulis dan membaca serta menghemat tempat.
Contoh: Garis pada permukaan P.V.T. dimana tekanan, volume, dan temperatur pada keadaan padat, cair, dan uap dalam kesetimbangan disebut garis…
A. Single
B. Double
C. Triple
D Quarrel

3. Hindari rumusan kata yang berlebihan.
Rumusan yang baik adalah yang singkat, padat, jelas, tanpa kata-kata ‘kembang’.

Contoh:
Cahaya kerlap kerlip yang disebabkan oleh ratusan bintang pada galaksi Bima Sakti berasal dari ….
A. Pantulan sinar matahari
B. Pantulan sinar bulan
C. Pantulan planet bumi
D Galaksi itu sendiri
4. Kalau pokok soal merupakan pernyataan yang belum lengkap, maka kata atau kata-kata yang melengkapi harus diletakkan pada ujung pernyataan, bukan di tengah-tengah kalimat.

Contoh: Menurut De Bakey, penyakit penyempitan pembuluh darah disebabkan oleh ….
A. cholesterol
B. kelebihan berat
C. merokok
D tekanan batin

5. Susunan alternatif jawaban dibuat teratur dan sederhana.
Cara menyusunnya dibuat berderet dari atas ke bawah. Jika yang dideretkan terdiri dari satu kata, urutan ke bawah berdasarkan alfabet. Kalau yang dideretkan bilangan, urutan ke bawah berdasarkan bilangan yang makin bertambah besar atau makin menurun, atau diurutkan berdasarkan panjang kalimat.

6. Hindari penggunaan kata-kata teknis atau ilmiah atau istilah yang aneh atau mentereng

Perlu diingat bahwa tes yang dikembangkan bertujuan untuk mengukur materi pelajaran. Oleh karena itu, janganlah menggunakan istilah yang terlalu teknis atau istilah yang aneh.

Contoh: Apakah kritik utama ahli psikologi terhadap tes?
A. Tes menimbulkan rasa cemas
B. Tes sangat tergantung pada nilai budaya tertentu
C. Tes mengukur hasil belajar yang tidak penting
D Tes sangat ditentukan oleh pengetahuan guru

7. Semua pilihan jawaban harus homogen dan dimungkinkan sebagai jawaban yang benar.

Homogen dapat dilihat dari panjang pendek kalimat dan isi. Semua pilihan jawaban harus memiliki kemungkinan sebagai jawaban yang benar, sehingga siswa harus membaca semua pilihan dan menentukan yang paling tepat. Hindari pengecoh yang tidak ada sangkutannya dengan pokok soal atau pengecoh tersebut adalah jawaban yang tidak masuk akal.

Contoh: Siapakah di antara nama-nama ini yang menemukan telepon ?
A. Bell
B. Faraday
C. Morse
D Edison

8. Hindari keadaan dimana jawaban yang benar selalu ditulis lebih panjang dari jawaban yang salah.

Ada kecenderungan siswa memilih jawaban yang lebih panjang dan yang lebih rinci sebagai jawaban yang benar. Oleh karena itu, penulis soal hendaknya berusaha agar pengecoh dan jawaban yang benar ditulis sama panjang dan sama rincinya.

Contoh: Gejala fotomekanik retinomotor terjadi pada ….
A. Serangga yang mempunyai mata tunggal
B. Serangga yang mempunyai mata majemuk yang bersifat sebagai mata oposisi
C. Serangga yang mempunyai mata majemuk yang bersifat sebagai mata superposisi
D Semua serangga yang mempunyai mata bertangkai

9. Hindari adanya petunjuk/indikator pada jawaban yang benar.

Dalam contoh ini A jawaban yang benar, ada petunjuk bahwa A lain dari 3 pilihan berikutnya (pilihan B, C, dan D termasuk logam, sedangkan A bukan logam).

10. Hindari menggunakan pilihan yang berbunyi ‘semua yang diatas benar’ atau ‘tidak satupun yang diatas benar’.

Adanya pilihan semacam ini sebenarnya mengurangi jumlah alternatif pilihan, karena kalau siswa sudah mengenal satu atau dua di antara empat pilihan, sebagai jawaban ketiga siswa akan memilih ‘semua yang di atas benar. Hal yang sama berlaku untuk ‘tidak satupun yang di atas benar’.

11. Gunakan tiga atau lebih alternatif pilihan.

Kalau hanya ada dua pilihan, bentuk ini sama dengan bentuk Salah-Benar. Dua pilihan berarti tebakannya tinggi, sedangkan kalau lima pilihan berarti faktor tebakan menurun yaitu 20%. Banyaknya pilihan yang disediakan sangat ditentukan oleh usia peserta tes, dan juga tergantung pada sifat materi yang disajikan

12. Pokok soal diusahakan tidak menggunakan ungkapan atau kata-kata yang bermakna tidak tentu, misalnya kebanyakan, seringkali, kadang-kadang, pada umumnya, dan yang sejenisnya

Contoh: Berudu bernafas dengan….
A. insang
B. kulit
C. paru-paru
D insang dan paru-paru
13. Penulisan pokok soal sedapat mungkin dalam pernyataan atau pertanyaan positif. Jika terpaksa menggunakan pernyataan negatif, maka kata negatif tersebut digarisbawahi atau ditulis tebal.

Contoh: Pada semua tumbuhan yang berhijau daun, fotosintesis akan terjadi bila terdapat….
A. udara, tanah, dan air
B. cahaya, udara, dan air
C. tanah, cahaya, dan udara
D air, tanah, dan cahaya

p style=”border:medium none;margin-bottom:0;padding:0;” align=”center”>Baca Tulisan Lain

Pemerolehan Bhs Anak usia 4-6 Th >>> Baca

Pembelajaran Berbasis Budaya >>>> Baca

Permasalahan Guru di Indoonesia >>> Baca

Sejarah Filsafat Yunani >>> Baca

Evaluasi Jabatan >>>>> Baca

Kebijakan Mutasi bagi Pegawai >>> Baca

Permasalahan Guru di Indonesia

Permasalahan Guru di Indonesia

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi mereka.

Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.

Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru.

1. Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.

2. Jumlah Guru yang Masih Kurang

Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.

3. Masalah Distribusi Guru

Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.

4. Masalah Kesejahteraan Guru

Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.

Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Tujuan Seorang Guru

Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan bahwa: (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.

Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi sebagai pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya. Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, trampil dan sikap yang bisa dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu memberikan keteladanan yang baik.

Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 menyebutkan bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Di samping itu guru mempunyai tugas utama sebagai berikut:

a) menyusun perencanaan pembelajaran;
b) menyampaikan perencanaan;
c) melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi, maupun dengan masyarakat;
d) mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakterstik peserta didik;
e) melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan hasilnya untuk kemajuan pendidikan;
f) mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, bangsa, masyarakat, dan agama;
g) melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan;
h) mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi; dan
i) memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta lingkungan alam dalam proses belajar.

Syarat untuk Menjadi Guru yang Baik

Syarat untuk Menjadi Guru yang Baik

Untuk menjadi guru yang baik dan dapat melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya, seorang guru dituntut untuk memiliki kualitas yang dituntut dari profil seorang guru, seperti:
1) memiliki kepribadian,
2) memiliki pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan,
3) memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi,
4) memiliki kemampuan dan ketrampilan profesi.

Di samping itu guru juga dituntut untuk memiliki beberapa kemampuan seperti:
a. menguasai materi pembelajaran dan kemampuan untuk memilih, menata, dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler yang mudah dicerna oleh siswa
b. memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar
c. memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar

1. Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran. Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran

Anda mungkin pernah melihat guru yang tidak bisa berbicara jika dia sudah berdiri di muka kelas, atau berbicara tetapi bersifat mengulang-ulang kata/materi yang sudah diajarkannya, hal ini tentu saja bukan diakibatkan karena guru tersebut merasa nervous, rendah diri atau merasa bingung dengan apa yang akan diajarkannya. Hal ini mungkin juga pernah terjadi pada diri Anda, jika Anda tidak mengetahui topik/bahan pelajaran apa yang akan dibicarakan, atau bisa juga karena tidak meguasai materi yang akan diajarkan. Jika hal ini terjadi, bukan saja proses pembelajaran menjadi tidak menarik, tetapi juga bersifat monoton, siswa tidak tertarik untuk menyimak pelajaran yang sedang diajarkan guru, mereka cenderung akan asyik dengan dunianya masing-masing seperti mengobrol, bercanda, dan lain-lain. Jika hal ini terjadi secara terus menerus selama proses pembelajaran berlangsung, maka pelajaran yang disampaikan menjadi tidak menarik, tidak efektif, sehingga siswa tidak memahami apa yang telah disampaikan, dan pada akhirnya akan berakibat pada hasil penilaian siswa yang rendah, hal ini tentu saja dapat menumbuhkan pandangan negatif terhadap guru tersebut karena dinilai telah gagal dalam mendidik para siswanya. Guru yang profesional tidak akan mengalami hal seperti ini, sebab sebelum mulai mengajar mereka telah benar-benar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik dari segi adminstrasi seperti membuat persiapan mengajar, membuat program pembelajaran, media pembelajaran, maupun dari segi edukatif, seperti menguasai materi pelajaran, metode dan teknik pembelajaran.

Guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih, menata, dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler dan kemampuan daya tangkap sehingga mudah dicerna oleh siswa, dengan demikian proses pembelajaran menjadi menarik karena bersifat terarah, apalagi dilengkapi dengan media pembelajaran yang menarik, disampaikan secara lugas, tidak berbelit-belit, dan banyak melibatkan siswa.

2. Memiliki Penguasaan Teori dan Ketrampilan Mengajar.
Apakah untuk menjadi guru yang baik dan berhasil harus ada syarat lain selain penguasaan materi pembelajaran? Ya benar, sebab selain guru harus menguasai materi pelajaran, masih ada syarat lain yang harus dipenuhi guru yaitu memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar. Ada beberapa ketrampilan yang harus dikuasai guru antara lain:
A. Ketrampilan menjelaskan;
Penjelasan materi pelajaran yang mudah dipahami siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, oleh sebab itu guru diharapkan mampu mengorganisasikan materi pelajaran dengan perencanaan yang sistematis, sehingga mudah dipahami oleh siswa.
Ketrampilan ini bertujuan untuk:
• membantu siswa dalam memahami konsep, hukum, prinsip, atau prosedur
• membantu siswa menjawab pertanyaan
• melibatkan siswa untuk berpikir
• mendapatkan balikan dari siswa
• membantu siswa menghayati proses nalar

Ketrampilan menjelaskan terdiri dari:
a. komponen perencanaan, seperti: pokok-pokok materi pelajaran, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik siswa
b. komponen penyajian, seperti: kejelasan bahasa, berbicara, mendefinisikan istilah, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan pada bagian-bagian yang penting, dan balikan tentang penjelasan yang disajikan dengan melihat mimik siswa saat mengajukan pertanyaan.

Hal-hal apa sajakah yang perlu Anda perhatikan dalam menerapkan ketrampilan menjelaskan:
• penjelasan diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pembelajaran
• harus relevan dengan tujuan
• materi penjelasan harus bermakna
• penjelasan harus sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa.

B .Ketrampilan memberi penguatan;
Ketrampilan memberi penguatan baru akan nampak pada saat guru memberikan respon terhadap munculnya tingkah laku siswa yang bernilai positif, sehingga dapat meningkatkan perhatian dan motivasi belajar siswa kearah yang lebih positif. Penguatan dapat diberikan dalam bentuk verbal (kata-kata/pujian), dan non verbal, seperti: gerakan mendekati, mimik dan gerakan badan, sentuhan, dan kegiatan yang menyenangkan siswa (audience).

C. Ketrampilan bertanya;
Mengapa guru harus memiliki ketrampilan bertanya?

Hampir semua kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan tanya jawab. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilaksanakan guru dapat belangsung secara timbal balik, tidak membosankan, sekaligus guru dapat memantau siswanya. Kualitas pertanyaan guru menggambarkan kualitas jawaban siswa, oleh sebab itu guru yang terampil dalam bertanya, akan mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Bertanya yang baik diperlukan ketrampilan tersendiri, sehingga pada saat guru bertanya kepada siswa, mereka tidak merasa seolah-olah sedang diadili. Teknik tersebut antara lain:
a. Mengubah tuntutan tingkat pengetahuan dalam menjawab pertanyaan
b. Memberikan pertanyaan dari yang sederhana ke yang komplek
c. Menggunakan pertanyaan pelacak dengan berbagai teknik
d. Meningkatkan interaksi dengan cara meminta siswa lain memberikan jawaban atas pertanyaan yang sama.

D. Ketrampilan mengadakan variasi pembelajaran;
Ketrampilan jenis ini harus dimiliki guru dengan tujuan untuk mengadakan variasi guna melakukan perubahan dalam proses kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa, serta mengurangi rasa jenuh dan bosan selama mengikuti proses pembelajaran.

Ketrampilan mengadakan variasi meliputi:
• variasi dalam gaya mengajar
• variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran, dan
• variasi dalam pola interkasi dan kegiatan

E.Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran;
Kegiatan pembukaan dilakukan guru untuk menciptakan suasana yang dapat menimbulkan kesiapan mental siswa agar termotivasi terhadap pelajaran yang akan diberikan guru. Kegiatan ini bisa berbentuk appersepsi, pretes, atau tanyajawab terhadap materi yang lalu atau materi yang akan diberikan. Sedangkan kegiatan penutup adalah kegiatan terakhir yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran.

Tujuan dari ketrampilan membuka dan menutup pelajaran adalah:
a. menumbuhkan semangat, motivasi, dan perhatian siswa
b. agar siswa menyadari batas-batas tugasnya
c. agar siswa memahami hubungan antar materi yang telah disampaikan guru
d. agar siswa menyadari tingkat keberhasilan yang telah dicapainya.

Kegiatan membuka pelajaran terdiri dari aspek:
a. dapat menarik perhatian siswa
b. dapat menimbulkan motivasi
c. memberikan acuan
d. membuat kaitan

Kegiatan menutup pelajaran terdiri dari:
a. membuat rangkuman/ringkasan
b. melaksanakan evaluasi akhir pelajaran
c. memberikan tindaklanjut

F. Ketrampilan mengelola kelas.
Ketrampilan ini harus dimiliki guru dalam rangka menciptakan dan mempertahankan situasi kelas yang kondusif dan menyenangkan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Di samping itu ketrampilan ini bermanfaat bagi guru terutama untuk:
a. mendorong siswa agar dapat bertanggungjawab baik secara individu /klasikal terhadap perilakunya
b. menyadari kebutuhan siswa
c. memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa

3. Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.
Untuk dapat memahami anak didik dengan baik, seorang guru harus dapat memahami hakikat pertumbuhan dan perkembangan mereka serta memahami karakteristik anak didiknya. Hal ini disebabkan karena siswa sebagai manusia mengalami perubahan-perubahan fisik, interaksi sosial, kemampuan mengingat, kemampuan emosional, kemampuan intelektual, kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor. Dengan dikuasainya pemahaman anak didik oleh guru, akan memudahkan guru tersebut dalam melaksanakan proses pembelajaran sebab guru akan dapat memberikan materi yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan siswa.

Baca Artikel Lain

Beban Kerja Guru ;>>>>> Baca

Langkah dalam melaksanakan BP di sekolah;>>> Baca

Pendekatan Pembelajaran Menulis;>>>>>>>>>>>> Baca

Enzim dan Bioaktif sebagai Penopang Devisa Negara ;>>>>>>>>> Baca

Disonansi Moral AnakMasa Kini >> Baca

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Belanda dengan nama Realistic Mathematics Education (RME) yang artinya pendidikan matematika realistik.
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Perlu dicermati bahwa suatu hal yang bersifat kontekstual dalam lingkungan siswa di suatu daerah, belum tentu bersifat konteks bagi siswa di daerah lain. Contoh berbicara tentang kereta api, merupakan hal yang konteks bagi siswa yang ada di pulau Jawa, namun belum tentu bersifat konteks bagi siswa di luar Jawa. Oleh karena itu pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik harus disesuaikan dengan keadaan daerah tempat siswa berada.
Msalah dalam pembelajaran matematika merupakan suatu “keharusan” dalam menghadapi dunia yang tidak menentu. Siswa perlu dipersiapkan bagaimana mendapatkan dan menyelesaikan masalah. Masalah yang disajikan ke siswa adalah masalah kontekstual yakni masalah yang memang semestinya dapat diselesaikan siswa sesuai dengan pengalaman siswa dalam kehidupannya.
A. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu: a) guided reinvention and progressive mathematizing, b) didactical phenomenology, dan c) self-developed models. Ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
1.Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali terbimbing/pematematikaan progresif)

Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali (re-invention), dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus matematika.
Menurut penulis, prinsip penemuan ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.

2.Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.

3.Self – developed models (model-model dibangun sendiri).
Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk matematika formal. Dalam PMR diharapkan terjadi urutan pengembangan model belajar yang bottom up.

B. Karakteristik Pembelajaran Metematika Realistik
Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, PMR memiliki lima karakteristik, yaitu: a) the use of context (menggunakan masalah kontekstual), b) the use models (menggunakan berbagai model), c) student contributions (kontribusi siswa), d) interactivity (interaktivitas) dan e) intertwining (terintegrasi). Penjelasan secara singkat dari kelima karakteristik tersebut, secara singkat adalah sebagai berikut.

a)Menggunakan masalah kontekstual.
Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas).

b)Menggunakan berbagai model.
Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal.

c)Kontribusi siswa.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

d)Interaktif.
Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.

e)Keterkaitan.
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam tesis ini karakteristik ini tidak muncul.
Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas maka dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.
C. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai berikut.
1.Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2.Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3.Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
4.Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5.Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual
Siswa diberi masalah/soal kontekstual, guru meminta siswa memahami masalah tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan masalah/soal yang belum dipahami, dan guru hanya memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah/soal yang belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.

Langkah 2 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 3 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi.
Langkah 4 : Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
1.Kelebihan dan Kerumitan Penerapan Pendekatan PMR
Beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain sebagai berikut.
1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari‑hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu bersungguh‑sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep‑konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
Sedangkan beberapa kerumitan dalam penerapan pendekatan PMR antara lain sebagai berikut.
1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah “jadi”, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep‑konsep matematika. Guru dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa.
2. Pencarian soal‑soal kontekstual yang memenuhi syarat‑syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal‑soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam‑macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal‑soal kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme, berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep‑konsep matematika tertentu.
Walaupun pada pendekatan PMR terdapat kendala-kendala dalam upaya penerapannya, menurut peneliti kendala-kendala yang dimaksud hanya bersifat sementara (temporer). Kendala-kendala itu akan dapat teratasi jika pendekatan PMR sering diterapkan. Hal ini sangat tergantung pada upaya dan kemauan guru, siswa dan personal pendidikan lainnya untuk mengatasinya. Menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang baru, tentu akan terdapat kendala- kendala yang dihadapi di awal penerapannya. Kemudian sedikit demi sedikit, kendala itu akan terasi jika sudah terbiasa menggunakannya.