GLOBALISASI VERSUS DESENTRALISASI
Istilah globalisasi pertama kali diperkenalkan oleh Theodore Levitt pada tahun 1985 yang mengamati adanya poerubahan yang cepat dalam ekonomi, keuangan terutama yang berkaitan dengan sektor produksi, konsumsi, dan investasi yang menuju bangunnya liberalisme dalam ekonomi dan keuangan yang diikuti dengan penyusuaian yang dikenal dengan deregulasi.
Dampak dari penomena tersebut mendorong reformasi yang sangat mendasar yaitu reformasi srtuktural yang terjadi di negara kita secara total diberbagai sektor.
Akselerasi pertahanan semakin tinggi akibat lunturnya peran Negara dan ekonomi, ini terjadi sejalan dengan tuntutan privasi yang semakin luas dan meluas. Arus perpindahan yang tinggi dan modal menimbulkan konsekuensi di dalam tatanan politik ekonomi, lingkungan, kebudayaan dan teknologi. Pendidikan juga tak dapat mengelak dari konsekuensi yang ditimbulkan oleh globalisasi..
Keinginan di bidang teknologi produksi, komunikasi dan transfortasi meningkatkan kemampuan Negara besar non komunikasi untuk memperkenalkan system ekonomi merebak, yang biasa disebut sistem kapitalis, kepada negara lain.
Inovasi yang pesat di bidang komunikasi telah memberikan akses yang lebih besar dan cepat terhadap informasi bagi umat manusia. Daerah-daerah yang tadinya miskin, kini dengan mudah di datangi atau mendatangi daerah lain berkat tersedianya alat transfortasi dengan angkot yang lebih murah, kemudian produk baru yang datang dari berbagai Negara, langsung tidak langsung merupakan bagian dari mesin globalisasi.
Mengenai globalisasi, ada berbagai pro dan kontra terhadap globalisasi ini, mereka tampil dengan pandangan dan argumentasi yang berbeda. Menurut pihak yang kontra pada umumnya berpendapat, bahwa betul sejumlah kemajuan yang dicapai dengan kekuasaan globalisasi, serta dunia yang kuantitas, telah mengubah pola kehidupan dunia yang secara umum dunia telah mencapai kemajuan yang tinggi dan menuju pada keadaan gemah ripah loh jinawi. Sejumlah karakter globalisasi akan mengancam kedudukan Negara mereka dan sejumlah lainnya melihat globalisasi sebagai intuisi atau campur tangan dari pihak luar terhadap nilai budaya dalam negri mereka, namun ada juga Negara yang curiga bahwa globalisasi adalah akal-akalan atau agenda yang terselubung yaitu Amerika untuk memperkuat imperialisme ekonomi
Sejumlah pengamat menyebutkan adanya gejala yang negatif akibat meningkatnya jumlah produksi masal dan volume perdagangan yang besar yang meluas ke seluruh penjuru dunia, yaitu menurunnya nilai baca yang menunjukkan bahwa dunia lebih tertarik pada internasional perorangan, sebaliknya tidak tertarik untuk memperomosikan sentifisitas terhadap kepentingan orang lain, mereka jadi tidak perduli untuk melindungi keselamatan dan keduniaan di planet kecil yang luas “dunia” dimana kita hidup saat ini.
Bagi pihak yang pro terhadap globalisasi menilai bahwa kekhawatiran pihak yang kontra terhadap globalisasi seperti dikemukakan di atas terlalu dibesar-besarkan, mereka yakin, bagaimanapun suatu saat betapapun telah terjadi “Inqualities” (ketidakadilan) dan “disadvantages” (kemudhorotan) perlahan-lahan akan sirna, mereka berpendapat bahwa pada waktunya nanti akan muncul tekad dan kemampuan untuk menyiapkan diri yang terbaik dalam menangkis dampak negatif globalisasi.
Terlepas dari pihak yang pro dan kontra terhadap globalisasi, suka atau tidak suka globalisasi merupakan suatu proses yang tidak dapat dielakkan. Suka atau tidak suka semua Negara semakin lama terikat oleh sIstem ekonomi global. AFTA (Asean Free Trade Area) merupakan contoh, siap atau tidak siap tidak ada lagi alasan dan juga tidak ada lagi jalan tikus bagi Indonesia untuk menghindarkan diri dari AFTA.
Memang globalisasi dapat menjadi pedang bermata dua. Disatu sisi globalisasi merupakan kendaraan yang berfungsi besar bagi kemajuan ekonomi dan teknologi untuk meredam konflik internasioinal. Globalisasi merupakan mesin yang efektif bagi evolusi ekonomi yang damai bagi integrasi masyarakat dunia.
Disisi lain globalisasi dapat menjadi sebaliknya, yaitu dapat mengancam kemerdekaan dan nilai sosial budaya suatu bangsa jika menggunakan kacamata konsep luar. Walaupun begitu, ancaman yang mungkin muncul itu sesungguhnya dapat diimbangi dengan faedah jika kita menerapkan aturan umum yang sesuai dengan tatanan masyarakat globalisasi.
Makna Desentralisasi
Dalam konsep globalisasi, desentralisasi merupakan suatu konsekuensi. Seperti dikatakan di muka kehadiran globalisasi mengakibatkan peran pemerintahan sentral beralih, bahkan cenderung berkurang. Sebaliknya peran individu untuk bersaing dan bekerja sama menjadi sangat tinggi baik dalam pandangan pergaulan bilateral, regional, dan internasional.
Daya tahan suatu bangsa secara politis, ekonomi, keuangan, pendidikan dan kebudayaan tidak dapat lagi sepenuhnya mengandalkan pemerintah, justru Pemerintah pusat bukan lagi satu-satunya aktor yang mampu mengurus seluruh kehidupan rakyat.
Oleh karena itu, pemberdayaan pada tingkat lokal menjadi semcam kekerasan untuk menghindarkan dampak negatif globalisasi. Kreatifitas dan inovasi menjadi perangkat karakteristik individu dan berbagai yang dipercaya dapat disimpulkan secara efektif memakai sistim desentralisasi.
Tampaknya ada kecenderungan kebingungan semantik dalam mengoprasionalkan makna desentralisasi. Ada kesan desentralisasi diartikan dengan otonomi yang bermakna kebebasan penuh untuk mengurus sendiri tanpa boleh dicampuri oleh pihak lain. Desentralisasi, dengan tafsiran seperti ini, lebih cenderung bermuatan makna “independence” dan “freedom”.
Namun perlu diingat, beberapa dekade sebelum dunia memasuki millennium kedua makin lama makin banyak negara yang menyadari bahwa dua istilah “independence” dan “freedom” perlu didefinisikan. Banyak negara kemudian menyadari bahwa “inter independence” jauh lebih berfaedah daripada independence sebuah bangsa (juga daerah) lainnya dapat menikmati kemerdekaannya, jika mereka mengikuti standar internasional (baca juga nasional) dan bahkan standar yang mereka ciptakan sendiri demi mengamankan kepentingan, kekuasaan, keuntungan mereka dan kelompok mereka sendiri.
Semakin disadari juga bahwa indenpendensi memilih nilai nasional dan lokal lebih tinggi daripada indenpendensi murni. Faedah sinerjik terbesar akan diperoleh jika dipikirkan oleh banyak pihak dan digelar bersama untuk memecahkan masalah para individu dan warga daerah perlu bekerja sama oleh sebuah tim terpadu, sehingga rencana kegiatan, masalah sebesar apapun dapat di selesaikan secara lebih efektif.
Melalui prinsip interdependensi, maka arah komplementinitas dapat diterapkan.. Asas komplementuinitas membuka peluang untuk saling isi mengisi. Pihak yang mempunyai keunggulan dalam aspek tertentu dapat mendukung pihak lain yang lemah dalam aspek tersebut. Setiap daerah mempunyai SWOT (Strength Weaknesses, Opportunity, dan Threat) masing-masing yang jika dipetakan dengan baik akan terjadi komplentaintas dan kekuatan sinerjik yang luar biasa. Kunci kearifan dan kekuatan interpendensi justru terletak pada kata kkunci ” Komplementanitas”. Saling isi mengisi, saling lengkap melengkapi, slaing berbagi kekuatan, saling mengatasi kelemahan serta bekerja sama menghadapi ancaman baik yang muncul dari dalam maupun yang masuk dari luar.
Sebaliknya jika kita daerah dan negara mengisolasi diri, apalagi mengisolasikan pihak lain akan menciptakan iklim yang tidak kondusif dalam mencapai sesuatu tujuan. Potensi untuk munculnya konflik dan bahkan bentuk fisik dan bersenjata dapat muncul jika individu, masyarakat, pemerintah dan negara gagal dalam menangkal satu sama lain.
Globalisasi desentralisasi sangat cocok dalam konteks masyarakat dan negara yang beragam multikultural, globalisasi dan desentralisasi memancang keberagaman dan perbedaan sebagai potensi dan kekuasaan yang luar biasa. Kekuatan yang bukan hanya diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, tentu juga diperlukan untuk mewujudkan tujuan khusus bagi individu dua kelompok.. Merangkul bukan mengisolasi, “to engage not to isolate” inklusif, bukan ekslusif, merupakan moto yang sangat jelas dalam era globalisasi. Globalisasi dan desentralisasi, juga membantu dalam merealisasikan tujuan nasional seperti kehendak untuk membangun Negara yang damai, stabil dengan ekonomi yang berkembang dan masyarakat yang berkemakmuran, lapangan kerja yang mencukupi dan mampu mengangkat rakyatnya dari kemiskinan. Bukankah, seperti apapun perbedaan dalam sistim politik, sosial, dan budaya. Semua warga dan Pemerintah menginginkan agar tujuan nasional seperti dicantumkan di atas tercapai.