Aspek Penilaian dalam KTSP Bag 1 ( Aspek Kognitif)

Aspek Penilaian dalam KTSP Bag 1 ( Aspek Kognitif)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam melakukan pembelajaran menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas (mastery learning). Sedangkan dalam penilaian menerapkan sistem penilian berkelanjutan yang mencakup 3 aspek yaitu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata ajar selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata ajar praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata ajar pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif
Menurut Bloom (1979) ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yangpencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan akti vitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Ranah kognitifberhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watakperilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Penilaian Aspek Kognitif
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisist ketiga aspek tersebut tidak dipisahkan satu sama lain. Apapun jenis mata ajarnya selalu mengandung tiga aspek tersebut namun memiliki penekanan yang berbeda. Untuk aspek kognitif lebih menekankan pada teori, aspek psikomotor menekankan pada praktek dan kedua aspek tersebut selalu mengandung aspek afektif
Aspek kognitifberhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghapal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakanmasalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contohsiiatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, memebedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang
berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu: . ,.
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk
mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima
sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem
solving dan lain sebagianya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau
menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3.Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan
untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke
dalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbul
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen
atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau
kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada
atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan
menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara
membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur
yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis’), sintesis merupakan kemampuan seseorang
dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang
mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan
tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan
menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Maka apabila bahan ajar telah diajarkan secara lengkap sesuai dengan program yang telah ditetapkan maka membuat alat penilaian (soal) dengan formulasi perbandingan sebagai berikut:
1.soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta didik : 40%
2. soal yang menguji tingkat pemahaman peserta didik : 20%
3.soal yang menguji tingkat kemampuan dalam penerapan pengetahuan : 20%
4. soal yang menguji tingkat kemampuan dalam analisis peserta didik .: 10%
5.soal yang menguji tingkat kemampuan sintesis peserta didik : 5%
6.soal yang menguji kemampuan petatar dalam mengevaluasi : 5%
Total formulas! soal untuk satu kali ujian yaitu: 100%
Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal di atas mempermudahseorang guru untuk memperjelas cara berfikirnya dan untuk memilih pertanyaan-pertanyaan (soal-soal) yang akan diujikan, selain itu juga dapat membantu seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat soal.
Seorang guru dituntut mendesain program/rencana pembelajaran termasuk di dalamnya rencana penilaian (tes) diantaranya membuat soal-soal berdasarkan kisi-kisi soal dan komposisi yang telah ditetapkan.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.

Prosedur Akademik Penambahan Mata Pelajaran pada KTSP

Prosedur Akademik Penambahan Mata Pelajaran pada KTSP

Sekolah dapat menambah mata pelajaran pada pengembangan KTSP yang telah ditetapkan secara nasional. Mata Pelajaran dalam KTSP dapat dikembangkan ataupun ditambah oleh sekolah dengan mata pelajaran yang sesuai dengan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasicnal dan tidak boleh menyimpang dari jiwa dan tujuan pendidikan nasional.
Penambahan mata pelajaran tidak dapat dilakukan secara serampangan tetapi harus memenuhi prosedur tertentu baik prosedur akademik dalam penyusunan kurikulum maupun prosedur administratifnya. Hal ini mengingat bahwa pilihan bahan ajar merupakan masalah yang kritis, karena tersedianya banyak mata ajaran yang dapat dipilih di satu pihak, dan terbatasnya waktu belajar di pihak lain.
Prosedur penambahan mata pelajaran yang memenuhi prosedur akademik dilakukan sebagai berikut:
1) Harus ada pengkajian secara berhati-hati tentang aspek filsafat, aspek sosiologis atau kebutuhan masyarakat, serta kecocokannya dengan tingkat perkembangan anak.
2) Harus memenuhi prinsip-prinsip pembinaan dan pengembangan kurikulum, yaitu prinsip: (i) relevansi, maksudnya adalah adanya kesesuaian dengan lingkungan baik lingkungan sosial, geografis maupun lingkungan keluarga, (ii) prinsip efektivitas, yaitu sejauh mana penambahan mata pelajaran itu menyumbang pencapaian tujuan sekolah, (iii) prinsip efisiensi, yaitu sampai seberapa jauh sumber-sumber yang ada di lingkungan itu mendukung pelaksanaan pelajaran itu, serta (iv) prinsip kontinuitas,
yaitu apakah mata pelajaran itu merupakan prasyarat untuk mata pelajaran lain atau dapat dikembangkan lebih lanjut di tingkat yang lebih tinggi.
Karena penambahan mata pelajaran akan mengakibatkan perubahan dalam berbagai aspek pengelolaan, penambahan itu harus memenuhi persyaratan administratif, sebagai berikut:
1) Usul penambahan itu dapat datang dari berbagai pihak seperti siswa, guru, kepala sekolah, komite sekolah, anggota masyarakat, dan/atau pengawas.
2) Usul itu dibicarakan di dalam rapat kelompok guru sejenis atau kelompok kerja guru, dan kemudian dibicarakan dalam sidang dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah.
3) Untuk memberikan pertimbangan akademik tentang usul tersebut, dapat diundang narasumber yang dianggap mampu memberikan masukan dan pertimbangan apakah penambahan tersebut dapat dipertanggungjawabkan..
4) Rapat dewan guru hendaknya memberikan tugas kepada tim kecil untuk menyiapkan dokumen garis-garis besar program mata pelajaran itu untuk dievaluasi dalam rapat dewan guru.
5) Jika rapat dewan guru telah menyetujuinya maka penambahan mata pelajaran ini diusulkan kepada Kepala Bidang (yang sesuai dengan jenis/tingkat) pada Kantor Dinas Pendidikan Kota yang selanjutnya akan diteruskan ke Kepala Dinas Depdiknas Kota setempat.
6) Kepala Dinas Diknas Kota akan mengeluarkan persetujuan tentang penambahan mata pelajaran.

Pengembangan Bahan Kajian pada Mata Pelajaran pada KTSP dapat dilakukan oleh sekolah untuk memperkaya pelajaran tersebut dengan catatan tidak bertentangan dan mengurangi kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional. Pemerkayaan bahan kajian ini dapat dilakukan pada berbagai tingkat seperti :
1) Dilakukan oleh Guru Bidang Studi
Guru merupakan orang yang paling mengetahui apakah materi pelajaran itu cukup untuk kepentingan siswa maupun kepentingan masyarakat. Pengetahuan guru ini diperoleh dengan mengikuti perkembangan bidang studi yang diajarkan melalui kegiatan interaksi kolegial seperti seminar, rapat kerja, hasil membaca buku, laporan hasil penelitian orang lain maupun hasil penelitiannya sendiri, dan sebagainya. Guru diharapkan mampu memahami penelitian orang lain dan juga diharapkan mampu melaksanakan penelitian ‘ sederhana tentang bahan ajar dan proses belajar-mengajar yang dilakukannya.
2) Dilakukan oleh Kelompok Guru Bidang Studi Sejenis
Kelompok guru yang mengajar mata pelajaran yang sama baik dari sekolah itu sendiri maupun dari luar sekolah sebaiknya sering. melakukan pertemuan untuk saling belajar tentang mata pelajaran yang diajarkan. Kesempatan ini dapat dipergunakan untuk memperluas atau memperdalam mata pelajaran yang diajarkan di kelas mereka.
3) Dilakukan oleh Guru Bersama Kepala Sekolah
Kepala sekolah dapat memberikan dorongan dan kemudahan kepada guru untuk mengembangkan mata pelajaran yang diajarkannya dengan, misalnya, melengkapi perpustakaan, mendorong guru untuk melakukan penelitian, memberikan kesempatan guru untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan mata pelajaran tersebut atau memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti program peningkatan mutu, baik melalui penyegaran, penataran atau pendidikan lanjut.
4) Dilakukan oleh Pengawas
Pengawas merupakan orang yang diharapkan mengetahui tentang berapa jauh keluasan dan kedalaman mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan melakukan penilaian apakah hal tersebut sudah memadai atau perlu diperluas dan diperdalam lagi. Dari hasil penilaian itu pengawas dapat memberikan saran dan petunjuk kepada guru dalam usaha mengembangkan mata pelajaran yang diajarkannya.
5) Dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Fungsi LPTK bukan hanya sekadar menghasilkan tenaga guru, tetapi juga menghasilkan temuan-temuan penelitian dalam usaha memperbaiki kinerja sistem pendidikan dalam segala aspeknya. Oleh karena itu, LPTK lebih banyak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan mata pelajaran sebagai akibat perkembangan ilmu, di samping temuan-temuan dalam bidang perkembangan anak dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan isi pendidikan. Oleh karena itu, pada tempatnyalah LPTK memberikan jasa atau diminta jasanya dalam peningkatan, perluasan atau pendalaman bidang studi yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Fungsi dan Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurkulum

Fungsi dan Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurkulum

Muatan lokal diartikan sebagai program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu diajarkan kepada siswa.
Isi dalam pengertian di atas adalah bahan pelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan muatan lokal Sedangkan media penyampaian merupakan metode dan sarana yang digunakan dalam penyampaian isi muatan lokal.
Contoh: Untuk menanamkan konsep himpunan seorang guru menggunakan batu dan buah-buahan dengan metode mengajar demonstrasi dan bahasa pengantar bahasa daerah.
Dari contoh tersebut, guru belum dapat dikatakan telah menerapkan muatan lokal walaupun media penyampaian atau sarana yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena bahan pelajaran atau isi yang disajikan tidak menunjang tujuan muatan lokal.
Kegiatan belajar mengajar yang bermuatan lokal harus mencakup baik isi maupun media penyampaiannya. Misalnya,pada suatu daerah tertentudianggapperiumelestarikan pakaian tradisional daerah sedangkan dalam kurikulum terdapat pokok bahasan mengenai kebutuhan pakaian. Untuk maksud tersebut dalam mengajarkan subpokok bahasan kebutuhan pakaian, selain fungsi dan jenis pakaian secara nasional, guru juga membahas tentang pakaian yang mencakup antara lain tentang arti dari bagian-bagian penting dari pakaian adat, cara memakainya, dan kapan serta di mana pakaian adat itu pantas digunakan, baik di masa kini maupun di masa lalu. Di samping itu guru juga mengajak murid untuk menemutunjukkan apa perbedaan pakaian adat masa lalu dan masa kini serta persamaan dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Cara penyajian yang sederhana dapat menggunakan gambar-gambar yang melukiskan penggunaan pakaian adat masa lalu dan masa kini. Dengan cara demikian maka isi dan media penyampaian dapat menunjang tercapainya tujuan muatan lokal yaitu antara lain murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya dan murid dapat menjadi lebih akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.
Lingkungan alam adalah Lingkungan hidup dan tidak hidup yang mencakup komponen bi natang dan tanaman beserta tempat tinggalnya dan hubungan timbal balik antar komponen tersebut. Jadi dalam lingkungan alam terdapat ekosistem antara lain kolam, tambak, sungai, hutan, tanah kebun, lapangan rumput, sawah, keindahan alam, beserta isinya.
Secara geografis lingkungan alam ini dapat dibagi menjadi lingkungan pantai, dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan/gunung dengan ekosistem yang terdapat di dalamnya.
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang mencakup hubungan timbal balik (interaksi) antara manusia satu dengan lainnya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Contoh-contoh lingkungan sosial antara lain adalah interaksi antarmanusia yang terdapat dalam lingkungan sekolah. lingkungan kelurahan/desa, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan lembaga=lembaga formal seperti: Koperasi Unit Desa, Puskesmas, dan Posyandu, serta lembaga-lembaga informal seperti: Subak di Bali dan sejenisnya.
Lingkungan budaya adalah lingkungan yang mencakup segenap unsur budaya yang dimiliki masyarakat di suatu daerah tertentu.Termasukdi dalamnya antara lain adalah kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan yang umumnya tidak tertulis (misalnya, tata krama dan tata cara pergaulan dengan orang tua sendiri atau orang lain yang usianya lebih tua, pergaulan dengan teman sebayadan tetangga),nilai-nilai, sertapenampiIan perlambang-perlambangyangmenyatakanperasaan, yang antara lain terdapat dalam upacara adat/tradisional, bahasa daerah (aksara, tutur kata, dan rasa bahasa daerah), dan kesenian daerah (termasuk tari-tarian daerah).
Keterpaduan antara lingkungan alam, sosial dan budaya pada hakikatnya membentuk suatu kehidupan yang memiliki ciri tertentu yang disebutpo/a kehidupan. Jadi pola kehidupan masyarakat mencakup interaksi antar anggota masyarakat berkenaan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Interaksi antar anggota masyarakat itu meliputi interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, baik formal maupun informal. Dalam kenyataannya pola kehidupan satu masyarakat dapat berbeda dengan masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan alamnyadan sejarah perkembangan kebudayaannya. Kebudayaansuatu masyarakat antara lain mencakup gagasan, keyakinan, pengetahuan, aturan dan nilai, dan perlambang (simbol-simbol) yang digunakan untuk menanggapi lingkungannya. Dengan demikian, pengembangan bahan pelajaran bermuatan lokal yang mengacu pada pola kehidupan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung mengembang kanwawasan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya.

Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurikulum

Muatan lokal dalam kurikulum dapat merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri atau bahan kajian suatu mata pelajaran yang telah ada. Sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan lokal mempunyai alokasi waktu tersendiri. Tetapi sebagai bahan kajian mata pelajaran, muatan lokal dapat sebagai tambahan bahan kajian dari mata pelajaran yang telah ada atau disampaikan secara terpadu dengan bahan kajian lain yang telah ada. Karena itu, untuk muatan lokal dapat dan tidak dapat diberikan alokasi waktu tersendiri. Muatan lokal sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri tentu dapat diberikan alokasi jam pelajaran. Misalnya, mata pelajaran bahasa daerah, pendidikan kesenian, dan pendidikan keterampilan. Demikian pula, sebagai bahan kajian tambahan dari bahan kajian yang telah ada atau sebagai satu atau lebih pokok bahasan dapat diberikan alokasi waktu. Tetapi muatan lokal sebagai bahan kajian yang merupakan penjabaran yang lebih mendalam dari pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang telah ada sukar untuk diberikan aiokasi jam pelajaran. Bahkan muatan lokal berupa disiplin di sekolah, sopan santun berbuat dan berbicara, kebersihan sena keindahan sangat sukar bahkan tidak mungkin diberikan alokasi waktu.

Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum

Fungsi Penyesuaian
Sekolah berada dalam lingkungan masyarakat. Karena itu program-program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan Demikian pula pribadi-pribadi yang ada dalam sekolah hidup dalam lingkungan, sehingga perlu diupayakan agar pribadi dapat menyesuaikan diri dan akrab dengan lingkungannya.
Fungsi Integrasi
Murid merupakan bagian integral dari masyarakat, karena itu muatan lokal harus merupakan program pendidikan yang be rfungsi untuk mendidik pribadi-pribadi yang akan memberikan sumbangan kepada masyarakat atau berfungsi untuk membentukdan mengi ntegrasikan pribadi kepada masyarakat.
Fungsi Perbedaan
Pengakuan atas perbedaanberarti pula meraberi kesempatan bagi pribadi untuk memilih apa yang diinginkannya. Karena itu muatan lokal hams merupakan program pendidikan yang bersifat luwes, yang dapat memberikan pelayanan terhadap-fcerbedaan minat dan kemampuan murid. Ini tidak berarti mendidik pribadi menjadi orang yang individualistik tetapi muatan lokal hams dapat befungsi mendorong pribadi ke arah kemajuan sosialnya dalam masyarakat.
Tujuan Muatan Lokal
Secara umum tujuan program pendidikan muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungannya serta sikap dan perilaku bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam ,kualitassosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional maupun pembangunan setempat.
Tujuan penerapan muatan lokal pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok tujuan, yaitu tujuan langsung dan tujuan tidak langsung. Tujuan langsung adalah tujuan dapat segera dicapai. Sedangkan tujuan tidak iangsung merupakan tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya. Tujuan tidak langsung pada dasarnya merupakan dampak dan tujuan langsung.
a, Tujuan langsung
1) Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid
2) Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan
3) Murid dapat menerapkanpengetahuan dan keterampilan yangdipelajarinyauntuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya.
4) Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.
b. Tujuan tak langsung
1) Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya.
2) Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya.
3) Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap
lingkungannya sendiri.
Dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar maka besar kemungkinan murid dapat mengamati, melakukan percobaan atau kegiatan belajar sendiri. Belajar mencari, mengolah, menemukan informasi sendiri dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang adadi lingkungannya merupakan pola dasar dari belajar. Belajar tentang lingkungan dan dalam lingkungan mempunyai daya tank tersendiri bagi seorang anak. Jean Piaget (1958) telah mengatakan bahwa makin banyak seorang anakmelihat dan mendengar, makin ingin ia melihat dan mendengar. Lingkungan secan. keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap cara belajar seseorang. Benyamin S. Bloom menegaskan bahwa lingkungan sebagai kondisi, daya dan dorongan eksternal dapat memberikan suatu situasi “kerja” di sekitar murid. Karena itu, lingkungan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai daya untuk membentuk dan memberi kekuatan/dorongan eksternal untuk belajar pada seseorang.
Landasan teoritik muatan lokal
a. Tingkat kemampuan berpikir murid mengharuskan Kjta menyajikan bahan kajian yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dari tingkatan konkret sampai dengan tingkatan abstrak. Pengembangan kemampuan berpikir ini ditunjang antara lain oleh teori belajar dari Ausubel (1969) dan konsep asimilasi dari Jean Piaget (1972) yang pada intinya menyatakan bahwa sesuatu yang
baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki oleh murid.
Penerimaan gagasan baru dengan bantuan gagasan/pengetahuan yang telah ada ini sebenarnya telah dikemukakan oleh Johan Friedrich Herbart (1776-1841) yang dikenal dengan istilah apersepsi.
b. Pada dasarnya anak-anak usia sekolah memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tentang segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Karena itu, mereka selalu akan gembira bila dilibatkan secara mental, fisik dan sosialnya dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembira bila diberikan kesempatan untuk menjelajahi lingkungan sekitarnyayangpenuh dengan sumber belajar. Dengan menciptakan situasi belajar, bahan kajian dan cara belajar mengajar yang menantang dan menyenangkan maka aspek kejiwaan mereka yang berada dalam proses pertumbuhan akan dapat ditumbuhkembangkan dengan baik.
4. Landasan Demografik
Keindahan bangsa dan negara Indonesia terletak pada keanekaragaman pola kehidupan dari beratus-ratus suku bangsa yang tersebar di berpuluh-puluh ribu pulau dari Sabang sampai dengan Merauke. Kekaguman terhadap bangsa dan negara Indonesia telah dinyatakan oleh hampir seluruh bangsa di dunia, karena keanekaragaman tersebut dapat dipersatukan oleh falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila. Keanekaragaman tersebut bukan saja ada pada bidang budayanya saja, tetapi juga pada keadaan alam, fauna dan floranya serta kehidupan sosialnya. Semuanya itu merupakan dasar yang sangat penting dalam mengembangkan muatan lokal.
Selain landasan-landasan pemikiran tersebut di atas, pengembangan muatan lokal juga didorong oleh kenyataan yang menunjukkan bahwa banyak murid Sekolah Dasar terpaksa hams meninggalkan bangku sekolah yang antara lain disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi orang tua murid, kurang sesuainya kurikulum sekolah dengan kebutuhan murid.
Salah satu faktor penyebab urbanisasi adalah karena pendidikan belum dapat memberikan kemampuan kepada murid untuk mengenal dan memanfaatkan keadaan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang ada di sekitarnya untuk mengembangkan pribadinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya di daerah tempat asalnya. Mengingat berbagai sebab tersebut di atas, maka tujuan-tujuan yang telah ditetapkan diharapkan dapat dicapai melalui gagasan dan penerapan muatan lokal di sekolah.