Teknik Negosiasi dalam Bisnis Retail

Teknik Negosiasi dalam Bisnis Retail

Hubungan antara pengecer, dalam hal ini pengelola toko dengan pemasok  atau suplier merupakan tahapan yang sangat penting, karena berhubungan  langsung dengan ketersediaan barang-barang yang akan dijual. Berikut ini  beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hubungan pengecer dengan  pemasok :

1. Kedua belah pihak perlu bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan  konsumen

2. Pengecer profesional mencari sumber barang yang dapat memenuhi kebutuhan akan barang-barang yang diminati oleh konsumen

3. Pengecer perlu membeli barang-barang dalam jumlah yang tepat, harga yangtepat dan di bawah perjanjian yang pantas

4. Pengecer memerlukan pemasok-pemasok yang kuat secara finansial dandapat membantu menawarkan bantuan promosi dan pelayanan yangbermanfaat

5. Pengecer membutuhkan hubungan yang lebih dekat dan dalam jangka panjang dengan pemasok

6. Pengecer bersedia mengkonsentrasikan pembelian mereka dengan pemasok yang dapat enak diajak bekerjasama

II. Potensi konflik antara pengecer dengan pemasok

Antara pengecer dengan pemasok kadangkala terjadi permasalahan atau konflik yang tidak dapat dihindarkan. Potensi konflik yang dapat ditimbulkan dari pihak pengecer yaitu :

1. Pengecer kurang mendorong penjualan barang pemasok

2. Pengecer lebih mengutamakan produk pesaing

3. Pengecer tidak menyediakan stock sebagaimana yang telah disepakati bersama

4. Pengecer menginginkan syarat-syarat perjanjian yang lebih menguntungkan

dan minta pengiriman yang sesering mungkin

5. Pengecer minta diskon yang lebih besar dan konsesi-konsesi lain

6. Pengecer sering terlambat membayar tagihan

Sedangkan potensi konflik dari pihak pemasok yaitu :

1. Pemasok hanya sedikit memberikan dukungan promosi

2. Sistem pengambilan barang kurang baik

3. Mutu barang kurang baik

4. Jaminan penyediaan barang tidak sesuai dengan yang di butuhkan

Hal –hal yang perlu disepakati

Dengan memperhatikan potensi konflik tersebut di atas, maka antara pihak pemasok dengan pengecer perlu membuat kesepakatan untuk beberapa hal yang menyangkut mengenai barang. Hal-hal tersebut yaitu :

1. Sistem pengiriman barang

2. Siapa yang menanggung biaya pengiriman

3. Bagaimana menangani pengembalian barang

4. Garansi macam apa yang dapat diberikan

5. Sistem pembayaran

6. Harga

7. Jumlah pembelian

8. Diskon

Beberapa pertimbangan dalam berhubungan dengan pemasok

Pengecer dengan pemasok tentunya menginginkan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk dapat mewujudkan keinginan tersebut maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

1. Kepercayaan

2. Harga

3. Pengiriman

4. Informasi

5. Order ulang

6. Mark up

7. Risiko

V. Teknik Negosiasi

Bernegosiasi dengan pihak pemasok merupakan salah satu dari mata rantai pelaksanaan bisnis eceran. Cara bernegosiasi yang benar dan efektif sebenarnya tidak ada aturan yang baku, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bernegosiasi. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu pengalaman dalam bernegosiasi, kemampuan berkomunikasidan lain-lain. Berikut ini beberapa petunjuk praktis mengenai teknik negosiasi yang secara umum telah diterapkan oleh para pengelola bisnis eceran.

1. Persiapkan diri anda

Sebelum negosiasi di mulai, analisislah situasi dengan cermat dan rencanakanstrategi negosiasi anda

2. Masukilah meja perundingan dengan orientasi “menang-menang” (win-win)

Menang dengan mengorbankan pihak lawan pada akhirnya akan menghantui kita. Secara konsisten dan tekun tunjukkanlah sikap bahwa kedua pihak dapat memperoleh manfaat dari persetujuan ini. Memangnegosiasi yang benar-benar sukses adalah negosiasi yang memenuhi kebutuhan semua pihak.

3. Binalah kepercayaan pribadi dan iklim yang postif Kita akan mendapatkan lebih banyak orang yang merasa senang kepada kita

4. Namun bila terbukti sebaliknya, anggaplah bahwa pihak lawan dapat

dipercaya

Berpeganglah pada asumsi ini, sampai perilaku pihak lawan terbukti tidak demikian , rasa mempercayai merupakan faktor terpenting yang membedakan negosiasi dengan tawar menawar

5. Pastikan bahwa pihak lawan memang mempunyai otoritas untuk menandatangani kontrak

6. Ketahuilah apa yang kita inginkan, mintalah yang kita inginkan serta siapkanlah memberikan imbalannya

Tentukan batas minimum posisi kita. Komunikasikan kebutuhan kita secara jelas kepada pihak lawan. Sadarilah bahwa pihak lawan tentu akan menilai tukar menukar ini seperti yang juga kita lakukan.

7. Pusatkan pada kebutuhan, bukan pada posisi atau pada pribadi

8. Dengarkan baik-baik dan ajukan pertanyaan

Pusatkan bukan pada apa yang mereka inginkan, melainkan pada mengapa mereka menginginkannya

9. Carilah peluang untuk mencocokkan “mata uang alternatif” dengan pihak lawan

Uang adalah alat tukar, tetapi adakalanya alat tukar lain dapat mempunyaini lai yang setara atau bahkan lebih besar

10. Bernegosiasi untuk jangka panjang, bukan jangka pendek Kita tentu tidak ingin melakukannya kembali dalam waktu dekat

11. Jangan takut mengambil jeda

Mengusulkan reses bukanlah tanda kelemahan. Sebaliknya, kita hampir selalu kembali dengan tenaga baru yang lebih kuat.

12. Bila kita menghadapi jalan buntu, kemukakanlah informasi baru tetapkan baras waktu yang disepakati bersama atau buatlah konsesi akhir.

13. Jangan pernah memberikan konsesi tanpa mendapatkan imbalannya

Bila kita menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, kita segera berada dalam posisi negosiasi yang sangat kuat

14. Bantulah pihak lawan untuk menjaga martabatnya

Sediakan jalan untuk menyelamatkan muka, jika perlu. Jika kita telah berhasilbaik dalam negosiasi, kita dapat berusaha untuk bermurah hati

15. Tetapkan kesepakatan yang spesifik dan jelas yang tidak memungkinkanpengingkaranJika negosiasi telah selesai, kita masih tetap mempunyai kontrak untukdinegosiasikan

16. Pantaulah kesepakatan setelah tercapainya persetujuan

Jika harapan kita tidak terpenuhi, carilah tahu mengapa. Barangkalikesepakatan perlu direvisi, atau pihak lawan tidak benar-benarmemahaminya. Janganlah cepat berprasangka terhadap pihak lawan

 

 

Tentang Persepsi

Tentang Persepsi

Pengertian persepsi menurut Davidoff adalah stimulus yang diindera oleh individu dan diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diinderanya itu. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang ia dengar dan sebagainya.

Adapun menurut Dimyati mengemukakan bahwa persepsi adalah penafsiran stimulus yang telah ada dalam otak. Sedangkan menurut Jalaluddin Rahmat persepsi adalah pengalaman tentang obyek peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi berarti memberikan makna pada stimulus inderawi (Sensory Stimulus).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, nampak jelas bahwa di dalam pengertian persepsi mengandung muatan :
(1)adanya proses penerimaan stimulus melalui alat indera,
(2)adanya proses psikologis di dalam otak,
(3)adanya kesadaran dari apa yang telah diinderakan,
(4)memberikan makna pada stimulus.

Dengan demikian pengertian persepsi dapat disimpulkan sebagai suatu tanggapan atau penilaian terhadap suatu obyek tersebut, yang kemudian dilanjutkan dengan proses psikologis di dalam otak, sehingga individu dapat menyadari dan memberikan makna terhadap obyek yang telah diinderakan tersebut.

Persepsi seseorang selalu didasarkan pada kejiwaan berdasarkan rangsangan yang diterima oleh inderanya. Disamping itu persepsi juga didasarkan pada pengalaman dan tujuan seseorang pada saat terjadi persepsi. Persepsi merupakan suatu pengalaman tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek dari luar peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu merespon dan menggabungkan masukan itu dengan salah satu kategori obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa. Obyek-obyek disekitar kita dapat ditangkap dengan indera dan diproyeksikan pada bagian-bagian tertentu diotak sehingga tubuh dapat mengamati obyek tersebut. Sebagian tingkah laku dan penyesuaian individu ditentukan oleh persepsinya. Teori diatas dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan proses aktif dimana yang memegang peran bukan hanya stimulus yang mengenai, tetapi juga individu sebagai kesatuan dengan pengalaman baik yang di dapat secara langsung maupun melalui proses belajar.

Individu dalam melakukan pengalaman untuk mengartikan rangsangan yang diterima, agar proses pengamatan tersebut terjadi maka perlu obyek yang diamati, alat indera yang cukup baik dan perhatian. Itu semua merupakan langkahlangkah sebagai suatu persiapan dalam pengamatan yang ditujukan dengan tahap demi tahap, yaitu tahap pertama merupakan tanggapan yang dikenal sebagai proses kealaman atau proses fisik, merupakan ditangkapnya stimulus dengan alat indera manusia. Sedangkan tahap kedua adalah tahap yang dikenal orang dengan proses fisiologi merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh perseptor ke otak melalui syaraf-syaraf sensorik, dan tahap ketiga dikenal dengan proses psikologi merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima oleh perseptor1.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Persepsi
Ada tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi yaitu perhatian, karakteristik orang yang mempersepsi dan sifat stimuli yang dipersepsi. Adapun uraian dari ketiga faktor itu adalah :

a. Faktor Perhatian
Perhatian adalah pemusatan indera kepada hal-hal tertentu yang terjadi dalam pengalaman dan mengabaikan masalah-masalah lain. Perhatian menyaring atau menyeleksi informasi inderawi yang diterima. Dengan demikian yang dipersepsikan bukan semua stimuli inderawi, namun yang menarik perhatian.

b. Faktor karakteristik yang dipersepsi
Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli saja, melainkan juga karakteristik orang yang menerima stimuli dan memberi respon stimuli tersebut. Misalnya kebutuhan dan pengalaman masa lalu dan faktor-faktor personal.

c. Faktor sifat stimuli yang dipersepsi
Pengaruh terbentuknya persepsi selain perhatian dan karakteristik orang yang mempersepsi juga berasal dari sifat stimuli semata-mata. Jadi sebagaimana adanya stimuli yang diterima oleh indera manusia juga mempengaruhi terbentuknya persepsi.

Persepsi adalah merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari Individu mengamati obyek psikologik dengan persepsinya sendiri.
Persepsi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Faktor pengalaman dan proses belajar member bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat, sedang cakrawala dan pengetahuan memberi arti terhadap obyek psikologis. Melalui komponen kognisi akan timbul ide, kemudian konsep apa yang dilihat. Melalui komponen afeksi memberi evaluasi emosional terhadap obyek, komponen konasi menentukan kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap obyek. Atas dasar ini situasi yang semula tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini berarti bahwa antara obyek yang dilihat sesuai dengan penghayatannya dimana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional dan emosional. Jika situasi ini tidak tercapai, maka individu menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap apatis, acuh tak acuh, atau menentang sampai ekstrim memberontak. Keseimbangan ini dapat kembali jika persepsi bisa diubah melalui komponen kognisi.

David Krench dan Richard S. Crutchfield membagi faktor-faktor yang menentukan persepsi menjadi dua yaitu :

a. Faktor Fungsional
Yang dimaksud faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari
kebutuhan, pengalaman, masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor personal yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

b. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah faktor yang berasal semata-mata dari sifat.
Stimulus fisik efek-efek syaraf yang timbul pada sistem syaraf individu. Faktor struktural yang menentukan persepsi, menurut teori gestalt bila kita ingin persepsikan sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah, kita harus memandangnya dengan hubungan keseluruhan.

Syarat-Syarat Terjadinya Persepsi Beberapa syarat sebelum individu mengadakan persepsi adalah :

a. Adanya Obyek (sasaran yang dituju)
Obyek atau sasaran yang diamati akan menimbulkan stimulus atau
rangsangan yang mengenai alat indera. Obyek dalam hal ini adalah nilai-nilai kepahlawanan Mohammad Hatta dalam proses belajar mengajar akan memberikan stimulus yang akan ditanggapi oleh siswa.

b. Alat Indera atau Reseptor
Alat indera atau reseptor yang dimaksud adalah alat indera untuk
menerima stimulus kemudian diterima dan diteruskan oleh syaraf sensorik yang selanjutnya akan disimpan dalam susunan syaraf pusat yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

c. Adanya Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian yaitu langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi, tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek.

Pada proses persepsi terdapat komponen-komponen dan kegiatan-kegiatan
kognisi dengan memberikan bentuk dan struktur bagi obyek yang ditangkap oleh panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap obyek yang ditangkap atau dipersepsikan individu, dan akhirnya konasi individu akan berperan dalam menentukan terjadinya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap obyek yang ada.

Syarat individu untuk mempersepsi suatu obyek atau peristiwa adanya
obyek yang dijadikan sasaran pengamatan, dimana obyek tersebut harus benarbenar diamati dengan seksama, dan untuk mengamati suatu obyek atau peristiwa perlu adanya indera yang baik karena kalau tidak individu tersebut menjadi salah mempersepsi. Demikian pula dalam mempersepsi penokohan Mohammad Hatta, ia memerlukan pengamatan, pengenalan yang seksama melalui alat inderanya terhadap obyek persepsi, sehingga dengan pengamatan dan pengenalan yangmendalam dan seksama itulah diharapkan siswa akan mempersepsi obyek tersebut dengan benar atau positif.

Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan itu
dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karna itu tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah, dan tokoh-tokoh masyarakat.
Sesuai dengan pembahasan itu maka menitik beratkan pada tanggung
jawab pendidikan di lingkungan keluarga khususnya orang tua. Yang dimaksud orang tua di sini adalah : ibu dan ayah, ibu dan ayah sebagai orang tua, baik secara perseorangan ataupun bersama-sama mempunyai peranan yang tak terhingga dalam kehidupan anak, secara luas, baik yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak dari psikologis ataupun pertumbuhan dan perkembangan psikologisnya dapat dikatakan bahwa hampir sepenuhnya anak menggantungkan hidup dan kehidupannya pada orang tua, apakah hidupnya bahagia atau sengsara, sukses atau gagal dalam hidup selalu bergantung pada orang tua, oleh karnanya tak dapat disangkal akan peranan orang tua dalam kehidupan anak (siswa) secara luas (umum).

Mengenai peranan orang tua terhadap anaknya dalam pendidikan yaitu
meliputi :
a. Kebutuhan akan rasa kasih sayang
b. Kebutuhan akan rasa aman
c. Kebutuhan akan harga diri
d. Kebutuhan akan rasa kebebasan
e. Kebutuhan akan rasa sukses
f. Kebutuhan akan mengenal

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan
orang tua dalam kaitannya dengan pendidikan anak adalah sebagai pendidik pertama dan utama, di mana tanggung jawab pendidikan anak, utamanya pendidikan dalam keluarga dipegang oleh orang tua, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak antara lain meliputi :
a. Dorongan/motivasi cinta kasih sayang yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggung jawab dan mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
b. Dorongan/motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan
orang tua dengan anak atau terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai- nilai relegius spiritual yang dijiwai ketuhanan yang Maha Esa dan agama masing-masing, disamping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan. Keluarga
c. Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat. Bangsa dan negaranya, bahkan kemanusiaan, tanggung jawab sosial ini merupakan perwujudan kesadaran tanggung jawab kekeluargaan yang diikuti oleh darah keturunan dan kesatuan keyakinan.

“Dari Ibu Umar RA, Saya mendengar Rosulullah bersabda setiap kamu
adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai tentang kepemimpinan,
seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin atas rumah
tangganya ditanya tentang kepemimpinannya, seorang istri adalah pemimpin keluarganya dan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang pembantu adalah pemimpin harta tuannya dan ditanya tentang kepemimpinannya, dan setiap kamu adalah pemimpin dan ditanya tentang kepemimpinannya” (HR. Bukhori dan Muslim).

Dalam rangka kepemimpinannya ini, orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan anak lahir dan batin serta
kebahagiaannya di dunia dan di akhirat, orang tua harus dapat membimbing dan mengarahkan anak kepada pendidikan yang baik sesuai dengan normanorma agama, dan adab sopan santun dalam hidup bermasyarakat. Dengan adanya bimbingan dan pengarahan yang baik dari orang tua terhadap anak sejak masa kanak-kanak maka dapat diharapkan setelah dewasa nanti segala tindakannya akan selalu didasari norma-norma agama dan sopan santun.

Dengan demikian secara tidak langsung orang tua telah memberikan
sumbangan dalam menciptakan suasana masyarakat aman dan tentram.
Berdasarkan kondisi dan masalah di atas, perlu adanya pengembangan
kebijakan yang memungkinkan tokoh agama dan lembaga keagamaan
mengambil peran dan fungsi yang proaktif dalam pembinaan akhlak anak,
langkah ini bukan saja karena motivasi agama, tetapai sebagai langkah
antisipatif terhadap kondisi masyarakat moderen yang mengarah kepada
perusakan sendi-sendi moral anak.

Dalam hubungannya dengan skripsi ini maka perlu diketahui
sebelumnya bagaimana peranan orang tua dalam pendidikan secara umum.
Adapun peranan orang tua dalam keluarga yang paling menonjol adalah
penanggung jawab anggota keluarga termasuk anak.

Hal ini sesuai dengan firman Allah At Tahrim 6 yang berbunyi ;
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (Attahrim : 6)

Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita untuk memelihara dirinya sendiri dan keluarga agar tidak terjerumus ke dalam api neraka atau hal-hal negatif, salah satu upaya untuk mewujudkan perintah tersebut adalah melalui pendidikan. Karena dengan memperoleh pendidikan seorang akan dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk, ayat tersebut juga menggambarkan bahwa orang tua berkewajiban memberikan pelajaran agar anak tidak terjerumus dalam kemungkaran.

“Dan orang-orang berkata : “Ya tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”

3. Kondisi-Kondisi Orang Tua Yang Berpengaruh Terhadap Pendidikan Anak

Kondisi-kondisi orang tua yang sekiranya dapat berpengaruh terhadap
pendidikan anak secara garis besarnya terbagi menjadi dua bagian yaitu, kondisi obyektif orang tua dan kondisi subyektif orang tua.

a. Kondisi Obyektif Orang Tua

Yang dimaksud dengan kondisi obyektif orang tua di sini adalah
antara lain berupa keutuhan oang tua, kondisi ekonomi orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan status sosial orang tua.

1) Keutuhan Orang Tua

Keutuhan orang tua ditandai dengan lengkapnya anggota keluarga khususnya ibu dan ayah dan tak pernah atau jarang tejadi percekcokan dan pertengkaran antara anggota keluarga serta semua anggota keluarga dapat saling berkomunikasi dan berkumpul dengan mudah dan sering.

Keutuhan orang tua ini juga dapat berpengaruh terhadap ketenangan belajar siswa/anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut : “untuk kelancaran pendidikan dalam keluarga, maka perlu ditetapkan acara yang terperinci mengenai materi, waktu.tempat
dan lain- lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keutuhan keluarga merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi proses dan hasil belajar anak di sekolah.

2) Kondisi Ekonomi Orang Tua

Pada zaman sekarang ini boleh dikatakan bahwa biaya
pendidikan (menuntut ilmu) terutama pada lembaga-lembaga pendidikan
formal adalah cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada besarnya biaya
penyelenggaraan pendidikan spp yang diwajibkan pada para siswa, dan
juga keharusan memenuhi sarana dan alat-alat pendidikan terutama saran dalam alat-alat belajar anak. Hal-hal seperti ini tersebut di atas membutuhkan tersedianya perekonomian yang mencukupi dari rasa
orang tua agar para siswa dapat mengikuti pend idikan dan belajar dengan baik sesuai dengan tuntutan yang ada.
Kualitas pendidikan banyak tergantung pada tersedianya
pembiayaan yang memadai dalam penyelenggaraannya. Bahkan
seringkali terjadi keberhasilan pendidikan anak tergantung pada cukup
tidaknya atau tinggi rendahnya perekonomian. Orang tua dengan
demikian orang tua yang mempunyai atau termasuk status ekonominya
yang cukup akan lebih memungkinkan untuk berhasil dalam pendidikan
dari pada orang tua anak yang ekonominya rendah. Oleh sebab itu
dengan ekonominya yag mencukupi akan dapat memenuhi tuntutantuntutan
pendidikan yang membutuhkan pembiayaan seperti sarana dan
prasarana.

Pendidikan berkaitan dengan pernyataan : “Status ekonomi
banyak menentukan kemampuan keluarga dalam menyediakan fasilitas
sarana yang diperlukan anak dalam menelaah bahan pelajaran di sekolah
dari soal buku pelajaran”.
Selain itu bila status ekonomi orang tua tergolong cukup maka
orang tua akan lebih dapat mencurahkan perhatiannya terhadap
pendidikan anak. Di samping itu siswa sendiri tidak banyak memperoleh
kesulitan dalam rangka pengabdian dan pemenuhan sarana, fasilitas serta saran alat-alat belajar yang diperlukan demi kelancaran proses pendidikannya. Hal ini juga berkaitan dengan kenyataan sebagai berikut :

“Orang tua harus memberikan pelayanan yang sebaik mungkin menurut
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak”.
Telah dibuat berbagai pernyataan mengenai cara memperlakukan anak-anak seperti misalnya anak-anak harus diawasi dan bukannya didengarkan suaranya saja mereka hanya mengalami masa muda sekali saja, biarkan mereka menikmantinya,singkirkan rotan dan memanjakan anak: anak-anak harus dilindungi, anak harus dibiarkan
bebas berbuat; bukanlah persoalan sesungguhnya ialah, bagaimana kita membesarkan anak-anak selama mereka tetap memperoleh keperluan dasar, yaitu makanan, air, dan perlindungan.

3) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Dalam kaitannya dengan pendidikan anak ini, orang tua yang tergolong berpendidikan akan sangat berarti bagi pendidikan siswa. Di mana seringkali tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pandangan dan sikap orang terhadap pendidikan anak-anaknya. Orang tua yang tergolong berpendidikan akan dapat membimbing, membantu serta pengetahuan pendidikan anaknya hingga ke tingkat yang lebih tinggi sebesar kemampuan yang dimilikinya, bahkan merasa cukup menyekolahkan anaknya sebatas sekolah dasar saja.

4) Status Sosial Orang Tua

Status sosial yang dimaksud di sini adalah kedudukan orang tua
dalam jajaran interaksi pergaulan sosial dalam masyarakat di mana orang tua itu hidup. Status sosial orang tua ini dapat mempengaruhi pendidikan para anak, antara lain dapat mempengaruhi bagaimana orang
memperlihatkan, memikirkan serta memberikan wawasan kependidikan
kepada anak-anaknya mengatakan sebagai berikut : “Status sosial orang
tua pada suatu ketika dapat menentukan sikap mereka terhadap
pendidikan atau peranan pendidikan dalam kehidupan manusia”

b. Kondisi Subyektif Orang Tua

Yang dimaksud dengan kondisi subyektif di sini adalah kondisikondisi
yang berkaitan dengan kepribadian orang tua, yang antara lain
meliputi : sikap kepemimpinan orang tua, cara orang tua mendidik anak, cara memberi pelayanan dan lain- lain.
Sebagai pemimpin keluarga, maka sikap kepemimpinannya
seringkali dominan dalam mempengaruhi pendidikan anak atau pendidikan
anak-anaknya. Dalam hal ini kita mengenai adanya tiga macam sikap
kepemimpinan orang yang dapat mempengaruhi pendidikan anak, yaitu :
sikap otoriter, sikap demokratis, dan sikap laisser faire. Penelitianpenelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti : Mueller, Frnkel, Lawin, membuktikan sikap kepemimpinan yang lebih efektif adalah :
Sikap demokratis, dimana orang tua di samping memegang
kendali dan mengarahkan secara maksimal perkembangan anak, juga
memberikan kesempatan anak-anaknya untuk berkreasi sesuai dengan
kemampuan yang ada pada diri anak-anak.

Adapun secara jelasnya kondisi subyektif orang tua itu antara lain
sebgai berikut :

a) Sikap Kemimpinan Orang Tua

Yang dimaksud dengan sikap kepemimpinan orang tua di sini adalah sikap dan cara-cara serta kebijaksanaan yang ditempuh orang tua untuk membimbing dan mendidik anaknya. Hal- hal tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar.
Sikap orang tua dalam mendidik anak-anaknya besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak, dibandingkan dengan sikap otoriter dan laissez faire, maka sikap demokrasi orang tualah yang lebih menguntungkan dan memberikan hasil yang lebih baik, dengan
sikap yang demokrasi.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial di dalam rumah keluarga yaitu menyangkut interaksi antar golongan keluarga : ayah-ibu dan anak-anak yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya proses belajar anak di sekolah Demi kelancaran serta keberhasilan anak-anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman untuk menyukseskan belajar anak sendiri.

b) Cara Orang Tua Mendidik Anak

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya tehadap
belajar anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut :
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap lingkungan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya hal ini disebabkan :

1) Pengaruh itu merupakan pengala man yang pertama-tama.
2) Pengaruh yang diterima anak itu masih terbatas jumlah dan luasnya.
3) Intensitas pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus-menerus
siang dan malam.

4) Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman yang bersifat intim.

Di manapun proses pendidikan berlangsung alasan utama kehadiran guru adalah untuk membantu siswa agar belajar sebaikbaiknya. Oleh karena itu, adalah hal esensial (pokok, dasar) bagi guru untuk memahami sepenuhnya cara dan tahapan belajar yang terjadi
pada diri siswanya.

Keluarga dalam hal ini orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya acuh tak acuh terhadap belajar anaknya tidak mau tahu bagaimana kemajuan anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami anaknya dalam belajar dan lain- lain,
dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam melaksanakan studinya, untuk itu pendidikan anak dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam mengembangkan anak terutama teladan dari orang tua sikap dan tingkah laku sehari-hari kemudian menjelaskan :

Usaha untuk memupuk rasa hormat anak terhadap orang tuanya. Antara lain:
1) Pupuklah rasa kasih sayang di antara suami istri.
2)Tunjukkanlah kepercayaan orang tua terhadap anaknya
3)Hargailah karya anak dan perhatikanlah keinginan dan kebutuhannya.
4)Kenalkanlah nilai- nilai yang dapat menjadikan kegembiraan kesenangan seluruh anggota keluarga
5)Bila anak-anak kurang berakhlak kurang baik nasehatilah dengan penuh kebijaksanaan dan pendidikan yang baik.

Daftar Bacaan
Departemen Agama Al-Qur’an dan Terjemahan,(Jakarta : Yayasan Penterjemah,1985)
Ishak Soleh Manajemen Rumah Tangga, (Bandung : Angkasa,1994)
Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung : Eresco, 1996)
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidik an, (Bandung : Remaja Karya,1988
Moh Amin, Moral Remaja (Pasuruan Garuda : Buana Indah,1992
Tim Dosen IKIP Malang Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan(Surabaya ; Usaha Nasional,1981),
Slamento, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta Bina Aksara,1988)
Zakiah Dradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta : Haji Mas Agung,1990),

Perbedaan Komunikasi Massa dan Privat

Perbedaan Komunikasi Massa dan Privat

Pengertian Komunikasi Massa menurut Jallaludin Rakhmat adalah jenis/bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim, melalui media cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator menggunakan teknologi media massa secara proporsional guna menyebarluaskan pengalamannya melampaui jarak untuk mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang banyak.

Sehingga jelas bahwa komunikasi massa memiliki komponen-komponen sebagai
berikut:
1. Komunikator komunikasi massa.
2. Pesan komunikasi massa.
3. Media komunikasi massa.
Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media yang
memiliki ciri khas, kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak dan serentak. (pers, radio, televisi dan film).
4. Khalayak komunikasi massa.
5. Filter/regulator komunikasi massa.
Regulator adalah lembaga atau individu yang mewakili lembaga berwenang untuk memberi perhatian atau tekanan kepada media masa. Bedanya dengan filter, regulator berada di luar lembaga media massa. Filter utama yang dimiliki khalayak adalah indera yang dipengaruhi tiga kondisi:
a. budaya
b. psychological (frame of reference dan experience)
c. physical/fisik (internal dan eksternal)
6. Gatekeeper
Gatekeepers dapat berupa seseorang atau kelompok yang dilalui oleh suatu
pesan dari pengirim ke penerima. Fungsi utamanya adalah menyaring pesan
yang diterima seseorang dan menyeleksi isi pesan yang akan dikomunikasikan.
7. Feedback.
Umpan balik yang diberikan penerima pesan kepada penyampai pesan adalah
feedback. Terdiri dari internal feedback, eksternal feedback, representatif
feedback, kumulatif feedback, kuantitatif feedback, institusional feedback.

Setiap komponen di atas memiliki sifat-sifat yang berbeda dari jenis
komunikasi lainnya. Karena itu, kita dapat melihat ciri-ciri khusus dalam komunikasi massa, yaitu:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah.
Ini berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga.
Misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang digunakannya adalah suatu institusi, maka dalam menyebarkan pesan mereka bertindak atas nama lembaga. Berarti sejalan dengan kebijaksanaan (policy) surat kabar atau stasiun televisi yang diwakilinya.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum.
Mereka tidak akan menyiarkan pesan yang tidak menyangkut kepentingan
umum.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Mereka memiliki kemampuan untuk menyebarkan pesan secara serempak dan diterima khalayak secara serempak pula.
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen
Dalam keberadaannya, komunikan terpencar-pencar, dimana satu sama
lainnya tidak saling kenal dan memiliki beragam perbedaan seperti lokasi,jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya.
Jika dilihat dari sisi masyarakat, maka media massa memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan mereka. Yosehp R. Dominick, dalam bukunya Dynamics of Mass Communication menyebutkan fungsi komunikasi massa tersebut, terdiri dari:

1. Pengawasan
Hal ini mengacu pada peran berita dan informasi bagi masyarakat. Orangorang media, yakni para wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi, koresponden kantor berita, dan lain-lain berada dimana-mana di seluruh belahan bumi demi mengumpulkan informasi untuk masyarakat. Pengawasan yang diberikan dapat terbagi ke dalam dua bentuk pengawasan:

a. Pengawasan peringatan
Bentuk ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita
mengenai ancaman letusan gunung api, tsunami, gempa, kondisi ekonomi, inflasi, dan keamanan negara.

b. Pengawasan instrumental
Bentuk ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna untuk
kehidupan sehari-hari. Berita tentang harga kebutuhan di pasar, produk anyar, dan pertunjukan/acara suatu wilayah adalah contoh-contoh dari pengawasan ini.

2. Interpretasi
Yang erat kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi interpretasi. Di sini, media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai peristiwa tertentu.
Karena itu di negara maju yang pers-nya sudah diakui keampuhannya dalam menjalani fungsi ini, sering dijuluki sebaga the watchdog. Anjing penjaga yang menggonggong apabila pemerintah/perusahaan/organisasi ingkar terhadap janji mereka pada masyarakat.
3. Hubungan
Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam
masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran
perorangan. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku seseorang, baik yang positif konstruktif maupun yang negatif destruktif, yang apabila diberitakan oleh media massa, maka segera seluruh masyarakat mengetahuinya.
Jadi, orang-orang yang memiliki kesamaan, tetapi terpisah secara geografis dapat dihubungkan dengan media massa.
4. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (values). Media massa menyajikan penggambaran masyarakat. Dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton, maka seseorang dapat mempelajari bagaimana perilaku dan nilainilai yang penting.
5. Hiburan
Fungsi ini memang jelas pada media televisi, film, dan rekaman suara. Namun media seperti surat kabar dan majalah, walaupun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, namun rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, atau bergambar.

Bahkan saat ini media massa sudah ada yang mengkhususkan fungsinya
menyampaikan hal-hal yang dapat menghibur khalayaknya.
Hal lain yang perlu dipahami dari komunikasi massa ini adalah pengertian ranah privat (private domain) dan ranah publik (public domain).
Kedua hal ini umumnya sering disalahartikan. Orang beranggapan bahwa ranah privat berarti informasi-informasi yang sifatnya pribadi. Sehingga tidak harus atau tidak penting untuk menjadi milik masyarakat luas. Sedangkan ranah publik berarti
informasi-informasi yang sifatnya harus diketahui publik. Sehingga kita tidak boleh menahan informasi tersebut, apapun alasannya.
Pemahaman di atas salah. Karena pengertian ranah privat dan ranah publik sebenarnya tidak mengacu pada ‘sifat informasi’ yang dimiliki media massa.
Namun kepada ‘sifat kepemilikan medium’ yang digunakan pengelola suatu media massa tersebut.

Ranah privat mengacu kepada kepemilikan pribadi atas media massa. Dengan kata lain, media cetak merupakan ranah privat, karena pengelola media memproduksi dan memiliki sendiri koran/majalah tersebut sebagai medium mereka. Misalnya:
pemilik Majalah Gatra adalah pemilik tidak hanya lembaga usahanya, tetapi juga fisik majalah tersebut sampai khalayak membelinya sehingga kepemilikan fisik menjadi berpindah tangan.

Sedangkan ranah publik mengacu kepada kepemilikan publik. Dengan kata lain, media radio dan televisi merupakan ranah publik, karena pengelola media hanya memiliki isi siarannya. Namun udara atau frekuensi yang dipakai radio dan televisi sebagai medium penyiarannya adalah milik publik. Misalnya: pemilik Trans TV
hanyalah memiliki lembaga usaha dan isi penyiaran, tetapi frekuensi radio yang digunakan bukanlah miliknya, melainkan milik publik yang diwakili oleh pemerintah.

Karena itulah ranah publik selalu menuntut pengelola siaran untuk menaati peraturan dan mendapatkan ijin terlebih dahulu –dari publik yang diwakilkan pemerintah, sebagai pemilik medium– untuk menggunakan ranah ini. Selain itu,
pengelola siaran juga dituntut untuk mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat agar dapat merebut hati dan perhatian mereka. Hal ini harus dilakukan agar isi siaran yang telah mereka buat tidak terbuang sia-sia.
Sementara pemerintah –yang diwakilkan lembaga tertentu– harus berperan sebagai wakil publik atau filter/regulator, untuk menyaring kepentingan pengelola media yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat.

Bagaimana Berkomunikasi yang Manusiawi

Bagaimana Berkomunikasi yang Manusiawi

Komunikasi manusia itu adalah proses simbolik yang
melibatkan pemberian makna oleh masing-masing peserta komunikasi. Dengan cara pandang demikian, kita akan melihat implikasi yang terjadi dari proses komunikasi tersebut.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kita sulit melakukan komunikasi, yaitu:
a. Kurangnya informasi atau pengetahuan (tidak bisa menentukan dengan tepat fokus komunikasi).
b. Tidak menjelaskan prioritas dengan gamblang (tidak bisa menjelaskan mana yang paling penting diantara sejumlah hal).
c. Tidak menyimak (bukan hanya mendengar, tetapi juga meresapkannya
dalam kesadaran diri serta melibatkan diri dalam proses komunikasi
tersebut).
d. Tidak memahami sepenuhnya dan tidak mengajukan pertanyaan.
e. Dalam mengambil keputusan, terlalu menaruh prasangka (hanya berpikir berdasarkan apa yang baik bagi dirinya).
f. Tidak memahami kebutuhan orang lain.
g. Tidak memikirkannya dalam-dalam, terlalu cepat menarik kesimpulan.
h. Kehilangan kesabaran, membiarkan diskusi berubah menjadi ajang debat kusir.
i. Waktu yang singkat (tidak cukup waktu untuk mempertimbangkan dan
memahami cara berpikir orang lain).
j. Suasana hati yang buruk.
Demikianlah, jika salah satu atau lebih faktor di atas terjadi dalam komunikasi kita, maka bisa dipastikan komunikasi kita akan menjadi berat dan sulit. Lebih jauh lagi, komunikasi kita berpotensi untuk gagal (communication breakdown). Sejumlah hal akan kita alami jika ini terjadi.
2. Akibat Kegagalan Komunikasi
Jika kegagalan komunikasi terjadi, maka ada sejumlah masalah yang akan muncul sebagai implikasinya, yaitu:
a. Kegagalan berusaha.
b. Kehilangan niat baik (kegagalan komunikasi terbawa dalam perasaan
sehingga memunculkan kecurigaan).
c. Menurunkan citra perusahaan/lembaga.
d. Tidur berkurang (karena tegang dan dipikirkan terlalu dalam).
e. Antusiasme berkurang (malas untuk melakukan komunikasi selanjutnya).
f. Kesalahan, ketidakefektifan kerja.
g. Produktifitas berkurang dan bermalas-malasan.
h. Harga diri dan kepercayaan diri menurun.
i. Frustrasi dan rasa permusuhan yang memuncak.
j. Ketidaksukaan staf kepada pimpinan.
k. Kreatifitas berkurang.
l. Semangat kerja dan kekompakan tim berkurang.
m. Ketidakhadiran dan apatisme atas pekerjaan.

3. Saringan/filter dalam berkomunikasi
Agar kesulitan komunikasi bisa dihindari, selain faktor yang bisa
menyulitkan, maka kita harus mewaspadai sejumlah filter yang secara
potensial bisa menghambat komunikasi tersebut, yaitu:
a. Evaluasi yang terlalu dini (menilai tanpa bekal informasi yang cukup).
b. Ada hal lain dalam benak anda (tidak berkonsentrasi dan cenderung
membagi perhatian pada hal lain).
c. Kecenderungan untuk cepat mengambil kesimpulan (keterburu-buruan
sebelum semua informasi lengkap diterima dan ditelaah).
d. Prasangka (munculnya stereotype/praduga yang bisa menyebabkan sikap diskriminatif).
e. Pikiran anda mudah menerawang (sulit berkonsentrasi dan cenderung
memanjakan imajinasi daripada memperhatikan komunikasi orang lain).
f. Tidak perhatian (tidak memberikan kadar perhatian yang memadai untuk komunikasi yang sedang dihadapi).
g. Asumsi-asumsi (kita adalah seperti yang kita pikirkan. Kita berpikir, bersikap dan berperilaku seperti apa yang ingin kita pikir, sikap dan perilakukan).
h. Berada dalam situasi penuh tekanan/stress.
i. Kemampuan mendengar yang lemah (tidak melulu melihat siapa yang
berbicara, tetapi lebih menekankan pada apa yang dibicarakan).
j. Memiliki rentang perhatian yang singkat.
k. Gangguan pendengaran.
l. Gagasan-gagasan yang tak dapat diubah (sulit merubah sikap dasar, yang bisa kita lakukan adalah mencoba mengarahkan sikap dasar pada sikap lain yang masih dalam jalurnya).

4. Perbedaan antara apatis, empatik dan simpatik
Dengan melihat pada saringan-saringan yang dihadapi, maka ada suatu sikap dasar dalam berkomunikasi yang penting untuk dikuasai yaitu sikap empatik.Sikap empatik ini, sering disebut dengan prinsip platina (platinum principle),
untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sikap simpatik, yang sering disebut sebagai prinsip emas (golden principle). Sementara yang harus dihindari adalah sikap apatis. Berikut pengertiannya masing-masing:
a. Apatis
“Aku sama sekali tidak perduli”.
Kita tidak dapat berkomunikasi dalam waktu lama atau dengan sangat
baik terhadap seseorang yang sama sekali tidak mempedulikan apapun
yang kita katakan.
b. Simpatik
Kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan.
c. Empatik
Kita memperlakukan seseorang sebagaimana orang tersebut ingin
diperlakukan.
Sebagai contoh, misalnya si A, adalah seorang suami yang bekerja sepanjang siang dan malam. Ia keluar rumah pukul 06.00 pagi dan baru kembali ke rumah pukul 21.00 malam. Begitu setiap hari dilakukannya. Pada Selasa pagi, badannya agak meriang, hidungnya tersumbat, dan batuk kecil mulai sering terdengar. Jika si B adalah istri A, apa yang harus dilakukan B?
Jika B apatis, tentu B akan acuh tak acuh saja dan membiarkan suaminya terbaring di tempat tidur.
Jika B simpatik, B akan menyediakan sop hangat, lalu meminta A
memakannya, tidak lama B membawakan obat flu, berikutnya menawarkan
air hangat untuk mandi serta berbagai tawaran dan permintaan yang
menurutnya ‘begitulah seharusnya’ orang yang sakit flu.
Jika B empatik, maka B akan bertanya terlebih dahulu apa yang diinginkan A hari itu, dan B akan membiarkan pilihan A karena bisa jadi dengan kondisi A saat itu merupakan kesempatan yang mahal baginya untuk bisa beristirahat dan tidur seharian.
Bagaimana? Jelas bagi Anda, kenapa sikap empatik lebih tinggi nilainya dari sikap simpatik? Sikap seperti inilah yang cocok diterapkan dalam komunikasi yang mengandung kesetaraan gender. Karena komunikasi seperti ini, menempatkan siapapun dalam perspektif harus kita pahami dengan informasi
yang cukup, jika komunikasi kita ingin efektif, tak peduli apapun atribut sosialnya, termasuk perbedaan gender.

5. Prinsip dasar konsep menang-menang (win-win solution) jika
menghadapi konflik
Sebelum menguraikan bagaimana melakukan konsep “menang-menang” jika
menghadapi konflik, terlebih dahulu akan dikemukakan tiga cara pandang terhadap konflik, yaitu:
a. Cara Pandang Tradisional
Dalam cara pandang ini, konflik adalah sesuatu yang buruk, merugikan
dan menghancurkan. Oleh karena itu, sebaiknya dihindari.
b. Cara Pandang Manusiawi
Dalam cara pandang ini, konflik dipandang sebagai sesuatu yang wajar
karena pada dasarnya manusia itu berbeda. Jadi konflik tidak dihindari, tetapi dihadapi, namun jangan mengundang konflik. Dalam perspektif ini, setiap perbedaan berpotensi menjadi konflik. Perbedaan gender, perimbangan kekuasaan, dan anggaran pusat-daerah, kelas sosial, dan banyak perbedaan lainnya.
c. Cara Pandang Interaksionis
Cara pandang ini melihat konflik sebagai sesuatu yang bukan hanya
wajar, namun baik dan perlu. Sehingga ketiadaan konflik justru
meresahkan. Cara pandang seperti inilah yang relevan dengan konsep
‘manajemen konflik’, karena di dalamnya akan terdiri dari tidak hanya bagaimana menyelesaikan konflik, namun juga merekayasa konflik untuk tujuan menguatkan organisasi atau hubungan yang terjadi. Dalam menghadapi konflik, ada beberapa cara yang biasanya dipilih, yaitu:
a. Menghindar
Cara ini umumnya biasa berada dalam cara pandang tradisional.
b. Mengalah (Akomodatif)
Di sini kita memilih untuk mementingkan kepentingan orang lain dan
meminimalkan kepentingan kita sendiri. Dengan begitu, yang terjadi
adalah ‘kalah-menang,’ dimana kita adalah pihak yang kalah.
c. Bersaing (Kompetitif)
Di sini kita memilih untuk bersaing/berkompetisi dan berusaha untuk
menjadi pemenang, yaitu menempatkan kepentingan kita sebagai yang
utama, dan meminimalkan kepentingan orang lain. Dengan begitu yang
terjadi adalah ‘menang-kalah,’ dimana kitalah yang menjadi pemenang.

d. Berkompromi
Di sini kita memilih untuk sama-sama mengalah dengan pihak lain yang
berkonflik dengan kita. Dengan begitu yang terjadi adalah ‘kalah-kalah,’
dengan kedua belah pihak menjadi pihak yang kalah.
c. Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Di sini kita memilih untuk sama-sama menempatkan kepentingan pihak
lain sebagai pemenang. Dengan kata lain, kedua belah pihak bersepakat untuk ‘menang-menang.’
Agar prinsip menang-menang itu terwujud, maka perlu dilakukan cara-cara berikut ini:
a. Saling menghargai, tidak bersifat ego-sentris, baik atas dasar kekuasaan, gender, atau pendidikan.
b. Mencari persamaan dasar, kepentingan apa yang bisa mempertemukan
tujuan bersama.
c. Menetapkan kepentingan, keinginan, dan kekhawatiran bersama.
d. Jika perlu, definisikan kembali permasalahan atau hal yang tidak
disepakati.
e. Memusatkan perhatian pada suatu hasil yang dapat diterima semua pihak.
f. Memberikan pilihan-pilihan dan tetap fleksibel atas kemungkinan untuk berubah.
g. Biarkan pikiran Anda selalu terbuka, terutama atas alternatif-alternatif penyelesaian dari kedua belah pihak.
h. Bersikap positif, tidak negatif.
i. Bekerjasama menyelesaikan masalah.
j. Hapus kata ‘tetapi’ dari kosa kata Anda. Orang lain pasti akan tidak nyaman jika Anda selalu menyatakan ‘tetapi’ atas pendapatnya.
k. Jika pendekatan Anda tidak berhasil, gantilah. Jangan putus asa untuk mencoba argumentasi baru yang lebih meyakinkan.
l. Tarik napas panjang. Barangkali itu akan membuat ketegangan Anda
mengendur.

6. Tingkah laku yang dapat mempengaruhi situasi komunikasi menjadi
sulit atau tidak.
Dengan memperhatikan pembahasan sebelumnya, maka dalam berkomunikasi
sebaiknya kita membuat situasi komunikasi menjadi menyenangkan bagi
pihak lain yang berkomunikasi dengan kita. Kita berusaha agar tingkah laku kita dalam berkomunikasi, tidak membawa kita ke dalam situasi komunikasi
yang menyulitkan. Berikut perbedaan antara tingkah laku yang menolong dan yang tidak menolong terhadap situasi komunikasi yang menyenangkan.
a. Tingkah laku menolong
1) Memusatkan pembicaraan hanya pada satu topik.
2) Bersabar.
3) Menjelaskan apa yang sedang didiskusikan dan mengapa.
4) Menyimak.
5) Menghormati pendapat orang lain.
6) Membuka segala keluhan dan permasalahan.
7) Ingin mencapai kesepakatan.
8) Memusatkan perhatian pada apa yang Anda setujui.
9) Memusatkan perhatian pada apa yang Anda berdua harapkan.
b. Tingkah laku tidak menolong
1) Bertahan pada pendapat sendiri.
2) Tidak siap untuk mengakui bahwa orang lain memang benar.
3) Menginterupsi.
4) Semua orang bicara pada saat yang bersamaan.
5) Sasaran tidak jelas.
6) Berteriak, marah.
7) Terlalu cepat mengambil kesimpulan.
8) Memaksakan “cara penyelesaian” kita kepada orang lain.
9) Memusatkan diri hanya pada kepentingan sendiri.
7. Deadly sin dalam sebuah kegiatan komunikas

Jika kita coba rangkum dari apa yang telah kita perbincangkan tentang komunikasi ini, maka kita akan menemukan sejumlah hal yang benar-benar harus kita hindari agar komunikasi kita tidak mengarah kepada ketidakefektifan. Maka, bolehlah hal-hal yang harus kita hindari itu kita sebut sebagai ‘dosa mematikan’ (deadly sin) dalam sebuah kegiatan komunikasi.
a. Mengevaluasi (menghakimi orang lain).
b. Menghibur (yang malah membuat komunikasi menjadi tidak terfokus).
c. ‘Coba-coba jadi Psikolog’ atau menjuluki, mudah memberikan penilaian terhadap orang lain.
d. Memberikan pernyataan yang sarkastik atau menyindir.
e. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan.
f. Mengatur dan ‘menuntun,’ mengarahkan perbincangan hanya ke arah
yang kita inginkan.
g. Mengancam atau memberikan tekanan berdasar kekuasaan yang dimiliki.
h. Memberikan nasihat yang tidak diminta.
i. Bersikap tersamar atau ambigu yang membuat orang lain bingung
menetapkan komunikasinya.
j. Tidak mau membagi informasi.
k. Mengalihkan (memindahkan obyek pembicaraan karena tersudut).