Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kontrastif

Permasalahan dalam  Analisis Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kontrastif

 

Kesalahan yang dibuat oleh siswa pada saat mempelajari atau menggunakan B2 menarik   perhatian   para   ahli, terutama para ahli yang bergerak dalam bidang pengajaran bahasa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak buku yang  ditulis untuk memperkenalkan pendekatan baru  dalam pengajaran bahasa.  Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis sesalahan berbahasa dan analisis kontrastif.

Tujuan yang hendak dicapai dengan penyajian kegiatan belajar dua dalam modul ini adalah harapan agar Anda dapat membedakan sekaligus memahami hubungan antara analisis kesalahan berbahasa dengan analisis kontrastif. Untuk tujuan tersebut, marilah kita cermati sajian berikut ini.

Permasalahan  

Baik analisis kesalahan berbahasa maupun analisis kontrastif, masing-masing mempunyai  permasalahan sendiri-sendiri. Permasalahan-permasalahan yang  dimaksud dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

 

Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa      

Sebagai seorang guru atau calon guru yang sedang berpraktik mengajarkan bahasa Indonesia, apabila diperhatikan dengan saksama, Anda akan menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa. Kesalahan-kesalahan itu ternyata dapat Anda pilah dalam dua kategori, yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan dan kesalahan dalam bidang linguistik. Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan terjadi pada saat siswa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang linguistik meliputi tata bunyi, tata bentuk kata, dan tata kalimat.

Temuan-temuan Anda ini sangat menarik dan segera diatasi agar proses belajar-mengajar berhasil dengan baik. Dengan demikian permasalahan yang ditangani analisis kesalahan berbahasa itu berkisar pada kesalahan dalam keterampilan berbahasa dan kesalahan dalam kebahasaan (linguistik).

Permasalahan dalam Analisis Kontrastif

Berdasarkan kenyataan menunjukkan bahwa orang Indonesia umumnya dan para siswa khususnya tergolong dwibahasawan. Bahasa Indonesia dianggap sebagai B2 bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pengajaran bahasa Indonesia dimulai sejak taman kanak-kanak. Ini berarti bahwa pembinaan bahasa telah dimulai sejak dini. Namun ternyata masih terdapat banyak kesalahan dan persoalan dalam berbahasa Indonesia. Persoalan kebahasaan yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Indonesia ialah adanya pengaruh Bl (bahasa daerah atau bahasa ibu) terhadap B2 (bahasa Indonesia atau bahasa yang dipelajari). Pengaruh itu ada yang berkaitan dengan tata bunyi, tata bentuk kata, dan ada pula yang berhubungan dengan tata kalimat. Persoalan yang muncul bagaimana seorang guru bahasa dapat memberantas atau mengurangai pengaruh Bl terhadap bahasa yang sedang dipelajari para siswa? Salah satu cara yang diajukan melalui analisis kontrastif.

Batasan

Batasan dalam uraian ini diartikan sama dengan pengertian. Untuk jelasnya batasan antara analisis kesalahan dengan analisis kontrastif dapat Anda simak

uraian di bawah ini.

Analisis Kesalahan

Batasan atau pengertian analisis kesalahan sudah Anda pelajari pada kegiatan belajar satu modul ini. Namun tidak ada jeleknya jika dalam kegiatan belajar dua ini kita ulas kembali.

Jika kita perhatikan, maka salah satu pekerjaan guru (yang paling tidak disukai?) ialah mengoreksi pekerjaan siswa. Kegiatan mengoreksi ini tidak lain menilai kompetensi bahasa siswa yang muncul dalam performansinya. Pada saat guru menilai (mengoreksi) pasti menemui kesalahan. Kesalahan tersebut dianalisis dengan cara mengategorikan, menentukan sifat, jenis, dan daerah kesalahannya. Kegiatan guru semacam inilah  yang sebenarnya  disebut analisis kesalahan (Pateda. 1989-32)

Coba Anda bandingkan apa yang dikemukakan Pateda di atas dengan yang dikemukakan Ellis (daiam Tarigan, 1990:68) tenfang analisis kesalahan ini. EIUs memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, me! pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam data, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan pen\e-babnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu.

 

Kesalahan dibedakan dengan kekeliruan dan keseleo. Kesalahan mengacu pada kompetensi, kekeliruan mengacu pada performansi, sedangkan keseleo mengacu pada situasi pengucapan yang keliru, misalnya karena lupa atau adanya tekanan kejiwaan.

Analisis Kontrastif

Guru sering menghadapi kesulitan dalam mengajarkan B2 kepada para siswanya. Untuk itu guru harus mengenal analisis kontrastif. Analisis ini dapat membantu guru bahasa menolong dan sekaligus memperbaiki kesalahan siswa. Dengan demikian para siswa dapat segera menguasai bahasa sasaran (B2) yang dipelajari. Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan pengajaran bahasa mengasumsikan bahwa Bl mempengaruhi siswa ketika mempelajari B2. Pengaruh Bl sering kita dengar atau bahkan kita alami sendiri ketika belajar atau menggunakan B2. Kadang-kadang kata-kata tertentu atau konstruksi Bl mempengaruhi secara tidak disadari. Bahkan dengan mendengarkan pembicaraan orang, kita dapat menebak daerah asal si pembicara. Pengaruh yang dimaksud dapat terjadi pada ujaran bahasa, pilihan kata atau struktur kalimat.

Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa menggunakan metode perbandingan, yaitu membandingkan antara unsur yang berbeda dengan unsur yang sama. Meskipun demikian titik berat analisis kontrastif ditekankan pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda.

Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa sasaran, yaitu bahasa yang dipeljari) sehingga guru dapat meramalkan kesalahan siswa dan si siswa segera menguasai bahasa yang dipelajari (Pateda, 1989:18).

Agar pengertian analisis kontrastif itu lebih jelas, Tarigan (1990:59) dengan nafas yang sama tetapi dengan kata-kata yang sedikit berbeda mengatakan bahwa analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan struktur Bl dengan B2 dengan langkah-langkah membandingkan struktur Bl dengan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.

Psikologi behavioris mendominasi analisis kontrastif. Teori ini menyatakan bahwa kesalahan berbahasa dalam menggunakan B2 disebabkan oleh adanya transfer negatif atau interferensi Bl siswa terhadap B2 yang sedang dipelajari siswa. Inti teori belajar psikologi behavioris adalah kebiasaan dan kesalahan. Analisis kontrastif dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan kesulitan siswa yang sedang belajar B2.

 

Ruang Lingkup Analisis

 

Setiap permasalahan mempunyai ruang lingkup atau cakupan sendiri-sendiri. Demikian juga persoalan analisis kesalahan dan analisis kontrastif. Untuk mengetahui ruang lingkup masing-masing, ikutilah penjelasan di bawah ini.

Ruang Lingkup Analisis Kesalahan

Anda pasti tahu bahwa setiap orang apakah dia orang tua, remaja, ataupun anak-anak, dalam kegiatan berkomunikasi lisan maupun tulis (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) setiap hari menggunakan bahasa. Dalam berkomunikasi dengan bahasa itu pasti membuat kesalahan. Kesalahan itu ada yang sistematis dan ada yang tidak sistematis. Dalam kaitannya dengan analisis kesalahan, yang disoroti adalah kesalahan yang bersifat sistematis. Kesalahan sistematis berarti kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Kompetensi dalam pembicaraan ini adalah kemampuan pembicara atau penulis untuk melahirkan pikiran dan perasaannya melalui bahasa sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna yang mendukungnya. Kata dan kalimat berunsurkan bunyi-bunyi yang membedakan yang disebut fonem.

Memperhatikan penjelasan di atas, kesalahan yang perlu dianalisis mencakup tataran tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi) tata kalimat (sintaksis), dan tataran tata makna (semantik). Analisis kesalahan bidang tata bunyi berhubungan dengan kesalahan ujaran atau pelafalan, grafemik, pungtuasi, dan silabisasi. Analisis kesalahan dalam tata bentuk tentu saja kesalahan dalam membentuk kata terutarna pada afiksasi. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Dan yang berikutnya analisis kesalahan bidang semantik berkaitan dengan ketepatan penggunaan kata, frase atau kalimat yang didukung oleh makna baik makna gramatikal maupun makna leksikal.

 

Ruang Lingkup Analisis Kontrastif

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa analisis kontrastif muncul karena adanya kenyataan yang dialami siswa ketika mempelajari B2. Analisis kontrastif mencoba ingin menolong guru bahasa sekaligus menolong siswa yang sedang mempela­jari B2 agar segera menguasai bahasa sasaran tersebut. Analisis kontrastif terbatas hanya menganalisis dua bahasa dengan jalan membandingkannya, yakni membandingkan B2 dengan Bl atau antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu. Hasilnya terutarna perbandingan unsur kebahasaan yang berbeda akan membantu guru bahasa untuk meramalkan kesalahan yang kemungkinan dilakukan siswa dan sekaligus menolong siswa agar segera menguasai bahasa sasaran (B2).

 

Analisis Kesalahan Bertahasa

Materi yang dibandingkan berhubungan dengan tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Bidang tata bunyi berhubungan  dengan bunyi (fonem) dan pelafalannya. Bidang tata bentuk berhubungan dengan  imbuhan, kata dan pembentukannya. Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata  dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2.       

Objek merupakan sasaran yang digarap suatu kegiatan. Apa dan bagaimana objek analisis kesalahan dan analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian berikut.

Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan

dalam pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato, berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah, dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa yang digunakan dalam situasi resmi.

Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna.

Objek Analisis Kontrastif

Objek analisis kontrastif adalah bahasa. Meskipun yang menjadi objek adalah bahasa, tetapi hasil analisisnya bukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri melainkan untuk kepentingan pengajaran bahasa. Dengan begitu, bahasa sebagai objek dapat dilihat dari bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran. Sebagai bahan pengajaran berkaitan erat dengan guru dan siswa, sebab guru yang bertindak sebagai pelaksana pengajaran bahasa dan siswa sebagai sasaran yang mempelajari bahasa.

Dilihat dari sudut bahasa, bahasalah yang dibandingkan. Dilihat dari guru, guru sebagai pelaksana perbandingan. Dan dilihat dari siswa diharapkan siswa segera menguasai bahasa yang dipelajarinya, sebab kesalahan-kesalahan yangmungkin akan dibuatnya segera dapat diramalkan berdasarkan perbandingan bahasa sebelumnya.

Tujuan

Akhirnya sampailah kita pada pembicaraan tujuan. Oleh karena analisis itu merupakan suatu kegiatan, maka ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan analisis kesalahan maupun analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian di bawah ini.

 

Telah dikatakan di atas bahwa analisis kesalahan dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.

Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1) menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).

Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.

Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.

Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Sebagai ilustrasi perhatikanlah contoh kalimat di bawah ini.

 

Pohon itu syarat dengan buah.

la tidak memenuhi sarat menjadi ABRI.

Salatnya tetap syah meskipun tidak memakai peci.

Sah Iran yang terakhir adalah Mohammed Reza Pahlevi.

 

Jika sekiranya guru tidak memahami perbedaan antara “syarat” dan “sarat”, “syah” dan “sah” tentu guru tidak dapat menjelaskan kepada siswanya bahwa penggunaan keempat kata tersebut salah.

Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.

Tujuan Analisis Kontrastif

Seperti halnya analisis kesalahan memiliki tujuan, demikian pula analisis kontrastif. Pateda (1989:20) menjelaskan bahwa analisis kontrastif bertujuan:

1.  menganalisis   perbedaan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa yang sedang
dipelajari) agar pengajaran bahasa berhasil baik;

2.              menganalisis   perbedaan   antara Bl   dengan B2 agar kesalahan berbahasa siswa
dapat diramalkan dan pengaruh Bl  itu dapat diperbaiki;

3.              hasil analisis digunakan untuk memmtaskan keterampilan berbahasa siswa;

4.              membantu    siswa untuk    menyadari kesalahannya Jalam berbahasa sehingga
siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya dalam waktu yang
tidak terlalu lama.

Berdasarkan uraian di atas ternyata analisis kesalahan dengan analisis kontrastif itu sangat erat hubungannya. Analisis kontrastif merupakan salah satu bagian dari analisis kesalahan. Jika analisis kesalahan melihat kesalahan itu secara umum, analisis kontrastif melihat kesalahan itu secara khusus. Dikatakan demikian sebab analisis kontrastif melihat kesalahan dengan cara membandingkan antara Bl dengan B2. Hasil membandingkan itu dapat diketahui adanya pengaruh (in-terferensi) Bl ke dalam B2 yang sedang dipelajari siswa.

 

 

Sumber kesalahan Berbahasa

Sumber kesalahan Berbahasa

 

Pernahkah terpikirkan  di benak  Anda  mengapa murid  Anda berbuat kesalahan pada waktu berbicara atau menulis? Apakah kesalahan  itu disebabkan oleh strategi kognitif siswa atau disebabkan oleh gaya belajar siswa, atau mungkin disebabkan oleh variabel yang lain, misalnya, kepribadian siswa?

Pada tahap awal, Anda sebagai guru mungkin hanya dapat menebak-nebak penyebab kesalahan berbahasa siswa Anda. Untuk dapat menjawabnya dengan tepat, Anda mungkin harus mengumpulkan data kesalahan berbahasa siswa Anda, baik dari data lisan maupun dari data tertulis. Dengan data tersebut, Anda dapat mengidentifikasi sumber kesalahan berbahasa Indonesia siswa Anda. Ujungnya Anda dapat menarik simpulan tentang dugaan sementara bagaimana aspek kognitif dan afektif siswa berhubungan dengan sistem kebahasaan. Anda juga dapat merumuskan proses belajar bahasa bagi siswa, khususnya bagi mereka yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

Melacak sumber kesalahan berbahasa sebenarnya bukan tugas yang ringan. Sesungguhnya ada ratusan sumber kesalahan berbahasa. Tetapi, Anda tidak harus mengidentifikasi ratusan sumber kesalahan berbahasa tersebut karena Anda dapat merangkum sumber kesalahan berbahasa tersebut dalam garis besarnya saja. Gambaran kasar tentang sumber kesalahan berbahasa itu benar-benar merupakan faktor yang signifikan bagi guru untuk memahami sistem pembelaja-ran bahasa siswa. Artinya, dengan mengetahui gejala-gejala yang muncul dalam bentuk kesalahan berbahasa, Anda dapat menyimpulkan bagaimana sebenarnya anak-anak itu belajar bahasa (Dulay, dkk., 1982). Misalnya, Anda akan mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung makna leksikal akan dikuasai lebih dulu oleh anak daripada kata-kata yang mempunyai makna gramatikal. Kata daripada, karena, dengan, bahwa, maka, oleh, dan sebagainya merupakan kata-kata yang mengandung makna gramatikal. Kata-kata semacam itu tidak mengandung makna leksikal. Apa makna leksikal kata-kata itu? Maknanya tidak ada. Anda ambil saja kata daripada. Apa maknanya? Kata itu hanya mempunyai makna dalam konteks gramatikal. Maknanya dalam konteks gramatikal ialah ‘untuk menyatakan perbandingan’. Kata-kata semacam itu baru memperoleh maknanya dalam proses tata bahasa. Kata-kata semacam itu ternyata sulit dikuasai oleh pembelajar bahasa. Demikian juga kata-kata yang disebut sebagai deiksis, yakni kata yang rujukannya berubah-ubah sesuai dengan pembicara dan konteksnya (Purwo, 1985), ternyata juga sulit dikuasai anak. Kata-kata semacam itu ialah saya, aku, engkau, kamu, mereka, di sini, di sana, di situ, sekarang, besok, nanti, rujukannya berubah-ubah. Ambillah sebagai contoh kata saya. Siapakah saya itu? Kata saya rujukannya berubah-ubah bergantung pada siapa yang berbicara. Jika kata itu digunakan oleh Ali, maka saya itu mengacu pada Ali. Tetapi, apabila kata itu digunakan oleh Umar, saya itu mengacu pada Umar. Kata saya dapat mengacu pada Ali, Umar, dan bahkan pada siapa saja yang menggunakan kata itu.

Berdasarkan gambaran kasar tentang sumber kesalahan berbahasa itu dapat dilihat bahwa sumber kesalahan berbahasa itu meliputi (1) transfer interlingual dan (2) transfer intralingual (cf. Brown, 1980). Berikut ini Anda akan mempelajari tiap-tiap sumber kesalahan berbahasa tersebut.

Transfer Interlingual

Tahap awal pembelajaran bahasa lazimnya ditandai oleh transfer interlingual, yakni pemindahan unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari siswa. Misalnya, murid Anda adalah seorang anak yang berbahasa ibu bahasa Jawa. Pada tahap awal pembelajaran anak itu akan tampak masuknya unsur-unsur bahasa pertamanya, yaitu bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Artinya, ketika anak itu berbicara atau menulis dalam bahasa Indonesia, akan terdapat unsur-unsur bahasa Jawa yang digunakan dalam tuturan atau tulisannya. Misalnya, pada saat berbicara, tampak dengan jelas masuknya unsur intonasi bahasa Jawa ketika anak itu berbahasa Indonesia. Bahkan mungkin juga tampak jelas masuknya unsur tata bentuk, tata kalimat, bahkan unsur leksikal bahasa pertama ke dalam bahasa Indonesia. Mengapa hal itu terjadi? Pada tahap awal itu, sebelum sistem bahasa kedua, yakni sistem bahasa Indonesia dikuasai dengan baik oleh si anak, hanya bahasa pertamalah yang ada dalam benak pembelajar. Sistem yang sudah akrab itu digunakannya untuk membantu memperlancar proses komunikasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sumber kesalahan berbahasa anak dapat disebabkan oleh masuknya unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua, yakni bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa anak dapat dilacak dari bahasa pertama anak yang belajar bahasa Indonesia.

Contoh-contoh transfer dari bahasa Jawa, bahasa Batak, dan bahasa Bali berikut ini akan dapat memberikan gambaran tentang transfer interlingual tersebut.

Transfer dari Bahasa Jawa

Ayah pergi ke sawah mencari dhadhuk.

Kata dhadhuk adalah kosakata bahasa Jawa yang ditransfer ke dalam bahasa Indonesia. Anak mengalami kesulitan untuk menyebutkan kata itu dalam bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia padanan yang cocok untuk kata itu tidak ada. Lazimnya kata itu harus dikatakan sebagai daun tebu yang sudah kering. Tidak ada padanan satu lawan satu kata dhadhuk dalam bahasa Indonesia. Bandingkan, misalnya, kata klambi, pitik, manuk, dan sebagainya yang mempunyai padanan satu lawan satu dalam bahasa Indonesia, yakni baju, ayam, burung. Karena terdapat perbedaan antara kosakata bahasa Indonesia dengan kosakata bahasa Jawa tersebut, si anak cenderung memindahkan begitu saja kosakata bahasa Jawa itu ke dalam tuturan bahasa Indonesianya. Muncullah juga kata dhadhuk dalam bahasa Indonesia

Transfer dari Bahasa Batak

 Yang sering terjadi transfer dari bahasa Batak itu adalah dalam ragam  lisan.

Anak-anak yang berbahasa pertama bahasa Batak cenderung untuk melafalkan e lemah seperti pada /kera/ menjadi /e/ keras seperti pada kata /sate/. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila anak-anak yang berbahasa pertama bahasa Batak akan melafalkan kata-kata di bawah ini sebagai berikut.

<mesra>

<tenang>

<perang>

<pilek>

<telaga>

Seharusnya huruf <e> pada kata-kata tersebut di atas dilafalkan  sebagai /e/ lemah.  dan tidak sebagai /e/ keras.

Transfer dari Bahasa Bali

Dalam ragam lisan siswa dari Bali cenderung untuk mentransfer bunyi [th] Bali ke dalam bahasa Indonesia. Perhatikan anak-anak Bali melafalkan kata-kata berikut

mi.

<pasti>

<tentu>

<atur>

<teman>

<telah>

[pasthi]

[thenthu]

[athur]

[theman]

[thelah]

Bahasa Indonesia hanya mengenal bunyi [t] dan tidak mengenal bunyi [th]. Tetapi, sebaliknya, bahasa Bali hanya mengenal bunyi [th] dan tidak mengenal bunyi [t].

 

Transfer Intralingual

Sumber kesalahan berbahasa dapat dilacak dari sistem bahasa kedua yang dipelajari oleh siswa. Jika siswa itu belajar bahasa Indonesia, sumber kesalahan berbahasanya dapat dilacak dari sistem atau kaidah-kaidah dalam bahasa Indone­sia itu sendiri. Kaidah itu dapat meliputi kaidah tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, kaidah leksikal, bahkan kaidah semantik. Berdasarkan hasil penelitian, tampak bahwa sumber kesalahan ini merupakan sumber kesalahan terbesar. Bahasa pertama atau bahasa ibu yang sering dituduh sebagai sumber kesalahan terbesar berbahasa kedua itu ternyata hanya menjadi faktor penyebab yang kecil saja, yakni kira-kira 13 persen; sedangkan selebihnya adalah sumber dari sistem bahasa kedua itu sendiri (Dulay, 1982).

Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi karena transfer intralingual itu di antaranya sebagai berikut.

Penghilangan Morfem-morfem Gramatikal

Termasuk ke dalam morfem gramatikal yang sering dihilangkan ialah:

(1)  Penghilangan awalan me- dan her- dalam bentuk-bentuk bahasa Indonesia.
Contoh:

Saya suka nonton sepak bola. Kakak saya kuliah di FKIP. Sekarang ia tidak kerja lagi. Kalau demikian, ia tidak jalan. Presiden resrnikan pabrik baru.

Bentuk-bentuk nonton, kuliah, kerja, jalan, resrnikan merupakan bentuk yang kehilangan morfem gramatikal, yakni kehilangan awalan me- pada nonton, resrnikan dan kehilangan awalan ber- pada bentuk kuliah, kerja, jalan. Seharusnya bentuk-bentuk itu menjadi menonton, berkuliah, bekerja, berjalan, meresmikan.

 (2) Penghilangan akhiran -kan.

Contoh:

Saya mengajar bahasa Indonesia.

Orang itu paling suka memberi nasihat.

Saya tidak biasa memberi keterangan semacam itu.

Ada penghilangan akhiran -kan pada bentuk mengajar dan memberi pada contoh-contoh di atas. Seharusnya bentuknya adalah mengajarkan bahasa Indonesia, memberikan nasihat, dan memberikan keterangan.

(3) Penghilangan partikel.

Sesuai pendapat saya, hal itu dapat diterima. la pergi Surabaya.

Bapak ada rumah.

Ada partikel yang dihilangkan pada contoh di atas, yakni partikel dengan, ke, dan di pada bentuk sesuai pendapat, pergi Surabaya, dan ada rumah. Seharusnya bentuk tersebut adalah sesuai dengan pendapat, pergi ke Surabaya, dan ada di rumah.

Penandaan Ganda atau Penggunaan Unsur Secara Berlebihan Termasuk ke dalam bentuk ini di antaranya ialah:

(1) Penggunaan gaya bahasa tautologi, yakni penggunaan kata yang sama atau mirip maknanya secara bersamaan. Contoh:

Jumlah orang yang hadir berjumlah 30 orang. Demi untuk pacarnya ia rela berkorban harta dan jiwa. Agar supaya berhasil ia bekerja keras. Pancasila adalah merupakan dasar negara. Sejak dari kecil ia sakit-sakitan.

Pada tiap-tiap kalimat di atas terdapat kata yang mempunyai makna yang sama, yakni:

berjumlah untuk

Selayaknya penutur memilih satu bentuk untuk tiap-tiap kalimat. Jadi, kalimat tersebut akan menjadi benar apabila dibenahi menjadi seperti .ini. Jumlah orang yang hadir 30 orang. Yang hadir berjumlah 30 orang. Demi pacarnya, ia rela berkorban harta dan jiwa. Untuk pacarnya, ia rela berkorban harta dan jiwa. Agar berhasil, ia bekerja keras. Supaya berhasil, ia bekerja keras. Pancasila merupakan dasar negara. Pancasila adalah dasar negara. Sejak kecil ia sakit-sakitan. Dari kecil ia sakit-sakitan.

(2) Penggunaan gaya bahasa pleonasme Contoh: la naik ke atas. All sedang  turun ke bawah. Murid yang rajin itu disuruh gurunya maju ke depan.

Kata naik sudah mengandung pengertian ‘ke atas’. Demikian juga turun, maju sudah mengandung pengertian ‘ke bawah’ dan ‘ke depan’. Oleh sebab itu, penggunaan kata ke atas, ke bawah, ke depan tidak diperlukan lagi. Kalimat itu akan menjadi baku bila dibenahi sebagai berikut. la naik. la ke atas. AH sedang turun. Ali sedang ke bawah.

Anak yang rajin itu disuruh gurunya maju. Anak yang rajin itu disuruh gurunya ke depan.

(3) Penggunaan kata dari dan daripada untuk menyatakan kepunyaan Contoh:

Ceramah daripada presiden kita menarik perhatian daripada anggota DPR. Undangan dari rektornya sangat diperhatikannya. Hasil daripada panen petani berlimpah ruah.

Bentuk genitif atau frase kepunyaan dalam bahasa Indonesia tidak perlu menggunakan bentuk daripada atau dari. Jadi, sebaiknya kalimat di atas dibenahi menjadi seperti ini. Ceramah presiden kita menarik perhatian anggota DPR.

Undangan rektornya sangat diperhatikannya. Hasil panen petani berlimpah ruah.

Kesalahan Analogi atau  Generalisasi yang Berlebihan

Contoh:

la yang melola perusahaan itu sekarang.

Kita harus mengkikis habis racun-racun komunisme

 

Bentuk melola dan mengkikis merupakan bentuk yang salah karena analog! yang keliru. Bentuk kelola yang merupakan bentuk dasar diduga oleh pembelajar sebagai bentuk turunan yang berasal dari bentuk lola yang mendapatkan awalan ke-, seperti bentuk lain, yakni kekasih, ketua, kehendak yang memang berasal dari tua, kasih, dan hendak yang dapat dibentuk menjadi dituakan, dikasihi, hendaknya. Dengan menganalogikan bentuk-bentuk tersebut lahirlah bentuk melola. Demikian juga bentuk mengkikis merupakan analogi yang salah dari bentuk mengkaji. Jika dari kaji dapat dibentuk mengkaji, mengapa kikis tidak dapat dijadidkan mengkikis? Begitulah pola pikir pembelajar bahasa dan terjadilah kesalahan yang disebut analogi yang keliru atau generalisasi yang berlebihan.

Kesalahan Menyusun Bentuk Dalam Sebuah Konstruksi

Contoh:

la yang harus mempertanggungkan jawab pekerjaan itu.

Masalah kemacetan kredit Bimas saya ingin laporkan kepada Bapak.

Tugas itu Saudara dapat kerjakan setiap saat.

Adat-istiadat daerah kita harus perkenalkan kepada bangsa-bangsa di luar negeri

untuk menarik minat wisatawan mancanegara.

Ini malam filmnya bagus sekali.

Seminar itu diselenggarakan di Surabaya Hotel

Bentuk mempertanggungkan jawab merupakan bentuk yang salah. Jika kata majemuk mendapatkan awalan dan akhiran, maka awalan dan akhiran itu akan mempersenyawakan unsur-unsurnya. Oleh sebab itu, bentuk yang benar ialah mempertanggungjawabkan.

Kalimat yang dalam bentuk pasif persona, yakni bentuk pasif yang pelakunya kata ganti orang, urutan predikatnya adalah aspek + agen + verba (keterangan + pelaku – kata kerja). Jadi, bentuk saya ingin laporkan, Saudara dapat kerjakan, kita harus perkenalkan seharusnya diubah menjadi ingin saya laporkan, dapat Saudara kerjakan, harus kita perkenalkan.

Frase bahasa Indonesia berkaidah  DM, yakni diterangkan-menerangkan. Bentuk yang diterangkan mendahului bentuk yang menerangkan. Jadi, bentuk ini malam, Surabaya Hotel tidak selaras dengan kaidah DM dan harus diubah menjadi malam ini dan Hotel Surabaya