Hubungan Antara Sistem Informasi Dengan Organisasi

Hubungan Antara Sistem Informasi Dengan Organisasi
Oleh Ratna Nurhayati

Kita dapat melihat secara lebih dekat hubungan antara sistem informasi dengan organisasi. Namun sebelumnya kita perlu mengetahui tentang bagaimana organisasi mempengaruhi teknologi dan sistem. Organisasi akan berpengaruh terhadap sistem informasi melalui keputusan-keputusan yang dibuat oleh manajer dan karyawan. Manajer membuat keputusan tentang desain sistem. Mereka juga menggunakan teknologi informasi. Manajer juga akan memutuskan siapa yang akan membuat dan mengoperasikan sistem, dan pada akhirnya memberikan pertimbangan rasional dalam pembuatan sistem. Pada bagian berikut ini akan dijelaskan :

1. Keputusan-Keputusan Tentang Peran Sistem Informasi

Organisasi mempunyai dampak langsung terhadap teknologi informasi melalui keputusannya tentang bagaimana teknologi akan digunakan dan peran apa yang akan dimainkan dalam organisasi. Dukungan terhadap perubahan peran telah merubah secara teknikal serta sistem konfigurasi organisasi yang secara nyata telah memberikan “computing power” dan data, sehingga menjadi lebih dekat dengan pemakai akhir.

Mesin hitung elektronik dengan fungsi-fungsi yang terbatas dalam tahun 1950-an telah memberikan cara baru. Mainframe yang tersentralisasi dapat melayani kantor pusat dengan kantor cabang di beberapa lokasi yang terpencil pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970-an komputer mikro yang ditempatkan di sebuah departemen atau divisi dihubungkan dengan komputer pusat. Tahun 1980-an, komputer mikro desktop pertama kali digunakan secara independen, kemudian dihubungkan dengan minicomputer dan komputer yang berukuran besar.

Dalam tahun 1990-an, rancangan jaringan organisasi secara penuh dikembangkan. Dalam rancangan baru ini, central mainframe computer menyimpan dan mengkoordinasi informasi dan mengalirkannya ke desktop-desktop dan bahkan ke ratusan jaringan lokal yang lebih kecil. Sistem operasinya menyerupai sistem telepon. Sistem informasi telah menjadi bagian integral, on-line, dan interactive tools yang secara mendalam berfungsi dalam operasi dari menit ke menit serta pengambilan keputusan organisasi. Dengan demikian organisasi menjadi sangat tergantung pada sistem dan tidak akan mampu bertahan ketika sistem ini runtuh.

2. Keputusan Tentang Siapa Yang Menyediakan Pelayanan Teknologi lnformasi.

Cara kedua dimana organisasi mempengaruhi teknologi informasi adalah melalui keputusan tentang siapa yang akan mendesain, membangun, dan mengoperasikan teknologi di dalam organisasi. Teknologi komputer mirip dengan teknologi yang lain, termasuk didalamnya teknologi otomotif. Disamping mobil, masyarakat membutuhkan jalan bebas hambatan, bengkel, pompa bensin, insinyur mesin, polisi, dan produsen spare-part. Automobile adalah sebuah paket pelayanan, organisasi dan manusia/orang. Demikian pula sistem informasi mensyaratkan sub-unit organisasi khusus, spesialis informasi, serta kelompok pendukung yang lain. Manajer membuat keputusan penting tentang paket komputer: keputusan tentang apa yang dilakukan oleh teknologi informasi.

Paket-paket itu terdiri dari tiga entitas. Pertama, fungsi atau unit organisasi formal yang biasa disebut departemen sistem informasi. Kedua, ahli-ahli atau spesialis sistem informasi seperti programer, sistem analis, project leader, manajer sistem informasi. Demikian pula spesialis eksternal seperti supplier hardware dan manufaktur, perusahaan software, dan konsultan yang berpartisipasi pada operasi harian dan perencanaan sistem informasi jangka panjang. Ketiga, paket sistem informasi adalah teknologinya itu sendiri, baik software maupun hardware.

Saat ini kelompok sistem informasi menjadi agen perubah yang sangat kuat dalam organisasi, mendesak strategi baru dalam bisnis dan memaksa produk-produk dihasilkan dengan berbasis informasi serta memerlukan koordinasi antara pengembangan teknologi dan perencanaan perubahan organisasi. Ukuran dan departemen sistem informasi sangat bervariasi dan sangat tergantung pada peran dan sistem informasi dalam organisasi serta ukuran organisasi. Pada perusahaan dengan ukuran menengah sampai besar kelompok sistem informasi terdiri dan 100 sampai 400 orang. Ukuran kelompok sistem informasi dan total pengeluaran untuk komputer sistem informasi (khususnya organisasi yang menjual produk informasi) dapat menghabiskan sampai 40 persen dari gross revenues.

Pada tahun-tahun pertama penggunaan komputer, ketika peran sistem informasi dibatasi, kelompok sistem informasi umumnya terdiri dari programer dan ahli teknik. Saat ini kebanyakan kelompok sistem informasi dan analis sistem tumbuh atau bertambah secara proporsional. Sistem analis biasanya merupakan pihak yang menghubungkan antara kelompok sistem informasi dengan fihak lain dalam organisasi. Hal lain yang menjadi tugas analis adalah menterjemahkan masalah-masalah bisnis dan kebutuhannya ke dalam persyaratan sistem dan informasi.

Manajer sistem informasi adalah pimpinan tim programer dan analis, manajer proyek, manajer fasilitas fisik, manajer telekomunikasi, kepala kantor dan kelompok automation, dan manajer operasi komputer dan staf data entry. End user adalah representatif dan departemen diluar kelompok sistem informasi dimana aplikasi di kembangkan. Pemakai (users) ini mempunyai peran penting dalam desain dan pengembangan sistem informasi.

3. Keputusan Tentang Mengapa Membangun Sistem Informasi

Untuk membangun sistem informasi, manajer mempunyai beberapa alasan rasional baik menyangkut umum ataupun khusus. Alasan yang paling pokok bagi manajer untuk memilih menggunakan sistem adalah untuk mencapai alasan-alasan ekonomi, menyediakan pelayanan yang lebih baik, atau menyediakan tempat kerja yang lebih baik. Dampak komputer terhadap organisasi tergantung dari bagian dan bagaimana manajer membuat keputusan.

Sekilas, jawaban dari pertanyaan ‘Mengapa organisasi mengadopsi sistem informasi?” tampaknya sangat sederhana. Namun secara jelas organisasi mengadopsi sistem informasi adalah untuk menjadi lebih efisien, menghemat uang, dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Meskipun respon-respon yang demikian secara umum benar untuk masa-masa yang lalu, namun alasan-alasan itu bukanlah alasan-alasan pokok untuk mengadopsi sistem.

Sistem yang ada saat sekarang dibangun dengan tujuan efisiensi untuk hal- hal yang menyangkut pekerjaan pikiran. Namun alasan lain yang lebih mendasar dan mudah diterima, sistem informasi merupakan sesuatu yang sangat penting jika ingin tetap bertahan dalam bisnis. Sistem informasi merupakan sesuatu yang sangat vital sebagaimana peningkatan modal seperti bangunan-bangunan modern atau corporate headquarter. Peningkatan dalam pengambilan keputusan (kecepatan, akurasi, keterpaduan), pelayanan yang lebih baik kepada customer dan harapan klien, koordinasi kelompok-kelompok yang terpencar, serta menguji kekuatan kontrol terhadap personal maupun pengeluaran menjadi alasan penting untuk membangun sistem (Huff dan Munro, Husein, M.F. dan Wibowo, A. 2002).

Alasan terkini, organisasi mengadopsi sistem karena ingin mendapatkan competitive benefit (manfaat kompetitif). Dengan demikian, pertanyaan yang tampaknya jawabnya sangat mudah “Mengapa or,ganisasi mengadopsi sistem?” adalah sangat kompleks. Beberapa organisasi sekedar ingin menjadi lebih inovatif untuk mendapatkan benefit ekonomi secara langsung. Untuk beberapa kasus, sistem informasi dibangun karena ambisi dari beberapa kelompok dalam organisasi dan antisipasi dampak dan konflik yang tengah berlangsung dalam organisasi.

Gambar 1. menggambarkan model dan proses pengembangan sistem yang memasukan beberapa faktor lebih dari sekedar pertimbangan ekonomi. Model ini menjelaskan tentang mengapa organisasi mengadopsi sistem dalam dua kelompok faktor-faktor lingkungan eksternal dan faktor-faktor internal organisasi.

Faktor-faktor lingkungan eksternal adalah faktor eksternal organisasi yang mempengaruhi adopsi dan desain sistem, Beberapa faktor lingkungan eksternal adalah peningkatan biaya tenaga kerja atau sumber daya yang lain, persaingan dan perusahaan lain, dan perubahan regulasi pemerintah (Undang-undang). Secara umum faktor-faktor lingkungan eksternal ini dapat dianggap sebagai batasan-batasan lingkungan. Namun pada saat yang sama, lingkungan juga menyediakan beberapa kesempatan kepada organisasi, seperti teknologi baru, sumber modal baru, pengembangan proses produksi baru, memaksa kompetitor untuk keluar, program-program baru pemerintah yang dapat meningkatkan permintaan produk-produk tertentu.

Baca Artikel Lain

Teori-teori Dalam Kepemimpinan;>>>> Baca

PEMATANGAN BUDAYA POLITIK;>>> Baca

Apakah Anak Saya Bermasalah ?;>>>>>>>> Baca

Mengelola Organisasi Bisnis;>>>>>>>> Baca

Kumpulan Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

Kontrol Sosial

Kontrol Sosial

Kata kontrol sosial berasal dari kata ‘social control’. ‘Social control’ atau sistem pengendalian sosial dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya.

Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.

Selain itu perlu diketahui pula bahwa tindakan pengendalian sosial dapat dilakukan antara (1) individu (i) terhadap individu lain, (2) individu terhadap kelompok (k), (3)kelompok terhadap kelompok, dan (4)kelompok terhadap individu.

Contoh kasus yang paling hangat adalah tuntutan para mahasiswa (kelompok) kepada kelompok lain (pejabat pemerintah) untuk segera memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang melanda birokrat dan sektor swasta dalam menjalankan segala aktivitasnya.

Sebenarnya pemuda/mahasiswa cenderung ‘menjaga jarak’ dengan pemerintah, hal ini dikarenakan mereka memiliki aktivitas akademik di dalam sekolah/kampus untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Tetapi jika pemerintah mulai menunjukkan ketidakbenaran dalam menjalankan aktivitasnya maka dalam diri pemuda/mahasiswa muncul sikap kritisnya. Sikap kritis ini terbangun dari kebiasaan aktivitas di lingkungan kampusnya yang memang merangsang mereka untuk berpikir dan menyampaikan pendapatnya sesuai norma akademik.

Oleh karena itu secara umum, pemuda/mahasiswa walaupun sibuk dengan kegiatannya dan posisinya berada di luar lingkungan pemerintah, mereka tetap melakukan pengendalian sosial yang kritis. Secara umum tujuan pengendalian sosial yang dilakukan pemuda/mahasiswa biasanya adalah untuk mencapai:

keserasian antara kestabilan dengan perubahan dalam masyarakat;

keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan.

Tidaklah mudah bagi pemuda/mahasiswa untuk menyampaikan pengendalian sosial tersebut. Hal ini disebabkan mereka sering dipandang sebelah mata oleh pihak penguasa. Mereka sering lebih banyak dilihat dari segi lahiriah sebagai anak-muda yang baru lahir dan tidak tahu persoalan. Padahal mereka lebih sering berpikir kritis dan bebas dari pengaruh manapun termasuk pribadinya sendiri.

Pengendalian sosial oleh pemuda/mahasiswa lebih banyak bersifat pasif, namun jika dipandang penyimpangan telah berlebihan, mereka dapat melakukan cara yang lebih aktif untuk menekan pihak-pihak terkait. Cara pengendalian sosial dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

persuasif, yaitu pengendalian sosial dengan cara damai. Misalnya dengan melayangkan surat protes, usulan, ajakan dialog, dan lain-lain. Cara ini dapat dilakukan secara langsung maupun dengan memanfaatkan media massa.

coercive, adalah cara paksaan yang biasanya mengarah terjadinya kekerasan. Misalnya melakukan demonstrasi yang mengerahkan massa secara besar-besaran dengan melakukan ajakan untuk menekan pihak yang dikontrol. Gerakan massa ini biasanya diramaikan dengan yel-yel yang menjadi misi demontrasi tersebut.

Gerakan reformasi

Salah satu gerakan pengendalian sosial yang masih hangat diingatan kita adalah gerakan pada masa reformasi yang dilakukan hampir seluruh mahasiswa di wilayah Indonesia. Pada saat itu nampaknya mahasiswa melihat adanya suatu yang tidak benar dalam pelaksanaan pemerintahan. Kondisi itu telah berjalan cukup lama dan pemerintah telah mendapat kritikan dari para akademisi, pengamat politik, maupun lembaga international, di mana korupsi telah merajalela di Indonesia. Selain itu para pengusaha luar negeri yang mengatakan bahwa di Indonesia membutuhkan biaya tinggi karena banyaknya biaya siluman. Selain itu pemerintahan Orde Baru dianggap telah melenceng dari rel yang semestinya, tidak demokratis dan cenderung otoriter. Tuduhan lain terhadap pemerintah orde baru adalah merajalelanya kolusi dan nepotisme, baik dari mulai kegiatan kecil sampai pengucuran kredit yang trilyunan rupiah. Serta pelanggaran hak asasi manusia baik karena alasan kepentingan negara maupun perorangan yang tidak pernah diusut tuntas.

Gerakan reformasi pada saat itu mengajukan beberapa tuntutan, antara lain tuntutan untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Terkenal dengan singkatan KKN. Tuntutan lain yang dikumandangkan oleh 11 Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi di Bandung tanggal 12 April 1998 adalah penurunan harga kebutuhan pokok, penggantian kabinet, pencabutan paket UU politik dan penegakan hak asasi manusia (Mandayun dalam Hadad, 1998).

Karena pemerintah pada saat itu kurang merespon dan mengakomodasi dengan baik tuntutan mahasiswa, selanjutnya tuntutan mereka menjadi lebih keras yaitu turunkan Presiden Soeharto. Menurut Ridya La Ode dalam Hadad (1998), alasan mahasiswa menuntut turunnya Presiden Soeharto pada saat itu karena alasan tingkat ketergantungan elit politik di negeri ini terhadap Soeharto sangat besar. Sehingga kunci perubahan itu sendiri ada pada Presiden Soeharto.

Gerakan mahasiswa ini mempunyai misi untuk menuntut adanya perubahan dalam kehidupan yang selama ini diikat oleh rezim orde baru. Penurunan Presiden Soeharto tersebut diharapkan memudahkan jalan kepada sistem pemerintahan yang lebih demokratis. Keberhasilan tuntutan gerakan reformasi sehingga terjadi perubahan yang cukup drastis di negeri ini menurut Agung Wicaksono dalam Hamzah, Musa K, dan M. Ikhsan (1998) adalah karena beberapa hal, antara lain pertama, mahasiswa memiliki satu ‘musuh bersama’, punya satu titik sentral perjuangan: turunkan Soeharto. Hal ini sangat berpengaruh terhadap bergulirnya tuntutan seperti ‘bola salju’, untuk mencapai sasaran yang sesungguhnya.

Kedua, dukungan rakyat yang sangat besar. Dukungan rakyat muncul karena krisis ekonomi telah menyentuh kebutuhan dasar dan kebutuhan fisik dari rakyat. Gerakan mahasiswa menjadi pemicu solideritas dari rakyat karena mereka sadar akan fenomena yang ada pada saat itu. Ketiga, persoalan yang dihadapi bangsa terlihat secara nyata. Kegagalan-kegagalan pemerintah dapat dilihat secara nyata dengan adanya indikator-indikator kuantitatif seperti kurs dolar, harga kebutuhan pokok yang melangit, dan sebagainya. Kondisi ini hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yang diuntungkan karen sistem yang dijalankan orde baru.

Dalam hal ini mahasiswa menempatkan diri sebagai agen kontrol sosial, di mana gagasan-gagasannya dilontarkan dalam bentuk kritik-kritik yang tajam (karena penguasa pada saat itu tidak lagi mendengarkan aspirasi dan persoalan masyarakat). Dalam kontek gerakan reformasi nampaknya pemuda tidak saja memerankan agen kontrol sosial tetapi juga sebagai agen pembaharu (selanjutnya akan dijelaskan kemudian). Mengapa pemuda/mahasiswa pada saat itu menempatkan diri sebagai agen kontrol sosial. Hal ini dikarenakan beberapa alasan seperti adanya kekosongan komponen yang mampu menjembatani antara kepentingan rakyat dan kepentingan penguasa. Walaupun pada saat itu ada kalangan yang juga menyuarakan tuntutan seperti tuntutan pemuda/ mahasiswa namun penguasa dengan mudah membungkamnya dengan alasan kepentingan sepihak bukan suara rakyat. Hal ini berbeda dengan posisi mahasiswa yang dianggap lebih netral tanpa kepentingan tertentu. Gerakan pemuda/mahasiswa merupakan lambang kekuatan moral yang bersih. Dalam melakukan kontrol sosial tidak dilatarbelakangi unsur politik. Idealisme pemuda/mahasiswa serta rasa cinta tanah air menjadi alasan lain melakukan kontrol sosial. Pemuda/mahasiswa adalah komponen masyarakat yang selalu berpikir terbuka dan bebas sebagai akademisi, sehingga menyadarkan mereka terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pemuda/mahasiswa juga memandang bahwa dirinyalah sebagai ujung tombak proses kontrol sosial yang selama ini selalu terganjal oleh penguasa. Alasan lain, pada saat itu hubungan komunikasi antar organisasi pemuda/mahasiswa cukup solid, sehingga memungkinkan mereka melakukan koordinasi dengan baik. Seperti yang diungkapkan pengamat politik Arbi Sanit dalam suatu wawancara tentang ‘ajakan dialog oleh ABRI’ yang dimuat dalam Hadad (1998):

” Sejauh yang saya ketahui mereka mampu. Apalagi mereka sekarang solid, kompak dan sepakat bekerja sama mencari kesepakatan siapa yang mau berbicara. Yang saya dengar mereka mandiri tidak mau diperalat oleh siapapun. Ini nilai tambah mahasiswa sekarang, menunjukkan bebas dari intervensi, tidak mau pakai perantara.

Saya yakin bila kondisi mahasiswa kompak dan solid mereka bisa jadi tumpuan harapan rakyat…..”

Kritik yang dilontarkan merupakan bentuk-bentuk pemikiran yang dikeluarkan pemuda/mahasiswa bersih dari kepentingan pihak tertentu. Namun kadang-kadang gerakan pemuda/mahasiswa dimanfaatkan oleh pihak tertentu, sehingga tidak lagi menjadi kontrol sosial yang murni dengan pesan moral. Keadaan ini terlihat dengan adanya kerusakan, tindakan anarkhis, dan gangguan secara sengaja terhadap aktivitas masyarakat lainnya pada saat terjadi demonstrasi atau unjuk rasa. Kerusakan fasilitas umum, dan gangguan terhadap pemakai jalan (termasuk jalan tol) mewarnai aksi unjuk rasa. Beberapa pihak menggambarkan peristiwa ini sebagai bagian dari demokrasi dan usaha menarik perhatian penguasa, tetapi sebagian lain mengganggap sebagai pelanggaran hak asasi warga masyarakat yang terganggu. Padahal pelaku perusakan tersebut hanyalah oleh segelintir oknum pemuda/mahasiswa. Tetapi sempat mencoreng muka gerakan mahasiswa karena publikasi media massa yang sangat cepat dan atraktif.

Sarana kontrol sosial

Hasil pemikiran pemuda/mahasiswa tidak akan ada gunanya jiga tidak disalurkan dengan benar dan efektif. Oleh karena itu perlu adanya sarana yang tepat agar fungsi kontrol sosial tercapai. Saran ini menjadi penting karena pemerintah dan masyarakat dapat melihat secara jelas apa sebenarnya pesan kontrol sosial yang diinginkan oleh pemuda atau mahasiswa. Selain itu, karena wilayah kita sangat luas serta pusat kekuasaan sentralistis di Jakarta, maka peranan media massa menjadi sangat penting dalam gerakan ini. Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai sarana penyampaian pesan kontrol sosial adalah:

Pesan kontrol sosial ini biasanya dilontarkan pada diskusi-diskusi maupun pada seminar. Namun sarana ini dipandang sering tidak efektif karena khalayaknya terbatas, kecuali jika disiarkan melalui media massa. Selain itu pada acara tersebut mudah dilakukan rekayasa dan manipulasi. Sarana ini mungkin lebih cocok untuk ‘brainstorming’ tentang suatu permasalahan.

Sarana kontrol sosial lainnya yang banyak dipakai adalah dengan memanfaatkan media massa secara langsung, seperti surat kabar, radio, dan televisi. Sarana kontrol sosial melalui media massa ini cukup efektif jika yang dinginkan sekedar penyampaian informasi (perubahan kognitif). Untuk mencapai kepada perubahan perilaku khalayaknya agak sulit. Tetapi memiliki kelebihan lain yang sangat signifikan. Berupa kemampuan mencapai jangkaun yang sangat luas pada waktu yang sangat singkat (terutama yang tergolong media massa elektronik). Jumpa pers/pers realise merupakan contoh yang paling sering digunakan suatu organisasi pemuda/mahasiswa untuk menyikapi suatu peristiwa.

Sarana kontrol sosial yang sangat populer pada era reformasi adalah dengan cara melakukan demonstrasi, dimana pesan kontrol sosial dapat langsung diarahkan pada lembaga/instansi yang dituju.

Dialog dengan instansi/pejabat pemerintah yang dianggap representatif (seperti DPR) dengan substansi kontrol sosial juga merupakan sarana yang populer digunakan. Namun sarana ini juga kadang ditolak karena berbagai alasan. Misalnya, saat ajakan dialog antara mahasiswa dengan ABRI dan presiden, mahasiswa menolak dengan alasan seperti: bersifat seremonial saja, simbolik, dan pemuas sementara.

Pesan Moral pada Kontrol Sosial

Ada kalangan yang mengatakan bahwa gerakan reformasi dari mahasiwa kadang melenceng dari pesan moral sebenarnya. Ada gerakan pemuda/mahasiswa yang ternyata bergeser dari pesan moral yang non-partisan ke arah gerakan moral yang partisan. Artinya kadang-kadang pesan kontrol sosial tidak dilandasi prinsip-prinsip demokrasi dan penghargaan terhadap orang lain. Kondisi seperti ini berbahaya karena suara moral pemuda/mahasiswa dianggap suara rakyat.

Denny JA. (1999) menjelaskan kadang-kadang terjadi kemunduran ideologis dalam gerakan mahasiswa. Ini disebabkan oleh beberapa hal, khususnya gerakan pemuda/mahasiswa menjelang jatuhnya Soeharto. Pertama, gerakan yang sudah setahun, biasanya mengalami fragmentasi. Fragmentasi gerakan ini terurai, mungkin dari sifat gerakan yang moderat sampai ekstrem. Kemunduran gerakan mahasiswa ini karena terjadinya radikalisasi/ekstrimisasi gerakan. Dalam kasus ini biasanya berbagai rambu prinsip demokrasi sering dilupakan dan dilanggar. Kedua, adanya perubahan latar belakang gerakan itu sendiri. Semula gerakan bersandar pada kekuatan moral perlahan-lahan berubah menjadi gerakan politik. Sebagai gerakan moral, umumnya gerakan mahasiswa bersifat non-partisan dan tidak berdiri di atas kelompok partai tertentu. Namun kenyataannya cenderung memihak partai non Golkar dan menolak pemilu, terutama mereka yang memilih kelompok politik radikal. Alasan ketiga terjadi pergeseran dalam ideologi gerakan pemuda/mahasiswa. Gerakannya tidak benar-benar menghayati ideologi yang mereka perjuangakan. Dalam slogan, mereka mengklaim sebagai kekuatan reformasi dan demokrasi. Tetapi kenyataanya mereka lupa inti dari reformasi dan demokrasi, yang harus mereka hayati dan menjadi acuan dalam menyikapi berbagai isu politik

Dari uraian tersebut di atas kiranya dapat dimengerti bahwa gerakan pemuda/mahasiswa dapat digolongkan sebagai usaha kontrol sosial. Hal ini disebabkan posisi pemuda/mahasiswa relatif netral dan mengandalkan pada kekuatan moral sebagai inti kebenaran universal. Selain itu pemuda dan mahasiswa memiliki kesempatan untuk berpikir lebih luas dan jernih.

Pengertian Etika, Moral dan Etiket

Pengertian Etika, Moral dan Etiket

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.

K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :

1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.

2. kumpulan asas atau nilai moral.

Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik

3. ilmu tentang yang baik atau buruk.

Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

PENGERTIAN MORAL

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.

‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Pengertian Etiket

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :

1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.

2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

Perbedaan Etiket dengan Etika

K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.

Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.

2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.

Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.

Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.

4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.

Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Baca Tulisan Lain

Pertumbuhan dan perkembangan Peserta Didik Bag 1 >>> Baca

Pertumbuhan dan perkembangan Peserta Didik Bag 2 >>> Baca

Pelayanan umum kepada Masyarakat bag 2 >>> Baca

Pelayanan umum kepada Masyarakat bag 1 >>> Baca

Pengertian dan paradigma Pemerintahan >>> Baca

Lingkungan Mangrove >>> Baca

Mengelola Organisasi Bisnis

Mengelola Organisasi Bisnis

Pengertian organisasi bisnis yang terdapat dalam http://www.en.wikipedia.org yaitu suatu organisasi yang melakukan aktivitas ekonomi dan bertujuan untuk menghasilkan keuntungan (profit). Contoh organisasi bisnis adalah radio. Radio disebut organisasi bisnis karena tujuan ekonominya adalah menghasilkan keuntungan melalui kegiatan penyampaian informasi dan hiburan kepada masyarakat.

Agar bisnis dapat berjalan dengan sukses maka perlu diorganisasikan. Dalam mengorganisasi suatu bisnis tentunya harus memperhatikan unsur-unsur bisnis yang ada. Unsur bisnis yang perlu mendapat perhatian pengusaha yaitu lingkungan bisnis. Lingkungan sangat besar pengaruhnya kepada efisiensi dari operasional perusahaan dan kemampuannya untuk memperoleh keuntungan, Untuk itu setiap pemilik dan pemimpin usaha harus dapat memahami keadaan lingkungannya dan dampak lingkungan tersebut terhadap usahanya.

Secara garis besar lingkungan bisnis dapat dibedakan menjadi; lingkungan pasar (market environment), dan lingkungan bukan pasar (nonmarket environment). Yang termasuk dalam lingkungan pasar adalah unsur-unsur dalam sistem pasar yang berpengaruh terhadap kegiatan suatu perusahaan, yang meliputi;
Langganan
Perusahaan yang menyediakan bahan mentah
Para pekerja dalam perusahaan
Perusahaan lain pesaing maupun bukan pesaing

Sedangkan lingkungan bukan pasar meliputi beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam perekonomian. Unsur-unsurnya antara lain;
Kegiatan ekonomi pada keseluruhannya
Peraturan dan Undang-undang negara dan pelaksanaannya
Kestabilan pemerintah/politik dan kebijakan pemerintah
faktor sosial dan budaya dalam masyarakat
Organisasi perburuhan dan masyarakat lain
Situasi dan perkembangan ekonomi global

Unsur lain yang mempengaruhi lingkungan bisnis berasal dari luar negara antara lain perkembangan persaingan dan kemampuan untuk bersaing, pertumbuhan di negara lain dan investasi modal asing. Untuk menghadapi persaingan dalam era globalisasi saat ini, organisasi bisnis perlu meningkatkan teknologi dan produktivitas, melakukan penetrasi ke pasar baru, dan menekan biaya produksi.

Untuk mengelola organisasi bisnis diperlukan pengelolaan atau manajemen serta orang yang bertanggung jawab yang disebut manajer. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Kegiatan yang ada dalam organisasi atau perusahaan antara lain meliputi kegiatan pemasaran, produksi, personalia, keuangan dan administrasi keuangan. Orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut disebut manajer. Jadi manajer adalah orang yang bertanggsung jawab untuk mengarahkan usaha yang bertujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya. Semua manajer memiliki tanggung jawab yang sama baik organisasi formal maupun informal. Proses manajemen dilakukan secara bersama-sama oleh manajemen bawah (supervisor) manajemen menengah (middle management) dan manajemen puncak (top management).

Manajemen bawah bertanggung jawab untuk operasi unit tertentu, tugas pokok mereka berada pada proses pengawasan, perencanaan dan pengorganisasian. Manajemen menengah berkaitan dengan tugas-tugas integrasi serta melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Manajemen puncak memiliki lebih banyak tanggungjawab pada proses perencanaan dan pengorganisasian serta melakukan sedikit pengawasan. Contoh dari proses manajemen ini misalnya para manajer dapat menentukan gaya kepemimpinan atau mempengaruhi sikap karyawan tentang pekerjaan mereka.

Belajar Berorganisasi Bisnis

Seringkali kita membicarakan tentang organisasi dalam kehidupan sehari-hari, baik organisasi formal maupun non formal. Ada tiga alasan yang mendasari kita mempelajari organisasi, antara lain:
Hidup di masa kini. Organisasi memberikan kontribusi pada standar kehidupan manusia. Dalam usaha kita sehari-hari seperti bekerja, berkomunikasi, hiburan atau pengobatan pasti membutuhkan bantuan organisasi.
Membangun masa depan. Organisasi membangun masa depan yang lebih baik dan membantu individu melakukan hal yang sama. Organisasi juga mempunyai dampak positif dan negatif terhadap masa depan lingkungan alam.
Mengingat masa lalu. Organisasi dapat membantu menghubungkan manusia dengan masa lalunya. Maksudnya bahwa seringkali kita mengidentifikasikan diri kita dengan organisasi dimana kita menjadi anggotanya, seperti kelompok politik
Diambil dari Pengertian Lingkungan karya Helmiatin dan Arief Mulyana. Jika anda ingin memiliki artikel selengkapnya silakan Klik   Download di sini