Download Kumpulan Peraturan Terkait Diknas

Kumpulan Peraturan  Terkait Diknas di Internet  dari Karya Besar Ir. Djoko Luknanto, M.Sc., Ph.D.

Peraturan Perundangan Tentang  Pendidikan. Silakan Klik banyak Link di Bawah ini untuk download

Undang-undang

  1. 22 Tahun 2011:
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
    2012 dan penjelasannya (situs  asli)
  2. 12 Tahun 2011:
    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (situs
    asli
    )
  3. 10 Tahun 2010: Anggaran
    Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 dan
    penjelasannya (situs  asli)
  4. 09 Tahun 2010:
    Keprotokolan (lengkap dengan penjelasan)
  5. 02 Tahun 2010: Perubahan
    atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran
    Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010
    (situs  asli)
  6. 24 Tahun
    2009
    : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negera, serta Lagu
    Kebangsaan (situs  asli)
  7. 09 Tahun 2009: Badan
    Hukum Pendidikan 2009 (Wikisource)Putusan
    Mahkamah Konstitusi menolak UU BHP
    (situs
    asli
    ),Tayangan   pptx penjelasan dari Kemendiknas.
  8. 36 Tahun  2008: Pajak Penghasilan dan Penjelasannya   (situs  asli); perubahan keempat atas UU  No. 7 tahun 1983.
  9. 14 Tahun 2005:
    Guru dan Dosen (situs  asli)
  10. 32 Tahun 2004:
    Pemerintahan Daerah (Penjelasannya)
  11. 28 Tahun 2004:
    Perubahan atas UU Nomor 16
    Tahun 2001
    tentang Yayasan (situs
    asli
    )
  12. 1 Tahun   2004: Perbendaharaan Negara (situs  asli)
  13. 20 Tahun 2003:
    Sistem Pendidikan Nasional (Penjelasannya)
  14. 17 Tahun   2003: Keuangan Negara (situs   asli)
  15. 13 Tahun   2003: Ketenagakerjaan
  16. 19 Tahun 2002:   hak cipta (situs   asli)
  17. 16 Tahun 2001: Yayasan (situs  asli)
  18. UU 43   Tahun 1999: perubahan atas UU  no. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
    (pdf, situs   asli), dengan kelengkapannya Peraturan   Pemerintah 24 Tahun 2011 tentang Badan Pertimbangan
    Kepegawaian (Bapek)
  19. 18 Tahun  1999: Jasa Konstrusi (situs  asli)
  20. 7 Tahun
    1983
    : Pajak Penghasilan (situs  asli)
  21. 8 Tahun 1974:  Pokok-pokok Kepegawaian (situs  asli)
  22. 1 Tahun 1974:  Perkawinan (situs  asli)
  23. 11 Tahun 1969: Pensiun  pegawai dan pensiun janda/duda pegawai (situs  asli)

Peraturan Pemerintah

  1. 46 Tahun  2011: Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil;
    pengganti PP No.10  Tahun 1979. (situs  asli)
  2. 24 Tahun 2011: Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) dengan
    penjelasannya (situs  asli)
  3. 19 Tahun 2011: Perubahan
    Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1985
    Tentang Pemberian Tunjangan Veteran Kepada Veteran
    Republik Indonesia (situs  asli)
  4. 18 Tahun 2011: Perubahan
    Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985
    Tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan
    Kebangsaan/Kemerdekaan (situs  asli)
  5. 17 Tahun 2011: Perubahan
    Kesepuluh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980
    Tentang Pemberian Tunjangan Kehormatan Kepada Bekas
    Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan Janda/Dudanya
    (situs  asli)
  6. 16 Tahun 2011:
    Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/Duda,
    Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu dan
    Tunjangan Orang Tua Anggota Kepolisian Negara Republik
    Indonesia beserta Lampiran  I s/d V (situs  asli)
  7. 15 Tahun 2011:
    Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/Duda,
    Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu, dan
    Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara Nasional Indonesia
    beserta Lampiran I s/d  V (situs  asli)
  8. 14 Tahun 2011:
    Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
    Dan Janda/Dudanya beserta Lampiran  I s/d VIII (situs  asli)
  9. 13 Tahun 2011:
    Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29
    Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian
    Negara Republik Indonesia (situs   asli)
  10. 12 Tahun 2011:
    Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28
    Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji Anggota Tentara
    Nasional Indonesia (situs   asli)
  11. 11 Tahun 2011:
    Perubahan Ketiga Belas atas PP   No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS.
    Lampiran PP 11 Tahun   2011. (situs  asli)
  12. 94 Tahun  2010: Penghitungan penghasilan kena pajak dan
    pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan
    (situs  asli)
  13. 93 Tahun  2010: Sumbangan penanggulangan bencana nasional,
    sumbangan penelitian dan pengembangan, sumbangan
    fasilitas pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga, dan
    biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat
    dikurangkan dari penghasilan bruto (situs  asli)
  14. 92 Tahun 2010: Perubahan
    kedua atas PP 29 tahun 2000   tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi
    (situs   asli)
  15. 90 Tahun 2010:
    Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
    Negara/Lembaga – RKAK/L, pengganti Peraturan   Pemerintah No. 21 Tahun 2004 (situs asli, mirror)
  16. 80 Tahun 2010: Tarif
    pemotongan dan pengenaan pajak penghasilan pasal 21 atas
    penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD (situs  asli). Catatan: Peraturan Pemerintah ini
    menggantikan PP 45 Tahun   1994Permenkeu  262/PMK.03/2010 (lengkap dengan lampirannya):
    peraturan pelaksana PP 80  Tahun 2010 (situs
    asli
    )
  17. 66 Tahun 2010: Perubahan
    Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
    Tahun 2010
    Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
    Pendidikan (situs asli: PP  dan Penjelasannya)
  18. 59 tahun 2010: Perubahan  atas PP 29 tahun 2000 tentang
    Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (situs  asli)
  19. 54 Tahun 2010: Pemberian
    gaji/pensiun/tunjangan bulan ketiga belas dalam tahun
    anggaran 2010 kepada Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara
    dan Penerima pensiun/tunjangan (situs  asli)
  20. 53 Tahun 2010:
    Disiplin Pegawai Negeri Sipil (situs  asli)Peraturan
    Kepala BKN No. 21 Tahun 2010
    : Ketentuan Pelaksanaan
    PP no. 53 Tahun 2010  tentang disiplin PNS (situs  asli)
  21. 40 Tahun 2010:
    Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.16   Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
    Sipil (situs  asli)
  22. 28 Tahun 2010: Penetapan
    Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan Janda/Dudanya
    (menggantikan PP 13 Tahun 2007, no 14 tahun 2008, dan no
    9 tahun 2009)
  23. 25 Tahun 2010 (Lampiran):
    Perubahan ke 12 atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
    1977 tentang Peraturan Gaji PNS (situs  asli)
  24. 17 Tahun 2010:
    Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan beserta
    penjelasannya.
  25. 41 Tahun 2009:
    tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru
    dan dosen, serta tunjangan kehormatan Profesor.Pedoman pelaksanaannya menggunakan Peraturan Menteri
    Keuangan No.164/PMK.05/2010:  Tata Cara pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen,
    Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta tunjangan  kehormatan professor (situs  asli)
  26. 38 Tahun 2009 tentang
    jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara bukan Pajak  yang berlaku pada yayasan. (situs  asli).
  27. 37 Tahun 2009: dosen (146KB  pdf, 62KB  doc/zip)
  28. 65 Tahun  2008: Pemberhentian PNS (situs  asli)
  29. 63 Tahun 2008:
    Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (situs  asli)
  30. 48 Tahun 2008:
    Pendanaan Pendidikan (Penjelasannya)
  31. 95 Tahun 2007:
    Perubahan ke7 terhadap Keppres  80 Tahun 2003 (dicabut terhitung 01 Januari 2011) –
    situs  asli
  32. 31 Tahun 2006: Sistem
    Pelatihan Kerja Nasional (ermasuk membahas tentang: 1.
    SKKNI-Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, dan 2.
    KKNI-Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) – situs asli.
  33. 47 Tahun  2005: perubahan atas PP  No. 29 Tahun 1997 tentang PNS yang menduduki jabatan
    rangkap (situs  asli)
  34. 19 Tahun 2005: Standar  Nasional Pendidikan
  35. 21 Tahun  2004: Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
    Kementerian Negara/Lembaga – RKAK/L
  36. 11 Tahun
    2002
    : Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (situs  asli)
  37. 98 Tahun  2000: Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (situs  asli)
  38. 29 Tahun 2000:  Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (situs  asli)
  39. 61 Tahun 1999: Penetapan  Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum – format  pdf (sudah dibatalkan PP  no. 17 tahun 2010)
  40. 60 Tahun 1999:  Pendidikan Tinggi
  41. 29 Tahun  1997: PNS yang menduduki jabatan rangkap (situs  asli)
  42. 45 Tahun 1994:
    Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, PNS, anggota ABRI,
    dan Pensiunan (sudah diganti dengan PP  80 Tahun 2010 )
  43. 16 Tahun 1994: Jabatan  Fungsional Pegawai Negeri Sipil (situs  asli)
  44. 1  Tahun 1994: Pemberhentian PNS – (situs  asli)
  45. 45 Tahun 1990:
    perubahan terhadap PP  10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian  bagi PNS (situs  asli)
  46. 10 Tahun 1983:
    izin perkawinan dan perceraian bagi PNS (situs asli)
  47. 30 Tahun 1980:
    peraturan displin PNS (sudah diganti dengan PP  No. 53 Tahun 2010) (situs  asli)
  48. 32 Tahun 1979:
    Pemberhentian PNS (situs  asli)
  49. 10 Tahun  1979: Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri  Sipil (lengkap penjelasan dan lampiran) (situs
    asli
    ). Peraturan ini telah diganti oleh PP  No.46 Tahun  2011.
  50. 7 Tahun 1977:
    penetapan gaji beserta lampirannya (dapat diunduh di  lokasi 1,   lokasi   2)
  51. 9 Tahun 1975:
    Peraturan Pelaksanaan UU  1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (situs   asli)
  52. 4 Tahun  1966: Pemberhentian/pemberhentian sementara PNS   (situs   asli)

Keputusan Presiden Republik  Indonesia

  1. 80  Tahun 2003: Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
    Pemerintah (dicabut terhitung 01 Januari 2011): PenjelasanLampiran  I, Lampiran II (situs asli)
  2. 9 Tahun 2001: Tunjangan Dosen (Peraturan baru: 41  Tahun 2009)
  3. 93 Tahun 1999:
    Perubahan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP)  Menjadi Universitas
  4. 87 Tahun  1999: Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil  (situs asli)
  5. 57  tahun 1986: Tunjangan belajar dosen hanya dosen tugas  belajar dalam negeri (situs  asli)

Peraturan Presiden Republik  Indonesia

  1. 44 Tahun  2012: Institut Teknologi Bandung sebagai Perguruan
    Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah (situs  asli)
  2. 43 Tahun  2012: Universitas Pendidikan Indonesia sebagai
    Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah  (situs  asli)
  3. 8 Tahun  2012: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)  atau Indonesian Qualification Framework
    (IQF) – lengkap dengan lampirannya (situs  asli)
  4. 35 Tahun 2011:
    Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54  Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
    (situs  asli)
  5. 81 Tahun 2010: Grand  Design Reformasi Birokrasi 2010-2015 (situs  asli)
  6. 54 Tahun  2010: Peraturan Presiden Republik Indonesia No.54  Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (situs
    asli
    )
  7. 32 Tahun 2010:
    Peraturan Presiden Republik Indonesia No.32 Tahun 2010  tentang Komite Inovasi Nasional (situs  asli)
  8. 25 Tahun 2010:
    Peraturan Presiden RI No. 25 tahun 2010 tentang   Penyesuaian Gaji Pokok PNS menurut PP No. 08 tahun 2009
    ke dalam Gaji Pokok PNS menurut PP 25 tahun 2010   (situs  asli)
  9. 24 Tahun 2010:
    Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta  Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
    Kementerian Negara (situs  asli) (ini yang membubarkan Direktorat PMPTK yang  memicu demo para guru)
  10. 66 Tahun  2007: Tunjangan Jabatan Fungsional Auditor
  11. 65 Tahun
    2007
    : Tunjangan Dosen (Peraturan baru: 41  Tahun 2009)
  12. 12 Tahun 1961:
    Pemberian Tugas Belajar (situs   asli)

Keputusan Menteri Pendidikan  Nasional

  1. 053/P/2012:
    Perguruan Tinggi Penilai Sertifikasi Pendidik Untuk
    Dosen
  2. 052/P/2011:
    Perubahan Atas Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
    Nomor 126/P/2010
    tentang Penetapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
    Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru bagi Guru dalam
    Jabatan (situs asli)
  3. 134/M/2010:
    Satuan Kerja (Satker) Kementerian Pendidikan Nasional
    Tahun 2011
  4. 126/P/2010:
    Penetapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
    Penyelenggara Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam
    Jabatan (situs  asli)
  5. 108/P/2009: PT
    Penyelenggara Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen
  6. 022/P/2009: Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara
    sertifikasi bagi guru dalam jabatan, disahkan tgl 04
    April 2009 (Berkas pelaksanaan, format pdf: Buku  1-1,8MB, Buku 2-1Mb
    pdf, Buku 3-0,6MB, Buku 4-0,5Mb, Buku  5-0,85MB)
  7. 015/P/2009:
    Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Sarjana
    (S1) Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan (022/P/2009)  (mirror)
  8. 058 Tahun
    2008
    : Penyelenggaraan Program Sarjana (S1)
    Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan
  9. 056/P/2007:
    Pembentukan Konsorsium Sertifikasi Guru
  10. 057/O/2007:
    Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi
    Guru dalam jabatan
  11. 004/U/2002:
    Akreditasi Program Studi pada Perguruan Tinggi
  12. 045/U/2002:
    Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
  13. 184/U/2001:
    Pedoman Pengawasan-Pengendalian dan Pembinaan Program
    Diploma, Sarjana dan Pascasarjana di Perguruan Tinggi  (pdf)
  14. 178/U/2001:
    Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi (pdf)
  15. 107/U/2001:
    Penyelenggaraan Program Pendidikan JARAK Jauh (situs asli) (berbeda dengan KELAS jauh, kalau program
    pendidikan jarak jauh dibolehkan, yang kelas jauh harus
    memenuhi ketentuan Permendiknas No. 30  Tahun 2009)
  16. 36/D/O/2001:
    Petunjuk teknis pelaksanaan penilaian angka kredit
    jabatan fungsional dosen (pdfsitus  asli)
  17. 234/U/2000:
    Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi (pdf)
  18. 232/U/2000:
    Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
    Penilaian Hasil Belajar mahasiswa (pdf)
  19. 074/U/2000: Tata cara tim penilai dan tata cara
    penilaian angka kredit jabatan fungsional dosen
  20. 284/U/1999:
    Pengangkatan Dosen sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi dan
    Pimpinan Fakultas (sudah dibatalkan oleh Permendiknas  No. 67 Tahun 2008)
  21. 264/U/1999:
    kerjasama antar Perguruan Tinggi dan SK Dirjen Dikti no
    61/DIKTI/Kep/2000
  22. 212/U/1999:
    Pedoman Penyelenggaraan Program Doktor
  23. 181
    Tahun 1999
    : petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional
    dosen dan angka kreditnya (html).
    Lampiran: 01
    02 03
    04 05
    06 07
    08 09
    10
  24. 187/U/1998:
    Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (sudah
    dibatalkan oleh Permendiknas
    No. 28 Tahun 2005
    )
  25. 155/U/1998:
    Pedoman Umum Organisasi kemahasiswaan di Perguruan Tinggi
    (situs
    asli
    )
  26. 223/U/1998:
    Kerjasama antar Perguruan Tinggi – pdf
    (dibatalkan oleh Kepmendikbud 264/U/1999 )
  27. 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999:
    Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya (html)
  28. 339/U/1994:
    Ketentuan Pokok Penyelenggaraan Perguruan Tinggi
    Swasta
  29. 036/U/1993:
    Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi (sudah diganti
    dengan 178/U/2001)

Peraturan Menteri Pendidikan  Nasional

  1. 24
    Tahun 2012
    : Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh
    pada Pendidikan Tinggi
  2. 16 Tahun
    2012
    : Kode Etik Pegawai di Lingkungan Kemdikbud ,
    lengkap dengan lampirannya.
  3. 10
    Tahun 2012
    : Wajib lapor harta kekayaan beserta
    lampirannya (Daftar Pejabat Eselon II, II, Unit
    Pelaksanaan Teknis, Perguruan Tinggi, Pejabat
    Perbendaharaan, Pejabat lain di lingkungan Kemdiknas yang
    wajib lapor harta kekayaan)
  4. 8 Tahun
    2012
    : Pemberian insentif bagi pendidik yang bertugas
    pada satuan pendidikan Indonesia di Luar Negeri
    (situs  asli).
  5. 7 Tahun
    2012
    : Pemberian gaji dan insentif bagi pendidik yang
    bertugas pada satuan pendidikan Indonesia di Sabah
    Malaysia (situs  asli).
  6. 04 Tahun 2012:
    Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
    Nomor 9 Tahun 2011 tentang Penggunaan dan Pengelolaan
    Gedung/Kantor di lingkungan Kementerian Pendidikan
    Nasional (situs  asli)
  7. 01 Tahun  2012: Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
    Pendidikan dan Kebudayaan (Membatalkan Permendiknas no.
    36 tahun 2010) (situs  asli)
  8. 50  Tahun 2011: Layanan informasi publik di lingkungan
    Kemdikbud
  9. 48 Tahun  2011: Perubahan nama Kemdiknas menjadi Kemdikbud
  10. 47 Tahun 2011:
    Satuan Pengawasan Internal (SPI) di Lingkungan
    Kementerian Pendidikan Nasional (membatalkan Permendiknas
    No. 16 Tahun 2009)
  11. 44 Tahun 2011:
    Satuan Pengawasan Internal (SPI) di Lingkungan
    Kementerian Pendidikan Nasional.
  12. 38   Tahun 2011: Perubahan atas Permendiknas
    18 Tahun 2011
    tentang Koordinasi dan Pengendalian
    Program di Lingkungan Kemdiknas (Lampiran Permendiknas 38
    Tahun 2011: 01, 02)
  13. 22  Tahun 2011: Terbitan Berkala Ilmiah (versi  scan, situs  asli). Peraturan ini membatalkan Permendiknas no
    68 Tahun 2009 dan 67 Tahun 2009.
  14. 20  Tahun 2011: Penyelenggaraan Prodi di Luar Domisili
    Perguruan Tinggi (situs  asli)
  15. 19  Tahun 2011: Pedoman Penetapan Kesetaraan Ijazah
    Perguruan Tinggi Luar Negeri dengan Ijazah dan Gelar
    Perguruan Tinggi Indonesia (situs  asli)
  16. 18  Tahun 2011: Koordinasi dan Pengendalian Program di
    Lingkungan Kemdiknas (Lampiran  Permendiknas 18 Tahun 2011)
  17. 17 Tahun  2011: Pemberian Beasiswa untuk Pendidik (dosen tetap)
    dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi
  18. 3 Tahun 2011 (lengkap  dengan lampirannya): Perubahan atas Peraturan Menteri
    Pendidikan Nasional Nomor 31 Tahun 2006 tentang Unit
    Akuntansi dan Pelaporan Keuangan di Lingkungan Departemen
    Pendidikan Nasional Sebagaimana Telah Diubah dengan
    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 21 Tahun 2007
    (situs  asli dan lampirannya)
  19. 48 Tahun 2010:
    Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun
    2010-2014 (situs
    asli
    )
  20. 47 Tahun 2010:
    Standar Kompetensi Lulusan Kursus (situs  asli)
  21. 44 Tahun 2010:
    Perubahan atas Permendiknas  No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kemdiknas
    Tahun 2010-2014 (situs  asli)
  22. 43 Tahun 2010:
    Penataan Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pendidikan
    Nasional (situs  asli)
  23. 39 Tahun 2010: Jadwal
    Retensi Arsip Kepegawaian Dan Keuangan Di Lingkungan
    Kementerian Pendidikan Nasional (situs  asli)
  24. 38 Tahun 2010:
    Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru (situs asli)
  25. 36 Tahun 2010:
    Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional
    (situs asli)
  26. 35 Tahun 2010:
    Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Dan
    Angka Kreditnya (situs  asli)
  27. 34 Tahun 2010: Pola
    Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan
    Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah (situs  asli)
  28. 33 Tahun 2010:
    Pemberian Bantuan Sosial Kepada Calon Penulis Buku
    (situs asli)
  29. 30 Tahun 2010:
    Pemberian bantuan biaya pendidikan kepada peserta didik
    yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai
    pendidikan (situs  asli)
  30. 24 Tahun 2010:
    Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada
    Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
    (situs  asli)
  31. 17 Tahun 2010:
    Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
    (situs  asli)
  32. 9 Tahun 2010: Program
    Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam Jabatan
    (situs  asli)
  33. 6 Tahun
    2010
    : Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan
    Nasional Nomor 28 tahun  2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan
    Tinggi (situs  asli)
  34. 2 Tahun 2010:
    Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun
    2010-2014 (situs  asli)
  35. 1 Tahun 2010:
    Perubahan Penggunaan Nama Departemen Pendidikan Nasional
    Menjadi Kementerian Pendidikan Nasional (situs  asli)
  36. 73 Tahun 2009:
    Perangkat Akreditasi Program Studi Sarjana (S1)
  37. 68 Tahun 2009:
    Pedoman Akreditasi Berkala Ilmiah (situs  asli). Versi  scan (situs  asli). Dibatalkan oleh Permendiknas no. 22
    Tahun 2011
    .
  38. 67 Tahun 2009:
    Pedoman Akreditasi Berkala Ilmiah (situs asli). Dibatalkan oleh Permendiknas no. 22
    Tahun 2011
    .
  39. 66 Tahun 2009:
    Pemberian Izin Pendidik dan Tenaga Kependidikan Asing
    pada Satuan Pendidikan Formal dan Nonformal di Indonesia
    (situs
    asli
    )
  40. 63 Tahun 2009: Sistem
    Penjaminan Mutu Pendidikan
  41. 61
    Tahun 2009
    : Pemberian Kuasa dan Delegasi Wewenang
    Pelaksanaan Kegiatan Administrasi Kepegawaian kepada
    Pejabat Tertentu di Lingkungan Departemen Pendidikan
    Nasional (situs
    asli
    )
  42. 48 Tahun 2009:
    Pedoman Pemberian Tugas Belajar Bagi PNS di lingkungan
    Depdiknas
  43. 47 Tahun 2009:
    Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen (situs
    asli
    )
  44. 46 Tahun 2009:
    Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
    (situs
    asli
    )
  45. 42 Tahun 2009:
    Standar Pengelola Kursus (situs
    asli
    )
  46. 41 Tahun 2009:
    Standar Pembimbing pada Kursus dan Pelatihan (situs
    asli
    )
  47. 33 Tahun 2009:
    Pedoman pengangkaan Dewan Pengawas pada PTN di Lingkungan
    Depdiknas yang menerapkan Pengelolaan keuangan Badan
    Layanan Umum (BLU)
  48. 32 Tahun 2009:
    Mekanisme pendirian BHP, perubahan BHMN atau PT, dan
    pengakuan penyelenggara PT sebagai BHP (Permendiknas,
    Lampiran
    I
    , Lampiran
    II
    , Lampiran
    III
    , Lampiran
    IV
    , Lampiran
    V
    , Lampiran
    VI
    ).
  49. 30 Tahun 2009:
    Penyelenggaraan Program Studi di luar domisili Perguruan
    Tinggi
  50. 26 Tahun
    2009
    : Penyetaraan lulusan Perguruan Tinggi Luar
    Negeri
  51. 20 Tahun 2009:
    Beasiswa Unggulan (situs
    asli
    )
  52. 19 Tahun 2009:
    Penyaluran Tunjangan Kehormatan Profesor (situs
    asli
    )
  53. 18 Tahun 2009:
    Penyelenggaraan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing
    di Indonesia (situs
    asli
    )
  54. 16 Tahun 2009: Satuan
    Pengawasan Internal di Lingkungan Departemen Pendidikan
    Nasional (dibatalkan oleh Permendiknas No. 47
    Tahun 2011
    )
  55. 8 Tahun 2009: Program
    Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan (situs
    asli
    )
  56. 85 Tahun 2008:
    Pedoman Penyusunan Statuta Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  57. 67 Tahun 2008:
    Pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan
    Perguruan Tinggi dan Pimpinan Fakultas
  58. 61 Tahun 2008:
    Mekanisme Penjatuhan Hukuman Disiplin yang merupakan
    kewenangan Menteri terhadap PNS di lingkungan Depdiknas
    (situs
    asli
    )
  59. 59 Tahun 2008:
    Pengesahan fotokopi ijazah/surat tanda tamat belajar,
    Surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama
    dengan ijazah/surat tanda tamat belajar dan penerbitan
    surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama
    dengan Ijazah/surat tanda tamat belajar (situs
    asli
    )
  60. 58 Tahun 2008:
    Penyelenggaraan Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi
    guru dalam jabatan (situs
    asli
    )
  61. 53 Tahun 2008:
    Pedoman penyusunan standar pelayanan minimum bagi PTN
    yang menerapkan Pengelolaan keuangan BLU (situs
    asli
    )
  62. 38 Tahun
    2008
    : Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
    di Lingkungan Depdiknas (situs
    asli
    )
  63. 27
    Tahun 2008
    : Standar kualifikasi akademik dan
    kompentensi Konselor
  64. 20 Tahun 2008:
    Penetapan inpassing pangkat dosen bukan PNS yang telah
    menduduki jabatan akademik di PTS dengan pangkat PNS
    (situs
    asli
    )
  65. 19
    Tahun 2008
    : Perguruan Tinggi Penyelenggara
    Sertifikasi Dosen
  66. 18
    Tahun 2008
    : Penyaluran tunjangan profesi dosen
  67. 17 Tahun
    2008
    : Perubahan Pertama atas Peraturan Menteri
    Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 Tentang
    Sertifikasi Dosen (dibatalkan oleh Permendiknas 47
    Tahun 2009
    )
  68. 09 Tahun 2008:
    Perpanjangan batas usia pensiun PNS yang sudah menduduki
    jabatan Guru Besar/Profesor dan pengangkatan Guru
    Besar/Profesor Emeritus (situs
    asli
    )
  69. 06 Tahun 2008:
    Pedoman penerimaan calon mahasiswa baru di perguruan
    tinggi (situs
    asli
    )
  70. 42 Tahun 2007:
    Sertifikasi dosen (dibatalkan oleh Permendiknas 47
    Tahun 2009
    )
  71. 30
    Tahun 2007
    : Pengelolaan Rekening di Lingkungan
    Depdiknas
  72. 26 Tahun 2007: Kerja
    sama Perguruan Tinggi di Indonesia dengan Perguruan
    Tinggi atau Lembaga Lain di Luar Negeri (situs
    asli
    ) (ini untuk kerjasama dengan LN, kalau yang
    antar PT masih pakai Kepmendikbud no 264/U/1999)
  73. 25 Tahun 2007:
    Persyaratan dan Prosedur bagi WNA untuk menjadi Mahasiswa
    pada PT di Indonesia (situs
    asli
    )
  74. 20 Tahun
    2007
    : Standar Penilaian Pendidikan
  75. 18 Tahun
    2007
    : Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan
  76. 17 Tahun
    2007
    : Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan Tahun
    2007
  77. 16 Tahun
    2007
    : Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetisi
    Guru
  78. 15 Tahun 2007:
    Sistem Perencanaan Tahunan Depdiknas
  79. 38 Tahun
    2006
    : Persyaratan dan Tata Cara Perpanjangan Batas
    Usia Pensiun Guru Besar dan Pengangkatan Guru Besar
    Emeritus (sudah dibatalkan oleh Permendiknas No.
    09 Tahun 2008) (mirror)
  80. 32 Tahun
    2006
    : Perubahan Keputusan Mendiknas Nomor 042/U/2000
    Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Perguruan
    Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum
  81. 28 Tahun
    2006
    : Prosedur Penetapan Organisasi Perguruan Tinggi
    Badan Hukum Milik Negara pada Masa Peralihan
  82. 1 Tahun
    2006
    : Pemberian kewenangan kepada 4 PT BHMN untuk
    membuka dan menutup program studi pada PT yang
    bersangkutan
  83. 28 Tahun 2005:
    Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi

Keputusan Dirjen Dikti

  1. 49/Dikti/Kep/2011:
    Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah (versi
    scan
    , situs
    asli
    )
  2. 70/D/T/2010: 17
    Februari 2010, Perubahan Perguruan Tinggi menjadi Badan
    Hukum Pendidikan (situs
    asli
    )
  3. 03/DIKTI/Kep/2010:
    Pemberian Mandat Kepada Pemimpin Perguruan Tinggi yang
    diselenggarakan oleh Pemerintah untuk melakukan Evaluasi
    dan Penandatanganan Surat Keputusan Perpanjangan Ijin
    Program Studi di Lingkungan Perguruan Tinggi yang
    Bersangkutan (situs
    asli
    )
  4. 82/DIKTI/Kep/2009:
    Pedoman Penyetaraan Ijazah Lulusan Perguruan Tinggi Luar
    Negeri (Data)
  5. 66/DIKTI/Kep/2008:
    Pemberian kuasa kepada Koordinator Kopertis di wilayah
    masing-masing untuk atas nama Dirjen Dikti menetapkan
    angka kredit dosen PTS untuk jenjang jabatan akademik
    Asisten Ahli dan Lektor (mirror)
  6. 163/DIKTI/Kep/2007:
    Penataan dan Kodifikasi Prodi Pada Perguruan Tinggi:
    lengkap dengan lampiran (mirror,
    lampirannya: 01,
    02,
    tayangan
    sosialisasi
    )
  7. 44/DIKTI/Kep/2006:
    Rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan
    bermasyarakat di Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  8. 43/DIKTI/Kep/2006:
    Rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan
    kepribadian di Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  9. 34/DIKTI/Kep/2002:
    Perubahan dan Peraturan tambahan SK Dirjen Dikti no.
    08/DIKTI/Kep/2001 (situs
    asli
    )
  10. 28
    /DIKTI/Kep/2002
    : Penyelenggaraan Program Reguler dan
    Non Reguler di Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  11. 26/DIKTI/KEP/2002:
    Pelarangan Organisasi Ekstra Kampus atau Partai Politik
    dalam Kehidupan Kampus
  12. 08/DIKTI/Kep/2002:
    Petunjuk Teknis Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
    Nomor 184/U/2001 Tentang Pedoman Pengawasan Pengendalian
    dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pasca Sarjana
    di Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  13. 108/DIKTI/Kep/2001:
    Pedoman Pembukaan Program Studi dan/atau Jurusan
    Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
    234/U/2000:
    Pendirian Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  14. 61/DIKTI/KP/2000:
    Peraturan pelaksana Permendiknas
    26 tahun 2007
    tentang kerjasama dengan PT LN
  15. 275/DIKTI/Kep/1999:
    Tatacara Pengangkatan Pembantu rektor, dekan, pembantu
    dekan, pembantu ketua dan pembantu direktur pada PTN di
    lingkungan Kemendikbud pada kondisi khusus terjadi
    pemberhentian atau mutasi jabatan sebelum masa tugas
    berakhir (situs
    asli
    )

Surat Edaran Sekjen Diknas, Dirjen
Dikti, Direktur

  1. 1130/E4.1/2012:
    SE Direktur Diktendik: Pengajuan NIDN Baru dan perubahan
    data dosen.
  2. 928/E4.1/2012:
    Nomor Induk Dosen Nasional bermasalah lengkap dengan
    lampirannya. (surat
    edaran
    dan lampirannya)
  3. 64/E4.3/2012:
    Penilaian Angka Kredit Kenaikan Pangkat Jabatan Akademik
    Dosen.
  4. 24/E/T/2012:
    Kebijakan Layanan Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik
    Dosen.
  5. 0677/A.A5/SE/2012:
    Perubahan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian
    Pendidikan Nasional Nomor 6196/A.A5/SE/2011 Tentang
    Kepala Surat, Kode Unit Organisasi, Kode Unit Kerja, dan
    Cap Dinas di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan
    Kebudayaan.
  6. 213/E/T/2012:
    Panduan bagi
    Kontributor Portal Garuda
    . Formulir
    kesediaan menjadi kontributor
    (situs asli: 01
    02
    03).
  7. 212/E/T/2012:
    Pedoman
    Pengelolaan Jurnal Terbitan Berkala Ilmiah Elektronik

    yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam pengelolaan
    Jurnal Terbitan Berkala Ilmiah secara elektronik
    (online). (situs asli: Surat
    Edaran Dirjen,
    Panduan-37,5MB)
  8. 152/E/T/2012:
    ketentuan publikasi untuk program S1/S2/S3 yang merupakan
    salah satu syarat kelulusan, yang berlaku terhitung mulai
    kelulusan setelah Agustus 2012 (situs
    asli
    )
  9. 49/E4.4/2012:
    Surat edaran Direktur Direktorat Pendidik dan Tenaga
    Kependidikan (Ditdiktendik) tentang solusi penyaluran
    beasiswa luar negeri di awal tahun 2012 (mekanisme
    pencairan beasiswa
    )
  10. 2050/E/T/2011:
    Surat Edaran Dirjen Dikti tentang penggunggahan karya
    ilmiah untuk kenaikan pangkat (situs
    asli
    )
  11. 2030/E/T/2011:
    Penghentian proses pengajuan usulan pembukaan program
    studi Pendidikan Dokter Gigi (S1)
  12. 1643/E/T/2011:
    Moratorium Prodi Keperawatan dan Kebidanan
  13. 1639/E/T/2011:
    Penghentian proses pengajuan usulan pembukaan program
    studi baru
  14. 1615/E/T/2011:
    Surat Edaran Dirjen Dikti tentang Kualifikasi Pendidikan
    Dosen (situs
    asli
    )
  15. 2899.1/E4.1/2011:
    Surat Edaran Direktur Diktendik tentang NIDN (situs
    asli
    )
  16. 4087/E1.2/B/2011:
    Surat edaran Tentang Permendiknas Permendiknas
    38 Tahun 2011
    .
  17. 1037/E4.3/2011:
    tatacara penyampaian kelengkapan berkas usulan kenaikan
    jabatan akademik dosen (situs
    asli
    ).
  18. 71936/A4/KP/2011:
    Usulan Jabatan Fungsional (situs
    asli
    )
  19. 1017/E/T/2011:
    Perijinan dan Pelarangan Proses Pembelajaran di Luar
    Domisili (situs
    asli
    )
  20. 1313/E5.4/LL/2011:
    Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah (situs
    asli
    )
  21. 769/E/T/2011:
    Perpanjangan BUP bagi PNS yang mempunyai jabatan
    fungsional Guru Besar/Profesor (situs
    asli
    )
  22. 739/E/C/2011:
    Perpanjangan batas usia pensiun PNS yang sudah menduduki
    jabatan Guru Besar/Profesor (situs
    asli
    )
  23. 498/E/T/2011:
    Kualifikasi D-IV sama dengan S1
  24. 394/E/T/2011:
    Penegasan Pelaksanaan Permendiknas
    No. 58 Tahun 2008
    (situs
    asli
    )
  25. 306/E/C/2011:
    Perpanjangan batas usia pensiun PNS yang sudah menduduki
    jabatan Guru Besar/Profesor dan pengangkatan Guru
    Besar/Profesor Emeritus (situs
    asli
    )
  26. 190/D/T/2011:
    validasi Karya Ilmiah bagi calon pengusul JFD Lektor
    Kepala dan Guru Besar, beserta format lembaran
    pengesahannya dan format fakta integritas. (situs
    asli
    )
  27. 1436/D/T/2010:
    Pemberhentian sementara waktu semua proses pengajuan
    usulan pembukaan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
    (S1) serta pengecualiannya (situs
    asli
    ).
  28. 1312/D/T/2010:
    Pengangkatan dan pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada
    Perguruan Tinggi Pemerintah (situs
    asli
    )
  29. 1311/D/C/2010:
    Pencegahan dan penanggulangan plagiat (situs
    asli
    )
  30. 1030/D/T/2010:
    Penataan Nomenklatur Program Studi Psikologi, Komunikasi
    Komputer dan Lanskap (situs
    asli
    )
  31. 2512/D2.5/2010:
    Surat Edaran Direktur Direktorat Akademik 07 September
    2010 perihal Penataan Program Pertanian (situs
    asli
    )
  32. 1844/D2.2/2010:
    Surat Edaran Direktur Akademik 20 Juli 2010 tentang
    Mekanisme Pengajuan Pembukaan Program Studi Baru
    (situs
    asli
    )
  33. 5072/A4.5/KP/2009:
    Perbantuan PNS Dosen ke luar Instansi Depdiknas
    (situs
    asli
    )
  34. 4841/A4.5/KP/2009:
    Alih tugas/alih fungsi/melimpah menjadi PNS dosen
    (situs
    asli
    )
  35. 2309/A4.3/KP/2009:
    Pedoman Teknis Pemindahan PNS atas permintaan sendiri
    antar Instansi atau antar Unit Kerja di Lingkungan
    Kemendiknas (situs
    asli
    )
  36. 1961/D/T/2009:
    Pemberhentian sementara alih kelola PTS
  37. 23327/A.4.5/KP/2009:
    Penegasan dari aspek kepegawaian tentang dosen tugas
    belajar (situs
    asli
    )
  38. 40/D/T/2009:
    Surat Edaran Dirjen Dikti tentang STOP Pembukaan prodi
    Keperawatan dan Kebidanan (situs
    asli
    )
  39. 2002/Dl.3/C/2008:
    Pengisian Surat-surat Pernyataan dan Daftar Usul
    Penetapan Angka Kredit Dosen (DUPAK) (situs
    lain
    )
  40. 2920/D/T/2007:
    Penetapan daya tampung mahasiswa, perhatikan rasio
    maksimum dosen mahasiswa sejak tahun 2010 sudah diubah
    menjadi IPA 1:30 dan IPS 1:45, bukan 1:25 seperti yang
    tercantum di surat ini (mirror)
  41. Perka
    BKN no. 39/2007
    : Penjelasan Kepala Badan Kepegawaian
    Negara mengenai tunjangan berkaitan rangkap jabatan, Bab
    III ayat 2 (situs
    asli
    )
  42. 2010/D/T/2006
    dan 2267/D/T/2006:
    seleksi calon mahasiswa (situs
    asli 1
    , situs
    asli 2
    )
  43. 2933/D/T/2001:
    Perpindahan Pegawai Negeri Sipil non dosen menjadi dosen
    di Perguruan Tinggi dan Perpindahan dosen PNS antar
    Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  44. 2209/D/T/2001:
    Permohonan Rekomendasi Akademi Bidang Kesehatan yang
    diselenggarakan oleh Masyarakat
  45. 1840/D/T/2001:
    Ketentuan penerimaan mahasiswa asing di PTN (situs
    asli
    )
  46. 126/Dikti/Kep/2001,
    KS.01.02.1.5.3210 dan 469/PB/E.1/06/2001
    : Perjanjian
    Kerjasama antara Dirjen Dikti dan Ditjen Pelayanan Medik,
    dan Ketua Umum IDI Indonesia tentang Pengelolaan Sistem
    dan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Bidang Kedokteran
    (situs
    asli
    )
  47. 2668/D/T/2000:
    Pembukaan program studi baru dan pendirian perguruan
    tinggi baru
  48. 2630/D/T/2000:
    Larangan Penyelenggaraan Kelas Jauh (situs
    asli
    )Catatan: sila lihat peraturan lebih baru:
    30 Tahun 2009:
    Penyelenggaraan Program Studi di luar domisili Perguruan
    Tinggi
  49. 3298/D/T/99
    tentang Upaya pencegahan tindakan plagiat
  50. 1247/D/C/99:
    Persyaratan untuk diangkat dalam jabatan Guru Besar
    (situs
    asli
    )
  51. 2705/D/T/1998:
    Persyaratan dan prosedur pengangkatan Pimpinan PTS (masih
    berlaku untuk PTS sampai sekarang, berbeda dengan PTN
    yang sudah memiliki Permendiknas No. 67
    Tahun 2008
    ) (mirror
    1
    , mirror
    2
    )23 Oktober
    2005
    : Pengangkatan Pimpinan PTS tetap berpedoman pada
    Surat Dirjen Dikti No. 2705/D/T/1998
    (situs
    asli
    )
  52. 2705/D/T/1998:
    Surat Edaran tentang Persyaratan dan Prosedur
    Pengangkatan Pimpinan PTS
  53. 4039/D/T/93:
    Persyaratan dan Prosedur Pengangkatan Pimpinan PTS

Peraturan di Indonesia mengenai
plagiarisma

  1. UU 19 Tahun
    2002
    : hak cipta (situs
    asli
    )
  2. UU 20 Tahun
    2003
    : Sistem Pendidikan Nasional (Penjelasannya),
    pada Pasal 25 ayat 2 serta Pasal 70
  3. Permendiknas 17 tahun
    2010
    : Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di
    Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  4. Surat
    Edaran Dirjen 190/D/T/2011
    : validasi Karya Ilmiah
    bagi calon pengusul JFD Lektor Kepala dan Guru Besar,
    beserta format lembaran pengesahannya dan format fakta
    integritas. (situs
    asli
    )
  5. Surat
    Edaran Dirjen 1311/D/C/2010
    : Pencegahan dan
    penanggulangan plagiat (situs
    asli
    )
  6. Surat Dirjen Dikti
    3298/D/T/99
    : Upaya pencegahan tindakan plagiat
    (situs
    asli
    )

Berkas Sertifikasi Dosen dan
Beban Kerja Dosen

  1. 47 Tahun 2009:
    Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen (situs
    asli
    )
  2. Situs
    Kopertis Wilayah 12
    : memuat berkas sertifikasi dosen
    secara lengkap.
  3. Tahun 2012:
    1. Pedoman
      Serdos 2012, Materi Sosialisasi dan Petunjuk
      Penggunaan
    2. Berkas
      lengkap Maret 2012
      (basisdata 1,5MB)
  4. Tahun 2011:
    1. Berkas
      lengkap Juli 2011
      (24,5MB rar)
    2. Pembaharuan
      Sistem Serdos 2011
      dan Prosedur
      Operasional Baku
      (POB) Serdos Integratif 2011
      (situs asli: PS
      dan POB)
    3. Buku Serdos: Buku
      1
      , Buku
      2
      , Buku
      3
      dan Lampiran
      (situs asli: Buku
      1
      , Buku
      2
      , Buku
      3
      dan Lampiran)
    4. Materi Beban Kerja
      Dosen dan Evaluasi Pelaksanaan Tridharma PT
      (391KB
      pdf, situs
      asli
      )
    5. Materi Contoh
      Pelaporan Beban Kerja Dosen 2011
      (90KB pdf,
      situs
      asli
      )
    6. Aplikasi
      Beban Kerja Dosen 13 Juni 2011
      (750KB rar,
      situs
      asli
      )
    7. Arsip aplikasi versi sebelumnya: Aplikasi
      Beban Kerja Dosen 4 Mei 2011
      (750KB rar, situs
      asli
      )
  5. Tahun 2010:
    1. Naskah
      Akademik
      (182KB pdf, situs
      asli
      )
    2. Penyusunan
      Portofolio
      (497KB pdf, situs
      asli
      )
    3. Manajemen
      Pelaksanaan Sertifikasi Dosen dan Pengelolaan Data

      (287KB pdf, situs
      asli
      )
    4. Lampiran
      Buku 3
      (593KB pdf, situs
      asli
      )
    5. Pedoman
      Beban Kerja
      (133KB pdf)
    6. Lampiran
      Beban Kerja
      (172KB pdf)
    7. Lampiran untuk diisi oleh dosen yang disertifikasi
      1. Identitas
        Dosen dan Lembar Pengesahan
      2. Lampiran P.IV: Penilaian
        Persepsional Dosen Yang Diusulkan
      3. Lampiran P.V: Deskripsi
        Diri
        (original)
      4. Lampiran P.V: Curriculum
        Vitae
        (original)
      5. Lampiran Format F1: Beban
        Kerja Dosen
  6. Tahun 2009:
    1. Naskah Akademik (173KB
      pdf
      , 381KB
      doc
      )
    2. Penyusunan Portofolio (471KB
      pdf
      , 708KB
      doc
      )
    3. Manajemen Pelaksanaan Sertifikasi Dosen dan
      Pengelolaan Data (334KB
      pdf
      , 414KB
      doc
      )
    4. Lampiran
      Buku 3
      :

      1. Lampiran M.1: Data Usulan
      2. Lampiran M.2: Penetapan Peserta oleh Ditjen
        Dikti (Format-B)
      3. Lampiran M.3: BA-1
      4. Lampiran M.4: BA-2
      5. Lampiran
        M.5
        : BA-3 (26KB doc)
      6. Lampiran M.6: Label amplop
      7. Lampiran
        M.7
        : BA-4 (30KB doc)
      8. Lampiran M.8: Label amplop
      9. Lampiran M.9: Label kothak
      10. Lampiran M.10: BA-5
      11. Lampiran M.11: Format-C
      12. Lampiran M.12: BA-6
      13. Lampiran M.13: Koding Perguruan Tinggi
      14. Lampiran M.14: Koding Rumpun, Sub Rumpun dan
        Bidang Studi
      15. Lampiran M.15: Persyaratan Peserta
      16. Lampiran M.16: Persyaratan Menjadi Asesor
      17. Lampiran M.17: BA-7
      18. Lampiran M.18: BA-8
    5. Lampiran
      P.I
      : Penilaian Mahasiswa Terhadap Dosen Yang
      Diusulkan (143KB doc)
    6. Lampiran
      P.II
      : Penilaian Sejawat Terhadap Dosen Yang
      Diusulkan (143KB doc)
    7. Lampiran
      P.III
      : Penilaian Atasan Terhadap Dosen Yang
      Diusulkan (143KB doc)
    8. Lampiran
      P.IV
      : Penilaian Persepsional Dosen Yang Diusulkan
      (143KB doc)
    9. Lampiran
      P.V
      : Deskripsi Diri Dosen Yang Diusulkan (143KB
      doc)
    10. Identitas
      Dosen dan Lembar Pengesahan
      (30KB doc)

Borang BAN
PT

  1. 6
    Tahun 2010
    : Perubahan Atas Peraturan Menteri
    Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2005 tentang Badan
    Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  2. 28 Tahun 2005:
    Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (membatalkan
    187/U/1998)
  3. 187/U/1998:
    Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (sudah
    dibatalkan oleh Permendiknas
    No. 28 Tahun 2005
    )
  4. Dapatkan borang terbaru langsung dari Situs
    BAN PT
  5. Situs
    asli borang BAN PT

    1. Surat
      Edaran 609/BAN-PT/Edaran/III/2009
      , 10 Maret 2009,
      Pemberlakuan perangkat akreditasi
    2. Daftar
      Borang dan Instrumen Terbaru
  6. Sarjana-S1 (gabungan seluruh
    dokumen – 1MB RAR):

    1. Buku
      1
      -Naskah Akademik Akreditasi Program Studi
      Sarjana
    2. Buku
      2
      -Standar dan Prosedur Akreditasi Sarjana
    3. Buku
      3A
      -Borang Akreditasi Sarjana
    4. Buku
      3B
      -Borang Fakultas-Sekolah Tinggi
    5. Buku
      4
      -Panduan Pengisian Instrumen Akreditasi S1
    6. Buku
      5
      -Pedoman Penilaian Instrumen Akreditasi Program
      Sarjana
    7. Buku
      6
      -Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi Prodi
      S1
    8. Buku
      7
      -Pedoman Asesmen Lapangan
    9. Pedoman
      Evaluasi Diri
    10. Matriks
      Penilaian Laporan Evaluasi Diri 2009
  7. Pascasarjana-S2 – Edisi Sosialisasi
    Oktober 2009
    (gabungan seluruh dokumen – 1MB
    RAR
    ):

    1. Buku
      1
      -Naskah Akademik S2 2009
    2. Buku
      2
      -Standar dan Prosedur Akreditasi PS S2
    3. Buku
      3A
      -Borang Akreditasi PS S2
    4. Buku
      3B
      -Borang Unit Pengelola S2
    5. Buku
      4
      -Panduan Pengisian Instrumen S2
    6. Buku
      5
      -Pedoman Penilaian Instrumen Akreditasi PS
      S2
    7. Buku
      6
      -Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi PS
      S2
    8. Buku
      7
      -Pedoman Asesmen Lapangan S2
    9. Pedoman
      Evaluasi Diri
  8. Pascasarjana-S3 – Edisi Sosialisasi
    Oktober 2009
    (gabungan seluruh dokumen – 1MB
    RAR
    ):

    1. Buku
      1
      -Naskah Akademik S3 2009
    2. Buku
      2
      -Standar dan Prosedur Akreditasi PS S3
    3. Buku
      3A
      -Borang Akreditasi PS S3
    4. Buku
      3B
      -Borang Unit Pengelola S3
    5. Buku
      4
      -Panduan Pengisian Instrumen S3
    6. Buku
      5
      -Pedoman Penilaian Instrumen Akreditasi PS
      S3
    7. Buku
      6
      -Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi PS
      S3
    8. Buku
      7
      -Pedoman Asesmen Lapangan S3
    9. Pedoman
      Evaluasi Diri
  9. Borang Diploma – Edisi
    Sosialisasi Oktober 2009
    (gabungan seluruh dokumen –
    1MB RAR):

    1. Buku
      1
      -Naskah Akademik 2009
    2. Buku
      2
      -Standar dan Prosedur Akreditasi PS
    3. Buku
      3A
      -Borang Akreditasi PS
    4. Buku
      3B
      -Borang Unit Pengelola
    5. Buku
      4
      -Panduan Pengisian Instrumen
    6. Buku
      5
      -Pedoman Penilaian Instrumen Akreditasi PS
    7. Buku
      6
      -Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi PS
    8. Buku
      7
      -Pedoman Asesmen Lapangan
    9. Pedoman
      Evaluasi Diri

Kurikulum Perguruan Tinggi
Indonesia

  1. Kepmendiknas
    232/U/2000
    : Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan
    Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa (pdf)
  2. Kepmendiknas
    045/U/2002
    : Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
  3. Buku panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis
    Kompetensi Pendidikan Tinggi (situs
    01
    , situs
    02
    )

Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (Indonesia Qualification Framework)

  1. 31 Tahun 2006: Sistem
    Pelatihan Kerja Nasional, termasuk membahas tentang: (1)
    SKKNI-Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, dan
    (2) KKNI-Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia –
    situs
    asli
    .
  2. Pedoman
    penyelenggaraan Sistem Pelatihan Kerja Nasional di daerah
    (situs
    asli
    )
  3. Perpres 8 Tahun
    2012
    : Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
    atau Indonesian Qualification Framework
    (IQF) – lengkap dengan lampirannya (situs
    asli
    )

    1. Sosialisasi KKNI Tahun 2011:
      1. Sosialisasi
        KKNI Nasional
        (situs
        asli
        )
      2. Kompetensi dan
        Learning Outcomes Dikti
        (situs
        asli
        )
      3. Penyusunan
        Learning Outcomes Program Studi
        (situs
        asli
        )
    2. Deskriptor (2010):
      1. Contoh generik
      2. Prodi Administrasi Publik
      3. Prodi Akuntansi
      4. Prodi di bidang Politik dan Pemerintahan
      5. Prodi Biologi
      6. Prodi S1-Fisika
      7. Prodi Hukum
      8. Prodi Kesehatan dan Kedokteran
      9. Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial
      10. Prodi Kimia
      11. Prodi Matematika
      12. Prodi Pertanian – Kedokteran Hewan
      13. Prodi Pertanian – Kehutanan
      14. Prodi Pertanian – Perikanan dan Perairan
      15. Prodi Pertanian – Pertanian
      16. Prodi Pertanian – Peternakan
      17. Prodi Pertanian – Teknologi Pertanian
      18. Prodi Seni
      19. Prodi Teknik

Kenaikan Pangkat Pegawai
Negeri Sipil

  1. Portal Sistem
    Penilaian Angka Kredit Dosen Ditjen Dikti
    .
  2. Surat
    Edaran Direktur Diktendik no. 64/E4.3/2012
    : Penilaian
    Angka Kredit Kenaikan Pangkat Jabatan Akademik Dosen
  3. Surat
    Edaran Dirjen Dikti no. 24/E/T/2012
    : Kebijakan
    Layanan Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik Dosen.
  4. Surat
    Edaran Direktur Diktendik No. 1037/E4.3/2011
    :
    tatacara penyampaian kelengkapan berkas usulan kenaikan
    jabatan akademik dosen (situs
    asli
    ).
  5. Surat
    Edaran Sekjen Diknas 71936/A4/KP/2011
    : Usulan Jabatan
    Fungsional (situs
    asli
    )
  6. Surat
    Edaran Dirjen Dikti 2002/Dl.3/C/2008
    : Pengisian
    Surat-surat Pernyataan dan Daftar Usul Penetapan Angka
    Kredit Dosen (DUPAK) (situs
    lain
    )
  7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
    PER/60/M.PAN/6/2005:
    Perubahan atas ketentuan Lampiran I dan Lampiran II
    Keputusan Menteri PAN tentang Jabatan Fungsional dan
    Angka Kreditnya.
  8. PP 99 Tahun 2000:
    kenaikan pangkat PNS, dapat diunduh pula di lokasi
    1
    dan lokasi
    2
    .
  9. Pedoman
    Operasional Penilaian Angka Kredit Dosen
    untuk
    Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen ke Lektor Kepala dan
    Guru Besar.
  10. Surat
    Edaran Dirjen 190/D/T/2011
    : validasi Karya Ilmiah
    bagi calon pengusul JFD Lektor Kepala dan Guru Besar,
    beserta format lembaran pengesahannya dan format fakta
    integritas. (situs
    asli
    )
  11. Kepka BKN
    no 12 Tahun 2002
    : Juknis PP no. 12 Tahun 2002 tentang
    kenaikan pangkat PNS (situs
    asli
    )
  12. Kepmendiknas
    36/D/O/2001
    : Petunjuk teknis pelaksanaan penilaian
    angka kredit jabatan fungsional dosen (pdf,
    situs
    asli
    ). Lampiran: I
    IIa
    IIb
    IIc
    IId
    IIe
    III IV;
    antara lain Lampiran
    IIe
    : Rasional perhitungan jumlah jam kerja per
    minggu
  13. Kepmendiknas 074/U/2000: Tata cara tim penilai dan
    tata cara penilaian angka kredit jabatan fungsional
    dosen
  14. Keputusan Bersama Mendikbud dan Kepala BKN: 61409/MPK/KP/1999
    dan nomor 181 tahun 1999 tanggal 13 Oktober 1999
    :
    petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional dosen dan angka
    kreditnya (html).
    Lampiran: 01
    02 03
    04 05
    06 07
    08 09
    10
  15. 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999:
    Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya. Lampiran:
    I
    II
    III

Pembukaan Program Studi Baru
dan Persyaratan Double Degree

  1. Tatacara
    pembukaan prodi
    baru dari Ditjen Dikti.
  2. 108/DIKTI/Kep/2001:
    Pedoman Pembukaan Program Studi dan/atau Jurusan
    Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
    234/U/2000
    Tentang Pendirian Perguruan Tinggi (situs
    asli
    )
  3. Persyaratan dan ketentuan tentang pelaksanaan program
    Double
    Degree

Pemberian Ijin untuk
Perguruan Tinggi Asing

  1. Perpres No. 77 tahun
    2007
    : Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
    Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
    Modal (situs
    asli
    )
  2. PP 17 Tahun 2010:
    Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan beserta
    penjelasannya, baca hal 161-168 tentang kerjasama Lembaga
    Pendidikan Asing dengan Satuan Pendidikan Indonesia.
  3. Permendiknas 26 Tahun
    2007
    : Kerja sama Perguruan Tinggi di Indonesia dengan
    Perguruan Tinggi atau Lembaga Lain di Luar Negeri
    (situs
    asli
    ) (ini untuk kerjasama dengan LN, kalau yang
    antar PT masih pakai Kepmendikbud no 264/U/1999)
  4. Prosedur Ijin Mengajar Tenaga Ahli Asing dan Tenaga
    Sukarela Asing (situs
    asli
    )
  5. Permendiknas 66 Tahun
    2009
    : Pemberian Izin Pendidik dan Tenaga Kependidikan
    Asing pada Satuan Pendidikan Formal dan Nonformal di
    Indonesia (situs
    asli
    )
  6. Surat
    edaran Dirjen Imigrasi Kemenkumham No. IMI-IZ.01.10-1217
    tanggal 07 Juni 2010
    : Persyaratan dan visa dan ijin
    tinggal terbatas bagi pelajar/mahasiswa asing (situs
    asli
    )
  7. Surat Edaran Direktur Kelembagaan dan Kerjasama
    no.4437/E2.2/2011 tanggal 11 Juli 2011: Pemberitahuan
    Waktu Pelayanan pada Direktorat Kelembagaan Ditjen Dikti
    (situs
    asli
    )

Gaji dan Tunjangan
PNS/ABRI

  1. PP No. 15 Tahun
    2012
    : Perubahan Keempat Belas atas PP no. 7 Tahun
    1977 tentang Peraturan Gaji PNS (situs
    asli
    ).Lampiran PP no. 15 Tahun 2012 (situs
    asli
    ).
  2. PP No. 16 Tahun
    2012
    : Perubahan Keempat Belas atas PP no. 28 Tahun
    2001 tentang Peraturan Gaji Anggota TNI (situs
    asli
    ).Lampiran PP no. 16 Tahun 2012 (situs
    asli
    ).
  3. PP No. 17 Tahun
    2012
    : Perubahan Keempat Belas atas PP no. 29 Tahun
    2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian NRI
    (situs
    asli
    ).Lampiran PP no. 17 Tahun 2012 (situs
    asli
    ).
  4. PP No. 18 Tahun 2012:
    Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan Janda/Dudanya
    (situs
    asli
    ).
  5. PP No. 19 Tahun 2012:
    Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/Duda,
    Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu, dan
    Tunjangan Orang Tua Anggota TNI (situs
    asli
    ).
  6. PP No. 20 Tahun 2012:
    Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/Duda,
    Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu, dan
    Tunjangan Orang Tua Anggota Kepolisian NRI (situs
    asli
    ).
  7. PP No. 19 Tahun 2011:
    Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 34
    Tahun 1985 Tentang Pemberian Tunjangan Veteran Kepada
    Veteran Republik Indonesia (situs
    asli
    )
  8. PP No. 18 Tahun 2011:
    Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14
    Tahun 1985 Tentang Pemberian Tunjangan Perintis
    Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan (situs
    asli
    )
  9. PP No. 17 Tahun 2011:
    Perubahan Kesepuluh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
    Tahun 1980 Tentang Pemberian Tunjangan Kehormatan Kepada
    Bekas Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan
    Janda/Dudanya (situs
    asli
    )
  10. PP No. 16 Tahun
    2011
    : Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan,
    Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim
    Piatu dan Tunjangan Orang Tua Anggota Kepolisian Negara
    Republik Indonesia beserta Lampiran
    I s/d V
    (situs
    asli
    )
  11. PP No. 15 Tahun
    2011
    : Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan,
    Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim
    Piatu, dan Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara Nasional
    Indonesia beserta Lampiran
    I s/d V
    (situs
    asli
    )
  12. PP No. 14 Tahun
    2011
    : Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai
    Negeri Sipil Dan Janda/Dudanya beserta Lampiran
    I s/d VIII
    (situs
    asli
    )
  13. PP No. 13 Tahun
    2011
    : Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah
    Nomor 29 Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji Anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia (situs
    asli
    )
  14. PP No. 12 Tahun
    2011
    : Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah
    Nomor 28 Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji Anggota
    Tentara Nasional Indonesia (situs
    asli
    )
  15. PP No. 11 Tahun
    2011
    : Perubahan Ketiga Belas atas PP
    No. 7 Tahun 1977
    tentang Peraturan Gaji PNS.
    Lampiran PP 11 Tahun
    2011
    . (situs
    asli
    )
  16. PP No. 41 Tahun
    2009
    : tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan
    khusus guru dan dosen, serta tunjangan kehormatan
    Profesor.Pedoman pelaksanaannya menggunakan Peraturan Menteri
    Keuangan No.164/PMK.05/2010:
    Tata Cara pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen,
    Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta tunjangan
    kehormatan professor (situs
    asli
    )

Lain-lain

  1. Permenkeu
    No.33/PMK.06/2012
    : Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang
    Milik Negara (situs
    asli
    )
  2. Perdirjen Perbendaharaan No.PER-11/PB/2012:
    Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal
    Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2010 tentang Tunjangan
    Beras Dalam Bentuk Natura dan Uang.
  3. Arahan Mendikbud
    pada Rembug Nasional Pendidikan dan Kebudayaan
    Pusbangtendik, Depok: 27 Februari 2012 (situs
    asli
    ).
  4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas:
    Ringkasan
    Eksekutif Seminar Nasional Pendidikan Indonesia
    2010
  5. PMK No.238/PMK.05/2010:
    Pengelolaan Endowment fund dan dana cadangan pendidikan
    (situs
    asli
    ). Siaran
    pers
    Menteri Keuangan.
  6. Peraturan Pemerintah Tentang
    PNS
    :

    1. UU
      13 Tahun 2003
      : Ketenagakerjaan
    2. UU No. 43 tahun
      1999
      : Perubahan atas UU No. 8 tahun 1974 tentang
      Pokok-Pokok Kepegawaian, dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      , lokasi
      3
      , lokasi
      4
      .
    3. UU
      No. 8 Tahun 1974
      : Pokok-Pokok Kepegawaian, dapat
      diunduh di lokasi 1,
      lokasi
      2
      , lokasi
      3
      .
    4. PP 40 Tahun 2010:
      perubahan atas PP. 16 Tahun
      1994
      tentang jabatan fungsional PNS.
    5. PP 63 Tahun 2009:
      perubahan atas PP. 9 Tahun 2003 tentang wewenang
      Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS, dapat
      diunduh di lokasi 1,
      lokasi
      2
      , lokasi
      3
      .
    6. PP 28 Tahun 2010:
      Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan
      Janda/Dudanya (menggantikan PP 13 Tahun 2007, no 14
      tahun 2008, dan no 9 tahun 2009)
    7. PP 25 Tahun 2010
      (Lampiran): Perubahan
      ke 12 atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977
      tentang Peraturan Gaji PNS (situs
      asli
      )
    8. PP 8 Tahun 2009
      (dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      ) tentang perubahan kesebelas atas PP.
      7 tahun 1977
      tentang penetapan gaji beserta
      lampirannya (dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      ).
    9. PP 9 Tahun 2003
      tentang wewenang pengangkatan, pemindahan dan
      pemberhentian PNS, dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      .
    10. Lampiran
      I-VIII
      Peraturan Pemerintah No 9 tahun 2009:
      penetapan pensiun pokok pensiunan PNS dan
      janda/dudanya, dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      .
    11. PP 30 Tahun 1980:
      Peraturan disiplin PNS, dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      .
    12. PP 7 Tahun 1977:
      Peraturan gaji PNS, dapat diunduh di lokasi
      1
      , lokasi
      2
      .
    13. Permenkeu
      110/PMK.05/2010
      : Peraturan Menteri Keuangan
      tentang pemberian dan tata cara pembayaran uang makan
      bagi PNS (pdf,
      situs
      asli
      )
    14. Kumpulan Pedoman untuk
      Pengelolaan CPNS/PNS

      1. Pedoman
        Pengadaan PNS
      2. Pedoman
        Formasi PNS
      3. Pedoman
        untuk CPNS
      4. Pedoman
        Kenaikan Pangkat PNS
      5. Pedoman
        Pengangkatan dalam Jabatan Struktural
      6. Pedoman
        Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
      7. Pedoman
        Pendidikan dan Pelatihan PNS
        (DIKLAT)
      8. Pedoman
        tentang Disiplin PNS
      9. Pedoman
        Penilaian Kinerja PNS
      10. Pedoman
        seputar Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

        (DP3)
      11. Pedoman
        Daftar Urut Kepangkatan
        (DUK)
      12. Pedoman
        Kenaikan Pangkat PNS
      13. Pedoman
        Cuti Tahunan
        : Cuti
        Tahunan
        , Cuti
        Sakit
        , Cuti
        Besar
        , Cuti
        Bersalin
        , Cuti
        Alasan Penting
        , CLTN
      14. Pedoman
        Pernikahan PNS
      15. Pedoman
        Pemberhentian/Pensiun PNS
    15. Undang-undang
      Kepegawaian

      1. UU
        43 Tahun 1999
        : perubahan atas UU no. 8 Tahun
        1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (pdf,
        situs
        asli
        )
      2. PP 24
        Tahun 2011
        tentang Badan Pertimbangan
        Kepegawaian (Bapek) dengan penjelasannya (situs
        asli
        )
    16. Disiplin PNS
      1. PP 53
        Tahun 2010
        : Disiplin Pegawai Negeri Sipil
        (situs
        asli
        )
      2. Peraturan
        Kepala BKN No. 21 Tahun 2010
        : Ketentuan
        Pelaksanaan PP No. 53
        Tahun 2010
        tentang disiplin PNS (situs
        asli
        )
      3. PP No. 30
        Tahun 1980
        : peraturan displin PNS (sudah
        diganti dengan PP No.
        53 Tahun 2010
        ) (situs
        asli
        )
      4. PNS dilarang memangku
        jabatan rangkap

    17. Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
      PNS – DP3

      1. PP
        No. 10 Tahun 1979
        : Penilaian Pelaksanaan
        Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (lengkap penjelasan
        dan lampiran) (situs
        asli
        )
      2. Surat Edaran Kepala BKN No.
        02/SE/1980
        : Tata cara pelaksanaan, disertai
        contoh-contoh kasus (situs
        asli
        )
      3. Pedoman
        seputar Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

        (DP3)
    18. Alih Profesi PNS &
      Mutasi Dosen

      1. Kepmendiknas
        36/D/O/2001
        : Petunjuk teknis pelaksanaan
        penilaian angka kredit jabatan fungsional dosen
        (pdf,
        situs
        asli
        ): pasal 2 ayat 6
      2. Surat
        Edaran Sekjen 5072/A4.5/KP/2009
        : Perbantuan PNS
        Dosen ke luar Instansi Depdiknas (situs
        asli
        )
      3. Surat
        Edaran Sekjen 4841/A4.5/KP/2009
        : Alih
        tugas/alih fungsi/melimpah menjadi PNS dosen
        (situs
        asli
        )
      4. Surat
        Edaran Sekjen 2309/A4.3/KP/2009
        : Pedoman Teknis
        Pemindahan PNS atas permintaan sendiri antar
        Instansi atau antar Unit Kerja di Lingkungan
        Kemendiknas (situs
        asli
        )
      5. SK Dirjen
        Dikti 2933/D/T/2001
        : Perpindahan Pegawai Negeri
        Sipil non dosen menjadi dosen di Perguruan Tinggi
        dan Perpindahan dosen PNS antar Perguruan Tinggi
        (situs
        asli
        )
      6. Surat Edaran
        Koordinator Kopertis VII
        tentang pengalihan PNS
        non dosen menjadi dosen dpk di wilayah Kopertis VII
        (situs
        asli
        )
  7. Tentang Tugas Belajar
    1. Kumpulan
      penjelasan tentang tunjangan belajar bagi
      dosen/PNS
      .
    2. Peraturan Presiden 12
      Tahun 1961
      : Pemberian Tugas Belajar (situs
      asli
      )
    3. Surat
      Edaran Menpan No. SE/18/M.PAN/5/2004
      : Pemberian
      Tugas Belajar dan Ijin Belajar bagi PNS
    4. Surat Edaran Sekjen 8480/A.A2/LN/2010,
      01 Feb 2010
      : Pemberitahuan tentang pentingnya SP
      Setneg RI
    5. Surat Edaran Kepala Biro Kepegawaian 4159/A4.3/KP/2010,
      27 Jan 2010
      : Pedoman pemberian tugas belajar dan
      ketentuan batas usia penerima beasiswa (situs
      asli
      )
    6. Permendiknas 48 Tahun
      2009
      : Pedoman Pemberian Tugas Belajar Bagi PNS di
      lingkungan Depdiknas
    7. Produk hukum pendidikan yang ada kaitan dengan
      perhitungan angka kredit atau kenaikan pangkat/jabatan
      fungsional dosen bagi Dosen PNS yang sedang
      melaksanakan tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan:

      1. PP. 3
        tahun 1980
        : pengangkatan dalam pangkat pegawai
        negeri, dapat diunduh pula di lokasi
        1
        dan lokasi
        2
        .
      2. PP. 99 tahun
        2000
        : kenaikan pangkat PNS, dapat diunduh pula
        di lokasi
        1
        dan lokasi
        2
        .
      3. Kemenkowasbangpan No 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999:
        Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya, dapat
        diunduh di sini.
      4. Keputusan bersama Mendikbud dan Kepala BAKN
        tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional
        dosen dan angka kredit, dapat diunduh di sini.
      5. Kepmendiknas No. 36/D/O/2001:
        Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit
        Dosen, dapat diunduh di sini.
    8. Surat Edaran Kabiro Kepegawaian Kemdiknas
      1. Nomor 23327/A4.5/KP/2009:
        Penegasan dari aspek kepegawaian tentang Dosen yang
        tugas belajar dan kaitannya dengan Sertifikasi
        Dosen (situs
        asli
        ).Dalam Surat Edaran 23327 ini dijelaskan alasan
        dosen tugas belajar tidak dibenarkan ikut serdos
        dan terima tunjangan.
      2. Nomor 29253/A4.5/KP/2010:
        Pembayaran tunjangan profesi dosen yang studi
        lanjut atau biaya sendiri (swadana) (situs
        asli
        ).Dalam Surat Edaran 29253 ini dijelaskan bahwa bagi
        dosen yang studi lanjut dengan biaya sendiri atau
        di luar Dikti, bila lokasi berada di luar kota
        kampus asal atau di luar negeri sehingga tak bisa
        melaksanakan BKD maka statusnya bukan ijin belajar,
        maka kepadanya diberi SK tugas belajar dan berlaku
        segala ketentuan tugas belajar.
    9. Penjelasan Kepala Bagian Mutasi Dosen Kemendiknas
      tentang studi lanjut bagi PNS Dosen dalam kaitannya
      dengan kenaikan jabatan, kepangkatan, sertifikasi
      Dosen, dan evaluasi beban kerja Dosen dapat diunduh di
      lokasi
      1
      atau lokasi
      2
      .
    10. Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk
      barang bawaan Penumpang dari LN

      1. 188/PMK.04/2010:
        Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak
        Sarana Pengangkut Pelintas Batas dan Barang
        Kiriman, ketentuan ini akan diterapkan terhitung
        mulai 01 Januari 2011, dapat diunduh di sini
        beserta lampirannya.
      2. 28/PMK.04/2008:
        Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Pindahan.
        Ketentuan pembebasan Bea Masuk berlaku untuk PNS
        Tugas Belajar/Mahasiswa yang masa menetap di LN
        minimal 1 thn, dapat diunduh di sini.
  8. Ketentuan bebas PPh bagi
    beasiswa
    diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh
    Nomor 36 tahun 2008 dan aturan pelaksanaannya yaitu
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 (diubah
    dengan PMK 154/PMK.03/2009):

    1. UU PPh No.
      36 Tahun 2008
      (tentang Perubahan Keempat atas UU
      No. 7 tahun 1983 tentang PPh) dapat diunduh pula di
      lokasi 1, lokasi
      2
      , sedangkan penjelasan
      atas UU No. 36 Tahun 2008
      dapat diunduh pula di
      lokasi 1,
      lokasi
      2
      .
    2. Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2009
      (tentang Perubahan atas PMK
      No. 246/PMK.03/2008
      ) dapat diunduh pula di
      sini.
  9. BPPS – Beasiswa Program
    Pendidikan Pascasarjana

    1. BPPS
      Online
      : Situs online untuk pendaftaran BPPS
    2. Surat
      Edaran Direktur Diktendik No. 419/D4.4/2011 tanggal 28
      Feb 2011
      : Pendaftaran BPPS bagi Dosen PTS
      (situs
      asli
      ). Pencabutan terhadap persyaratan calon
      penerima BPPS harus memiliki jabatan fungsional
      minimal AA terdapat dalam SE 419 ini.
    3. Keputusan Direktur Ketenagaan (Ditjen Dikti
      Kemendiknas) No.
      481/D4.4/2010
      :

      1. No. 481/D4.4/2010, 19 Februari 2010:
        Penetapan Besaran Beasiswa Program Pendidikan
        Pascasarjana (BPPS) di Lingkungan Ditjen Dikti
        (1,3MB pdf
        atau 0,75 MB
        zip
        ).
      2. No. 1185.1/D4.4/2010,
        10 Mei 2009: Penetapan Standar Biaya Program
        Beasiswa Magister/Doktor (S2/S3) Luar Negeri (dapat
        unduh pula di sini)
  10. Ijazah Hilang
    1. Permendiknas
      59 tahun 2008
      : Pengesahan fotokopi ijazah/surat
      tanda tamat belajar, Surat keterangan pengganti yang
      berpenghargaan sama dengan ijazah/surat tanda tamat
      belajar dan penerbitan surat keterangan pengganti yang
      berpenghargaan sama dengan Ijazah/surat tanda tamat
      belajar (situs
      asli
      )
    2. Persyaratannya dan format surat keterangan
      pengganti ijazah diatur oleh masing-masing sekolah. Di
      bawah ini ada contoh UNDIP
      (html) dan UNS
      (pdf).
  11. Peraturan Menteri Keuangan tentang
    Standar Biaya

    1. 1
      Tahun 2004
      : Perbendaharaan Negara (situs
      asli
      )
    2. 17 Tahun
      2003
      : Keuangan Negara (situs
      asli
      )
    3. 80 Tahun 2010:
      Tarif pemotongan dan pengenaan pajak penghasilan pasal
      21 atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD
      (situs
      asli
      )
    4. Perpres 35 Tahun
      2011
      : Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
      54 Tahun 2010
      Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (situs
      asli
      )
    5. Perpres 54
      Tahun 2010
      : Pengadaan barang/jasa pemerintah
    6. Keppres
      80 Tahun 2003
      (Penjelasan,
      Lampiran
      I
      , Lampiran
      II
      ): Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa
      pemerintah.
    7. Standar Biaya Umum
      (SBU):

      1. 2013: 37/PMK.02/2012
        (Lampiran)
      2. 2012: 84/PMK.02/2011
        (Lampiran)
      3. 2011: 100/PMK.02/2010
      4. 2010: 01/PM.2/2009
      5. 2009: 64/PMK.02/2008
      6. 2008: 81/PMK.02/2007
    8. Standar Biaya Khusus
      (SBK):

      1. Peraturan Menteri Keuangan No.
        36/PMK.02/2012
        : Perubahan Atas Peraturan
        Menteri Keuangan No.
        84/PMK.02/2011
        tentang Standar Biaya (SBU)
        Tahun Anggaran 2012 (situs
        asli
        )
      2. Peraturan Menteri Keuangan No
        164/PMK.05/2011
        : Petunjuk Penyusunan dan
        Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
        (situs
        asli
        )
      3. Peraturan Menteri Keuangan No
        120/PMK.02/2011
        (situs
        asli
        )
      4. Peraturan Menteri Keuangan No
        141/PMK.02/2010
        : Perubahan atas PMK No
        123/PMK.02/2010
        SBK TA 2011 (situs
        asli
        )
      5. Peraturan Menteri Keuangan No
        123/PMK.02/2010
        : Standar Biaya Khusus Tahun
        Anggaran 2011 (situs
        asli
        )
      6. Peraturan Menteri Keuangan No
        69/PMK.02/2008
        : Penyusunan Standar Biaya Khusus
        (situs
        asli
        )
      7. Peraturan Dirjen Anggaran No
        PER-02/AG/2010
        : Petunjuk Teknis Penyusunan
        Standar Biaya Khusus Tahun 2011 (situs
        asli
        )
      8. Peraturan Dirjen Anggaran No
        PER-01/AG/2009
        : Petunjuk teknis Penyusunan
        Standar Biaya Khusus Tahun 2010 (situs
        asli
        )
  12. Peraturan Tentang Pajak
    Penghasilan dan Bebas Pajak Impor

    1. UU
      No. 36 tahun 2008
      : Pajak Penghasilan dan Penjelasannya
      (situs
      asli
      ); perubahan keempat atas UU
      No. 7 tahun 1983
    2. 94 Tahun
      2010
      : Penghitungan penghasilan kena pajak dan
      pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan
      (situs
      asli
      ).
    3. 93 Tahun
      2010
      : Sumbangan penanggulangan bencana nasional,
      sumbangan penelitian dan pengembangan, sumbangan
      fasilitas pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga,
      dan biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat
      dikurangkan dari penghasilan bruto (situs
      asli
      ).
    4. 80 Tahun 2010:
      Tarif pemotongan dan pengenaan pajak penghasilan pasal
      21 atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD
      (situs
      asli
      ). Catatan: Peraturan Pemerintah ini
      menggantikan PP 45
      Tahun 1994
    5. Permenkeu
      262/PMK.03/2010
      (lengkap dengan lampirannya):
      peraturan pelaksana PP 80
      Tahun 2010
      (situs
      asli
      )
    6. Permenkeu No.
      16/PMK.03/2010
      : Tatacara Pemotongan Pajak
      Penghasilan Pasal 22 atas Penghasilan berupa Uang
      pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
      dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus
      (situs
      asli
      )
    7. PP No. 68 tahun 2009:
      Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
      Penghasilan berupa Uang pesangon, uang manfaat
      pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang
      dibayarkan sekaligus (situs asli: 01
      02)
    8. PP 45 Tahun
      1994
      : pajak penghasilan bagi pejabat negara,
      pegawai negeri sipil, anggota ABRI, dan para pensiunan
      atas penghasilan yang dibebankan kepada keuangan
      negara atau keuangan daerah.
    9. Peraturan Menteri Keuangan No
      244 /PMK.031/2008
      : pajak penghasilan.
    10. Tata cara pensiun PNS –
      Dosen

      1. Pedoman
        Pemberhentian/Pensiun PNS
      2. UU Nomor 14
        Tahun 2005
        : Guru dan Dosen (situs
        asli
        ) – Pasal 67 ayat 4 dan 5.
      3. UU Nomor 11 tahun
        1969
        : Pensiun pegawai dan pensiun janda/duda
        pegawai (situs
        asli
        )
      4. PP Nomor 28 Tahun
        2010
        : Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan
        Janda/Dudanya (menggantikan PP 13 Tahun 2007, no 14
        tahun 2008, dan no 9 tahun 2009)
      5. PP
        Nomor 65 Tahun 2008
        : Pemberhentian PNS
        (situs
        asli
        ) – Perubahan 2.
      6. PP
        Nomor 1 Tahun 1994
        : Pemberhentian PNS –
        (situs
        asli
        ) – Perubahan 1.
      7. PP Nomor 32 Tahun
        1979
        : Pemberhentian PNS (situs
        asli
        )
      8. PP
        Nomor 4 Tahun 1966
        : Pemberhentian/pemberhentian
        sementara PNS (situs
        asli
        )
      9. KEP/23.2/M.PAN/2/2004:
        Penataan Pegawai Negeri Sipil (antara lain: pensiun
        dini) – situs
        asli
      10. Kepmenkeu
        No. 478 Tahun 2002
        : Persyaratan dan besarnya
        manfaat tabungan hari tua bagi PNS (situs
        asli
        )
      11. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi
        Kepegawaian Negara No.
        02/SE/1987
        tentang batas usia pensiun PNS
        (situs
        asli
        ). Peraturan-peraturan lain yang berkaitan
        dengan batas usia pensiun dapat dilihat di
        situs
        BAKN
        .
      12. Peraturan Pensiun Guru
        Besar/Profesor

        1. Permendiknas
          Nomor 9 Tahun 2008
          : Perpanjangan batas usia
          pensiun PNS yang sudah menduduki jabatan Guru
          Besar/Profesor dan pengangkatan Guru
          Besar/Profesor Emeritus (situs
          asli
          )
        2. Surat
          Edaran Dirjen Dikti 769/E/T/2011
          :
          Perpanjangan BUP bagi PNS yang mempunyai jabatan
          fungsional Guru Besar/Profesor (situs
          asli
          )
        3. Surat
          Edaran Dirjen Dikti 739/E/C/2011
          :
          Perpanjangan batas usia pensiun PNS yang sudah
          menduduki jabatan Guru Besar/Profesor (situs
          asli
          )
        4. Surat
          Edaran Dirjen Dikti 306/E/C/2011
          :
          Perpanjangan batas usia pensiun PNS yang sudah
          menduduki jabatan Guru Besar/Profesor dan
          pengangkatan Guru Besar/Profesor Emeritus
          (situs
          asli
          )
      13. Catatan: (1) Seorang PNS non dosen (yang
        tidak memiliki jabatan struktural atau jabatan
        fungsional lainnya) menurut aturan akan pensiun
        pada usia 56 tahun. (2) Bila alih tugas menjadi PNS
        dosen, usia pensiun menjadi menjadi 65 tahun. (3)
        Bila diangkat jadi Guru Besar usia pensiun sampai
        70 tahun. (4) Jika diperpanjang lagi sebagai Guru
        Besar Emeritus bisa sampai 75 tahun.
      14. Pembebasan Pajak
        Impor

        1. Kepmenkeu
          143/KMK.05/1997
          : Pembebasan bea masuk dan
          cukai atas impor barang untuk keperluan
          penelitian dan pengembangan ilmu
          pengetahuan.
  13. Produk hukum yang berkaitan dengan
    Badan Layanan Umum (BLU) dan
    Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
  14. Reformasi Birokrasi
    1. 81 Tahun
      2010
      : Grand Design Reformasi Birokrasi
      2010-2015
    2. Permenpan No 20
      Tahun 2010
      : Road Map Reformasi Birokrasi
      2010-2014
    3. Permen PAN
      dan RB No.29 Tahun 2009
      : Penetapan Kinerja dan
      Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
      Pemerintah
  15. Hasil Reformasi Birokrasi Internal
    (RBI) Kemdiknas

    1. Tayangan
      sosialisasi Reformasi Birokrasi dan Evaluasi
      Jabatan
    2. Ringkasan
      Kegiatan RBI Tahun 2010
    3. Pedoman
      Sosialisasi Prosedur Operasi Standar
      (POS)
    4. Laporan
      Kajian Manajemen Konstruksi Alur Kerja untuk
      e-Layanan
    5. Laporan
      Kajian Manajemen Pemantauan Alur Kerja untuk
      e-Layanan
    6. Laporan Kajian
      Manajemen Pengamanan e-Layanan
    7. Rekomendasi Infrastruktur
      e-Layanan Ditjen MPDM
    8. Rekomendasi Infrastruktur
      e-Layanan Ditjen PMPTK
    9. Rekomendasi Infrastruktur
      e-Layanan Ditjen PNFI
    10. Rekomendasi Infrastruktur
      e-Layanan Setjen
    11. Buku Saku
      Budaya Kerja Kemdiknas
    12. Buku Saku Manajemen
      Alur Kerja e-Layanan untuk Kemdiknas
    13. Buku Saku
      Pengembangan Sistem Pengelolaan SDM Berbasis
      Kinerja
    14. Buku Saku
      Reformasi Pelaksanaan Sistem Pendidikan
      Nasional
    15. Rancangan Buku
      Panduan Kebijakan Pengelolaan Kinerja Individu
      Kemdiknas
    16. Rancangan Buku
      Panduan Kebijakan Pengelolaan Kinerja Organisasi
      Kemdiknas
    17. Kajian Model
      Konseptual Sistem e-Pembelajaran
    18. Kajian Model
      Konseptual Materi e-Pembelajaran
    19. Kajian Analisis
      Sistem Akreditasi Program Studi
    20. Kajian
      Analisis Sistem Akreditasi Sekolah dan
      Madrasah
    21. Kajian Analisis
      Sistem Sertifikasi Guru
    22. Kajian Analisis
      Sistem Sertifikasi Dosen
    23. Kajian Analisis
      Spesifikasi Kebutuhan Sistem Penyaluran Hibah
    24. Kajian
      Rancangan Awal Sistem Penyaluran Hibah
  16. Materi
    sosialisasi dan pelatihan
    Kurikulum Tingkat Satuan
    Pendidikan (KTSP) SMK (Tayangan MS PowerPoint: 01
    02 03
    04 05
    06 07
    08 09
    10 11
    12 13
    14 15
    16 17)
  17. Pengadaan Barang dan
    Jasa

    1. UU
      1 Tahun 2004
      : Perbendaharaan Negara (situs
      asli
      )
    2. UU 17 Tahun
      2003
      : Keuangan Negara (situs
      asli
      )
    3. UU 18 Tahun
      1999
      : Jasa Konstrusi (situs
      asli
      )
    4. PP 92 Tahun 2010:
      Perubahan kedua atas PP 29
      tahun 2000
      tentang usaha dan peran masyarakat jasa
      konstruksi (situs
      asli
      )
    5. PP 59 tahun 2010:
      Perubahan atas PP 29 tahun
      2000
      tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
      (situs
      asli
      )
    6. Perpres 35 Tahun
      2011
      : Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
      54 Tahun 2010
      Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (situs
      asli
      )
    7. Perpres 54
      Tahun 2010
      : Pengadaan Barang dan Jasa – lengkap
      dengan lampirannya (situs
      asli
      )
    8. PP 95 Tahun 2007:
      Perubahan ke7 terhadap Keppres
      80 Tahun 2003
      (dicabut terhitung 01 Januari 2011)
      situs
      asli
    9. Keppres
      80 Tahun 2003
      : Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
      Barang/Jasa Pemerintah (dicabut terhitung 01 Januari
      2011): Penjelasan,
      Lampiran
      I
      , Lampiran
      II
      (situs
      asli
      )
    10. PP 29 tahun 2000:
      Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (situs
      asli
      )
  18. Peraturan Tentang Yayasan
    1. UU 28
      Tahun 2004
      : Perubahan atas UU
      16 Tahun 2001
      (situs
      asli
      ).
    2. UU 16 Tahun
      2001
      : Yayasan (situs
      asli
      )
    3. PP 38 Tahun 2009:
      Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan
      Pajak (PNBP) yang berlaku pada yayasan. (situs
      asli
      ).
    4. PP 63 Tahun 2008:
      Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (situs
      asli
      ).
    5. Contoh Akta Yayasan (situs
      1
      , situs
      2
      ).
  19. Peraturan Tentang
    Penerbitan Berkala ilmiah

    1. Permendiknas
      22 Tahun 2011
      : Terbitan Berkala Ilmiah (versi
      scan
      , situs
      asli
      ).
    2. Peraturan
      Dirjen Dikti 49/Dikti/Kep/2011
      : Pedoman Akreditasi
      Terbitan Berkala Ilmiah (versi
      scan
      , situs
      asli
      )
    3. SE. Dir.
      DP2M 1313/E5.4/LL/2011
      : Pedoman Akreditasi
      Terbitan Berkala Ilmiah (situs
      asli
      ).
  20. Perkawinan PNS
    1. UU 1
      Tahun 1974
      : Perkawinan (situs
      asli
      )
    2. PP 53 Tahun 2010:
      Disiplin Pegawai Negeri Sipil (situs
      asli
      )Peraturan
      Kepala BKN No. 21 Tahun 2010
      : Ketentuan
      Pelaksanaan PP no. 53
      Tahun 2010
      tentang disiplin PNS (situs
      asli
      )
    3. PP 45 Tahun
      1990
      : perubahan terhadap PP
      10 Tahun 1983
      tentang izin perkawinan dan
      perceraian bagi PNS (situs
      asli
      )
    4. PP 10 Tahun
      1983
      : izin perkawinan dan perceraian bagi PNS
      (situs
      asli
      )
    5. PP 9 Tahun
      1975
      : Peraturan Pelaksanaan UU
      1 Tahun 1974
      tentang Perkawinan (situs
      asli
      )
    6. SE
      Kepala BKN no. 48 Tahun 1990
      : Ijin perkawinan dan
      perceraian bagi PNS
    7. SE
      Kepala BKN no. 08 Tahun 1983
      : Ijin perkawinan dan
      perceraian bagi PNS
  21. Sejarah
    panjang
    perguruan tinggi di Indonesia menuju
    BHP dan pembatalan UU BHP oleh Mahkamah
    Konstitusi.
  22. Kumpulan Produk Hukum Bidang  Kesehatan/Kedokteran (situs asli)
    1. Permenkes No.028/MENKES/PER/I/2011
      tentang Klinik (Situs 1, Situs 2)
    2. Permenkes No.161/MENKES/PER/I/2010 tentang
      Registrasi Tenaga Kesehatan (Situs 1, Situs 2)
    3. UU no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
      (Situs 1, Situs 2)
    4. UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    5. UU no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    6. UU no. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
      (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    7. UU no. 9 tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan
      Kimia (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    8. UU no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
      Bencana (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    9. UU no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
      Sosial Nasional (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    10. UU no. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran
      (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    11. UU no. 05 tahun 1997 tentang Psikotropika
      (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    12. UU no. 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok
      kesehatan (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    13. UU no. 419 tahun 1949 tentang Ordonansi obat keras
      (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    14. UU  no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
      Konsumen (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    15. Perlindungan Konsumen Kesehatan berkaitan dengan
      malpratek medik (Situs
      1
      , Situs
      2
      )
    16. Kode Etik Kedokteran (Situs
      1
      , Situs
      2
      )

Daftar peraturan di atas hasil karya dari   Ir. Djoko Luknanto, M.Sc., Ph.D.  Peneliti Sumberdaya Air  di Laboratorium Hidraulika  Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik   Universitas Gadjah Mada


Sejarah Perkembangan Kepenjaraan di Indonesia

Sejarah Perkembangan Kepenjaraan di Indonesia

Sejarah perkembangan pemasyarakatan di Indonesia mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran hukum dan perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang nilai manusia dan kemanusiaan dalam hubungannya dengan manusia terpidana dan aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita kemerdekaan bangsa dan Negara. Dengan demikian sekaligus akan lebih jelas terungkapkan apa
yang telah melatarbelakangi lahirnya sistem pemasyarakatan dan tujuan yang hendak dicapai dengan sistem yang telah dikembangkan sekarang ini.

Sistem kepenjaraan sebagai pelaksana pidana hilang kemerdekaan kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat peradaban serta martabat bangsa Indonesia yang telah merdeka yang berfalsafahkan Pancasila, karena kepenjaraan berasal dari pandangan individualisme yang terdapat dalam kamus penjajah, yang memandang dan memperlakukan orang terpidana tidak sebagai anggota masyarakat tetapi merupakan suatu pembalasan dendam masyarakat.

Asal Usul Kepenjaraan Di Dunia

Sejarah kepenjaraan dan pemasyarakatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kepenjaraan di dunia. Pada abad 15-16 belum terdapat penjara, tetapi soal penempatan narapidana sudah mendapat perhatian sejak belum ada penjara sebagai tempat untuk melaksanakan pidana pencabutan kemerdekaan.
Penempatan narapidana asal mulanya berupa rumah khusus yang digunakan sebagai tempat pendidikan bagi orang yang dikenakan tahanan, hukuman ringan dan menanti pengadilan. Pada tahun 1595 di kota Amsterdam, Belanda sudah mulai diadakan rumah pendidikan paksa dan membagi tahanan serta narapidana menurut jenis kelamin yaitu :

a. Rumah pendidikan paksa untuk pria yang dikenal dengan nama Rasp House, karena para narapidana tersebut disuruh bekerja meraut kayu untuk membuat warna cat.

b. Rumah pendidikan paksa untuk wanita yang dikenal dengan nama Discipline House, para narapidana diberi pekerjaan memintal bulu domba untuk dibuat pakaian.

Sistem ini kemudian diikuti hampir diseluruh dunia. Pada tahun 1703 di Roma didirikan rumah pendidikan anak oleh Santo Bapa Clements IX, anak-anak ini pada siang hari bekerja bersama-sama dan pada malam hari dimasukkan kedalam sel masing-masing dengan tidak diperkenankan berbicara satu dengan yang lainnya. Rumah Pendidikan Anak di Roma

Kemudian pada tahun 1718 didirikan penjara di kota Genk, Belgia oleh Burggraaf Vilain XVI, walikota Genk dengan nama Maison de Force. Para narapidana diberi pekerjaan dan pendidikan agama dan waktu bekerja tidak boleh berbicara satu dengan yang lainnya. Prison Ghenk di kota Genk Belgia

Pada abad 16 di Inggris juga sudah mengenal 2 jenis situasi yaitu :
a. Rumah tahanan House of Detention dibuat untuk tahanan yang menunggu putusan perkara.

HousOf Detention di Inggris
b. Gaol yang diperuntukkan bagi pelanggar hukuman rinagn. Pada waktu itu kedua institusi ini sangat menyedihkan cara penempatannya, secara bersama-sama siang malam. Countri Gaol Horsham Inggris

Setelah ada perjuangan dari John Howard, di Inggris telah mengalami proses pembaharuan dibidang kepenjaraan, terutama dengan jalan penempatan narapidana terpisah pada waktu siang dan malam hari. Pada abad 18 pidana mati dan badan mulai diganti dengan pidana pencabutan kemerdekaan, tapi cara penempatannya terpengaruh oleh cara penempatan bersama-sama siang malam.

Pada tahun 1790 didirikan penjara Wallnutstreet, di kota Philadelphia, Sistem ini disebut Western Penitentiary System, para narapidana dalam sel masing-masing siang dan malam tanpa diberi pekerjaan dan untuk memperbaikinya diberi bacaan kitab suci. Pada tahun 1820 di kota Boston didirikan penjara Auburn. Penjara ini didirikan sebagai tantangan terhadap sistem yang diterapkan pada penjara Wallnutstreet, Pennsylvania barat. Sistem yang diterapkan di Auburn ini lebih baik daripada sistem penjara sebelumnya, dimana pada malam hari para narapidana tidur di kamarnya masing-masing dan pada siang hari bekerja bersama-sama tanpa berbicara satu sama lain. Pada tahun 1825 didirikan penjara baru di Pennsylvania timur, ini merupakan perbaikan dari Pennsylvania barat. Di dalam penjara ini para narapidana berada di kamarnya masing-masing dan diberi pekarjaan.

Pada tahun 1877 di Amerika didirikan penjara Elmira yang khusus untuk pemuda-pemuda yang baru pertama kali masuk penjara. Di penjara ini para narapidana diberi pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, olahraga, ketertiban, militer dan sebagainya. Pada abad 19 di Amerika baru mengalami perubahan undang-undang kepenjaraan dan mulai mementingkan pendidikan dan pembinaan.

Pada tahun 1930 oleh seorang direktur penjara Amerika yang bernama Stanford Bates mencoba sistem tersebut yang dilaksanakan di Tuscon. Disini para narapidana dapat bekerja bersama-sama dengan baik tanpa diawasi dengan ketat. Maka disusul pula dibukanya penjara percobaan di Seagovolle pada tahun 1946.Penjara tersebut dibuat untuk untuk para narapidana yang mendapat hukuman ringan dan tidak lagi memberikan kesan menyeramkan. Penjara jenis ini dikenal dengan nama Pre Release atau Half Way yang berprinsip kepada keadaan perbaikan hidup narapidana dengan memberi pendidikan dan pembinaan supaya narapidana tersebut dapat menuju masyarakat yang bebas. Dengan system kepenjaraan tersebut diatas maka Amerika merupakan pelopor sistem kepenjaraan yang modern kepada dunia.

Sejarah kepenjaraan di Indonesia

Perkembangan kepenjaraan di Indonesia terbagi menjadi 2 kurun waktu dimana tiap-tiap kurun waktu mempunyai ciri tersendiri, diwarnai oleh aspekaspek sosio cultural, politis, ekonomi yaitu:
a. Kurun waktu pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan di Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan RI ( 1872-1945 ), terbagi dalam 4 periode yaitu :

1). Periode kerja paksa di Indonesia ( 1872-1905 ). Pada periode ini terdapat 2 jenis hukum pidana, khusus untuk orang Indonesia dan Eropa. Hukum pidana bagi orang Indonesia ( KUHP 1872 ) adalah pidana kerja, pidana denda dan pidana mati. Sedangkan hukum pidana bagi orang Eropa ( KUHP 1866 ) telah mengenal dan dipergunakan pencabutan kemerdekaan ( pidana penjara dan pidana kurungan ). Perbedaan perlakuan hukuman pidana bagi orang Eropa selalu
dilakukan di dalam tembok ( tidak terlihat ) sedangkan bagi orang Indonesia terlihat oleh umum.

2). Periode pelaksanaan pidana di Indonesia menjelang berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland Indie ( KUHP, 1918 ) periode penjara sentral wilayah ( 1905-1921 ). Periode ini ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk memusatkan penempatan para terpidana kerja paksa di dalam pusat-pusat penampungan wilayah. Pidana kerja
lebih dari 1 tahun yang berupa kerja paksa dengan dirantai/ tanpa dirantai dilaksanakan diluar daerah tempat asal terpidana. Kemudian sejak tahun 1905 timbul kebijaksanaan baru dalam pidana kerja paksa dilakukan di dalam lingkungan tempat asal terpidana.

3). Periode pelaksanaan pidana di Indonesia setelah berlakunya Wetboek
Van Strafrecht Voor Nederland Indie ( KUHP, 1918 ) periode kepenjaraan Hindia Belanda ( 1921-1942 ). Pada periode ini terjadi perubahan sistem yang dilakukan oleh Hijmans sebagai kepala urusan kepenjaraan Hindia Belanda, ia mengemukakan keinginannya untuk menghapuskan sistem dari penjara-penjara pusat dan menggantikannya
dengan struktur dari sistem penjara untuk pelaksanaan pidana, dimana usaha-usaha klasifikasi secara intensif dapat dilaksanakan Hijmans.
Pengusulan adanya tempat-tempat penampungan tersendiri bagi tahanan dan memisahkan antara terpidana dewasa dan anak-anak, terpidana wanita dan pria.

4). Periode pelaksanaan pidana di Indonesia dalam periode pendudukan balatentara Jepang ( 1942-1945 ). Pada periode ini menurut teori perlakuan narapidana harus berdasarkan reformasi/ rehabilitasi namun dalam kenyataannya lebih merupakan eksploitasi atas manusia. Para terpidana dimanfaatkan tenaganya untuk kepentingan Jepang. Dalam teori para ahli kepenjaraan Jepang perlu adanya perbaikan menurut umur dan keadaan terpidana. Namun pada kenyataannya perlakuan  terhadap narapidana bangsa Indonesia selama periode pendudukan  tentara Jepang merupakan lembaran sejarah yang hitam dari sejarah kepenjaraan di Indonesia, hal ini tidak jauh berbeda dengan keadaan sebelumnya ( penjajahan Belanda ).

b. Kurun waktu kepenjaraan RI, perjuangan kemerdekaan dan karakteristik  kepenjaraan nasional ( 1945-1963 ), terbagi dalam 3 periode yaitu :
1). Periode kepenjaraan RI ke I ( 1945-1950 ). Meliputi 2 tahap yaitu tahap  perebutan kekuasaan dari tangan tentara Jepang, perlawanan terhadap uasaha penguasaan kembali oleh Belanda dan tahap mempertahankan  eksistensi RI. Periode ini ditandai dengan adanya penjara-penjara darurat yaitu penjara yang berisi beberap orang terpidana yang dibawa
serta mengungsi oleh pimpinan penjaranya. Pada umumnya didirikan  pada tempat-tempat pengungsian, sebagai tempat menahan orang yang dianggap mata-mata musuh. Adanya penjara darurat dan pengadilan  darurat dimaksudkan sebagai bukti kepada dunia luar bahwa pemerintah RI secara de jure dan de facto tetap ada.

2). Periode kepenjaraan RI ke II ( 1950-1960 ). Periode ini ditandai dengan adanya langkah-langkah untuk merencanakan reglement Penjara yang  baru sejak terbentuknya NKRI. Pada periode ini telah lahir adanya  falsafah baru di bidang kepenjaraan yaitu resosialisasi yang pada  waktu itu dinyatakan sebagai tujuan yang modern di dunia kepenjaraan internasional.

3). Periode kepenjaraan RI ke III ( 1960-1963 ).Periode ini merupakan
periode pengantar dari periode pemasyarakatan berikutnya. Periode ini  ditandai dengan adanya kebijaksanaan kepemimpinan kepenjaraan yang berorientasi pada pola social defense yang dicanangkan oleh PBB  yaitu integrasi karya terpidana dalam ekonomi nasional, bentuk baru  kenakalan remaja dan penanganan jenis-jenis kejahatan yang  diakibatkan oleh perubahan-perubahan sosial dan yang menyertai perkembangan ekonomi. Pembinaan menjelang bebas dan perawatan susulan serta pemberian bantuan kepada keluarga terpidana.

2 Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

1 Sejarah pemasyarakatan di Indonesia terbagi menjadi 3 periode (Dirjen Pemasyarakatan),yaitu:

a. Periode pemasyarakatan I (1963-1966)
Periode ini ditandai dengan adanya konsep baru yang diajukan oleh Dr. Saharjo, SH berupa konsep hukum nasional yang digambarkan dengan sebuah pohon beringin yang melambangkan pengayoman dan pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Pada konfrensi Dinas Derektoral Pemasyarakatan di Lembang Bandung tahun 1964, terjadi perubahan istilah pemasyarakatan dimana jika sebelumnya diartikan sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi pengembalian integritas hidup-kehidupan-penghidupan.

b Periode Pemayarakatan II (1966-1975)
Periode ini ditandai dengan pendirian kantor-kantor BISPA (Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak) yang sampai tahun 1969 direncanakan 20 buah. Periode ini telah menampakkan adanya trial and  error dibidang pemasyarakatan, suatu gejala yang lazim terjadi pada permulaan beralihnya situasi lama ke situasi baru. Ditandai dengan adanya perubahan nama pemasyarakatan menjadi bina tuna warga.
c. Periode pemasyarakatan III ( 1975-sekarang )
Periode ini dimulai dengan adanya Lokakarya Evaluasi Sistem Pemasyarakatan tahun 1975 yang membahas tentang sarana peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan sebagai landasan  struktural yang dijadikan dasar operasional pemasyarakatan, sarana personalia, sarana keuangan dan sarana fisik. Pada struktur organisasi terjadi pengembalian nama bina tuna warga kepada namanya semula yaitu pemasyarakatan.

Titik awal pemisahan LP terhadap tingakat kejahatan, jenis kelamin, umur dimulai pada tahun 1921 yang dicetuskan oleh Hijmans, missal : LP Cipinang untuk narapidana pria dewasa, LP anak-anak di Tangerang, LP Wanita Bulu Semarang. Hal tersebut dikonkritkan lagi setelah tercetus konsep pemasyarakatan oleh Dr. Sahardjo, SH pada konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan I di
Lembang bandung tahun 1964. Menurut Soema Dipradja ( 1983 ) dimana  perlakuan terhadap narapidana wanita diberi kebebasan yang lebih dibandingkan narapidana pria.

Dalam perkembangannya sistem pidana melalui beberapa tahap ( Dirjen pemasyarakatan, 1983 ) yaitu :

a. Tahap pidana hilang kemerdekaan ( 1872-1945 )
Tujuan dari tahap ini membuat jera narapidana agar bertobat sehingga  tidak melanggar hukum lagi. Sistem pidananya merupakan pidana hilang kemerdekaan dengan ditempatkan disuatu tempat yang terpisah dari masyarakat yang dikenal sebagai penjara.

b. Tahap pembinaan ( 1945-1963 )
Tahap ini bertujuan membina narapidana supaya menjadi lebih baik. Sistem pidananya merupakan pidana pembinaan dimana narapidana dikurangi kebebasannya agar dapat dibina dengan menempatkan pada tempat yang terpisah dari masyarakat.

c. Tahap Pembinaan Masyarakat ( 1963-sekarang )
Tahap ini bertujuan membina narapidana agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Sistem pidananya merupakan pidana pemasyarakatan yang mempunyai akibat tidak langsung yaitu berkurangnya kebebasan supaya bisa dimasyarakatkan kembali. Ditempatkan di suatu tempat tertentu yang terpisah dari masyarakat tetapi mengikutsertakan masyarakat dalam usaha pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk usaha perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan pada segi keamanan LP sesuai dengan fungsi, jenis dan kebutuhannya.  Seseorang disebut narapidana apabila telah melalui serangkaian proses  pemidanaan sehingga menerima vonis yang dijatuhkan atas dirinya.

Proses  pemidanaan adalah sebagai berikut :

a. Tahanan Polisi
Seseorang melanggar hukum kemudian ditangkap polisi, selama dalam  proses pemeriksaan ia menjadi tahanan polisi dengan batas waktu 20 hari dan apabila dianggap pemerikasaan oleh polisi belum cukup maka dapat diperpanjang dengan ijin Kejaksaan.

b. Tahanan Kejaksaan
Apabila telah selesai diperiksa oleh polisi maka orang tersebut diserahkan kepada Kejaksaan untuk diperiksa oleh Kejaksaan dan menjadi tahanan Kejaksaan.

c. Tahanan Pengadilan
Apabila perkaranya dianggap cukup untuk diadili maka pihak kejaksaan akan menyerahkan orang tesebut pada pengadilan untuk diadili dan menjadi tahanan pengadilan sampai selesai putusan perkaranya/ divonis.

d. Narapidana
Setelah diputuskan perkaranya oleh pengadilan maka orang tersebut harus  dimasukkan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Diserahkan kepada  Kejaksaan kembali untuk diatur pengirimannya kepada Lembaga  Pemasyarakatan yang cocok untuk pembinaannya.

2 Tujuan Pemasyarakatan
Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 2, tujuan  pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka  membentuk warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,  menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana  sehinga dapat kembali diterima di masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggunjawab.

3 Fungsi Pemasyarakatan
Menurut UU No. 12 Tahuun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 3 disebutkan bahwa fungsi Pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan pemasyarakatan (narapidana, anak didik dan klien pemasyarakatan ) agar dapat  berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab.

4 Konsep Pemasyarakatan
Konsep pemasyarakatan merupakan pokok-pokok pikiran Dr. Saharjo , SH Yang dicetuskan pada penganugerahan gelar Doktor Honoris Cousa oleh Universitas Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut kemudian dijadikan prinsipprinsip
pokok dari konsep pemasyarakatan pada konfrensi Dinas Derektorat Pemasyarakatan di Lembang Bandung pada tanggal 27 April – 7 Mei 1974. Dalam konfrensi ini dihasilkan keputusan bahwa pemasyarakatan tidak hanya semata-mata sebagai tujuan dari pidana penjara, melainkan merupakan sistem pembinaan narapidana dan tangaal 27 April 1964 ditetapkan sebagai hari lahirnya pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan (narapidana, anak didik dan klien pemasyarakatan ) berdasarkan Pancasila. Menurut UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 5, disebutkan bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
c. Pendidikan
d. Pembimbingan
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang tertentu

Jadi dengan lahirnya sistem pemasyarakatan, kita memasuki era baru dalam proses pembinaan narapidana dan anak didik, mereka dibina, dibimbing dan dituntut untuk menjadi warga masyarakat yang berguna. Pembinaan napi dan anak didik berdasarkan sistem pemasyarakatan berlaku pembinaan di dalam LP dan pembimbingan di luar LP yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS).

Prinsip-prinsip Pokok Pemasyarakatan

Dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964 dirumuskan prinsip-prinsip pokok dari konsepsi pemasyarakatan yang kemudian dikenal sebagai Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan ( Keputusan Menteri Kehakiman RI No M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan ) adalah sebagai berikut :

a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
b. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan.
c. Berikan bimbingan ( bukannya penyiksaan ) supaya mereka bertobat.
d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

e. Selama kehilangan ( dibatasi ) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu.
g. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila.

h. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar.
i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.
j. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan.

Kedudukan Pemasyarakatan

Berdasarkan keputusan Mentri Kehakiman RI No0. M.03-PR.07.10 tahun 1999 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Kehakiman pasal 486, disebutkan bahwa tugas Direktorat Jendral Kemasyarakatan adalah menyelenggarakan sebagian tugas Departemen Kehakiman di bidang kemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan badan pelaksanaan pemasyarakatan yang berdiri sendiri. Dalam struktur organisasi Departemen Kehakiman secara vertical berada di bawah perintah Direktorat Jendral Pemasyarakatan tetapi secara adminstratif berada di bawah Kanwil Departemen Kehakiman.

Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan

a. Menurut Keputusan Mentri Kehakiman RI Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksanaan teknis pemasyarakatan yang menampung, membina dan merawat narapidana.
b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lembaga adalah suatu organisasi/badan yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan/melakukan motif usaha sedangkan pemasyarakatan adalah hal/ tindakan memasyarakatkan ( memasukkan kedalam masyarakat, menjadikan sebagai anggota masyarakat ).
Jadi yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu organisasi/ badan usaha atau wadah untuk menampung kegiatan pembinaan bagi narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohani agar dapat hidup normal kembali ke masyarakat.

Jenis dan Kasifikasi LP
Jenis pelayanan Lembaga Pemasyarakatan dibagi dengan memperhatikan factor usia dan jenis kelamin.
a. Lembaga Pemasyarakatan Umum.
Untuk menampung narapidana pria dewasa yang berusia lebih dari 25 tahun.

b. Lembaga Pemasyarakatan Khusus
1. Lembaga Pemasyarakatan Wanita untuk menampung narapidana Wanita dewasa yang berusia lebih dari 21 tahun atau sudah menikah.
2. Lembaga Pemasyarakatan Pemuda untuk menampung narapidana pemuda yang berusia 18-25 tahun.
3. Lembaga pemasyarakatan Anak terdiri dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak Pria dan Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita

Klasifikasi pada Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja.
a. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
Terletak di Ibukota Propinsi dengan kapasitas lebih dari 500 orang.

b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Terletak di Kotamadia/ kabupaten dengan kapasitas 250-500 orang.

c. Lembaga Pemasyarakatan kelas II B
Terletak di daerah setingkat Kabupaten, kapasitas kurang dari 250 orang.

Tulisan Lain

  • Download Triple Kamus;>>>baca
  • Download Mesin Pencari Lengkap;>>>baca
  • Download Kamus LIMAKA;>>>baca
  • Download E-book MKDU/MKWU Pendidikan Bhs Indonesia;>>>baca
  • DownLoad dan Menginstall Kalkulator Konversi v.1.0;>>>baca
  • Download buku Pengantar Filsafat;>>>baca

Filsafat dan Filsafat Ilmu Pengetahuan

Filsafat dan Filsafat Ilmu Pengetahuan

Sebelum Metode Penelitian dengan pendekatan Kualitatif atau Metode Penelitian Kualitatif, akan diuraikan terlebih dahulu apa Perbedaan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dengan Pengetahuan (Knowledge). Mengapa demikian ? Kedua metode Penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif digunakan untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science). Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu apa itu Ilmu Pengetahuan Ilmiah dan perbedaanya dengan Pengetahuan. Dengan dipahaminya Ilmu Pengetahuan Ilmiah akan mempermudah memahami Metode Penelitian Ilmiah dan kaitan antara keduanya. Berikut ini akan disinggung sedikit tentang Filsafat dan perbedaannya dengan Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam. Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam.
Persamaan dan perbedaan antara Filsafat dan Agama adalah sebagai berikut. Persamaan antara Filsafat dan Agama adalah semuanya mencari kebenaran. Sedang perbedaannya Filsafat bersifat rasional yaitu sejauh kemampuan akal budi, sehingga kebenaran yang dicapai bersifat relatif. Agama berdasarkan iman atau kepercayaan terhadap kebenaran agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan YME, dengan demikian kebenaran agama bersifat mutlak.

Kajian filsafat meliputi ruang lingkup yang disusun berdasarkan pertanyaan filsuf terkenal Immanuel Kant sebagai berikut:
1)Apa yang dapat saya ketahui (Was kan ich wiesen)
Pertanyaan ini mempunyai makna tentang batas mana yang dapat dan mana yang tidak dapat diketahui. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah suatu fenomena. Fenomena selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini menjadi dasar bagi Epistomologi. Eksistensi Tuhan bukan merupakan kajian Epistomologi karena berada di luar jangkauan indera. Bahan kajian Epistomologi adalah yang berada dalam jangkauan indera. Kajian Epistomologi adalah fenomena sedang eksistensi Tuhan merupakan objek kajian Metafisika. Epistomologi meliputi: Logika Pengetahuan (Knowledge), Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dan Metodologi.

2)Apa yang harus saya lakukan (Was soll ich tun)

Pertanyaan ini mempersoalkan nilai (values), dan disebut Axiologi, yaitu nilai-nilai apa yang digunakan sebagai dasar dari perilaku. Kajian Axiologi meliputi Etika atau nilai-nilai keutamaan atau kebaikan dan Estetika atau nilai-nilai keindahan.
3)Apa yang dapat saya harapkan (Was kan ich hoffen)
Pengetahuan manusia ada batasnya. Apabila manusia sudah sampai batas pengetahuannya, manusia hanya bisa mengharapkan. Hal ini berkaitan dengan being, yaitu hal yang ”ada”, misalnya permasalahan tentang apakah jiwa manusia itu abadi atau tidak, apakah Tuhan itu ada atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab oleh Ilmu Pengetahuan Ilmiah, tetapi oleh Religi. Refleksi tentang Being terbagi lagi menjadi dua, yaitu Ontologi yaitu struktur segala yang ada, realitas, keseluruhan objek-objek yang ada, dan Metafisika yaitu hal-hal yang berada di luar jangkauan indera, misalnya jiwa dan Tuhan.
Selanjutnya akan dibahas salah satu bidang kajian Filsafat, yaitu Filsafat Ilmu Pengetahuan, karena bidang ini membahas hakekat ilmu pengetahuan ilmiah (science). Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu:

1)Sumber ilmu pengetahuan itu dari mana.

Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.

2)Batas-batas Ilmu Pengetahuan.

Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera disebut nomenon. Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera.
Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.

3)Strukturnya.

Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang ingin kita ketahui adalah objek, diantara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat terjadi dialektika.
4)Keabsahan.
Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaian antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.
Terdapat 3 (tiga) macam teori untuk mengungkapkan kebenaran, yaitu:
a)Teori Korespondensi, terdapat persamaan atau persesuaian antara gagasan dengan kenyataan atau realita.
b)Teori Koherensi, terdapat keterpaduan antara gagasan yang satu dengan yang lain. Tidak boleh terdapat kontradiksi antara rumus yang satu dengan yang lain.
c)Teori Pragmatis, yang dianggap benar adalah yang berguna. Pragmatisme adalah tradisi dalam pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme, dan realisme. Aliran Pragmatisme timbul di Amerika Serikat. Kebenaran diartikan berdasarkan teori kebenaran pragmatisme.

Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan ilmiah. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah sebagai berikut:

1)Sistematis.

Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.

a)Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari).

Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.
b)Observasi (konsep ilmiah).
Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua) jenis definisi, yaitu: 1) definisi sejati, 2) definisi nir-sejati.

Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
1)Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus, yang biasanya bersifat deskriptif.

2)Definisi Stipulatif.

Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang penting adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai Pihak Kedua.
3)Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena seringkali apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi, sehingga terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang dimaksud inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang dinyatakan dengan skor tes inteligensi”.
4)Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud.

Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1)Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
2)Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran (persuasif). Dalam definisi ini terkandung anjuran agar orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: ”Membunuh adalah tindakan menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut Agama apapun).

c)Hipotesis

Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan digabung menjadi proposisi. Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d)Hukum
Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e)Teori
Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.

2)Dapat dipertanggungjawabkan.

Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu:
a)Sistem axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya matematika.
b)Sistem empiris
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu pengetahuan alam dan sosial.
c)Sistem semantik/linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu bahasa (linguistik).

3)Objektif atau intersubjektif

Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak (intersubjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas ilmiah.

Cara Kerja Ilmu Pengetahuan Ilmiah

Penjelasan tentang langkah-langkah Metodologis adalah sebagai berikut:
a.Langkah pertama. Ada masalah yang harus dipecahkan. Seluruh langkah ini (5 langkah) oleh Popper disebut Epistomology Problem Solving. Untuk pemecahan masalah tersebut diperlukan kajian pustaka (inferensi logis) guna mendapatkan teori-teori yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.
b.Langkah kedua. Selanjutnya dari teori disusun hipotesis. Untuk menyusun hipotesis diperlukan metode deduksi logis.
c.Langkah ketiga. Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis perlu adanya observasi. Sebelum melakukan observasi perlu melakukan interpretasi teori yang digunakan sebagai landasan penyusunan hipotesis dalam penelitian adalah penyusunan kisi-kisi/dimensi-dimensi, kemudian penyusunan instrumen pengumpulan data, penetapan sampel dan penyusunan skala.
d.Langkah keempat. Setelah observasi, selanjutnya melakukan pengukuran (assessment), penetapan sampel, estimasi kriteria (parameter estimation). Langkah tersebut dilakukan guna mendapatkan generalisasi empiris (empirical generalization).
e.Langkah kelima. Generalisasi emperis tersebut pada hakekatnya merupakan hasil pembuktian hipotesis. Apabila hipotesis benar akan memperkuat teori (verifikasi). Apabila hipotesis tidak terbukti akan memperlemah teori (falsifikasi).
f.Langkah keenam. Hasil dari generalisasi empiris tersebut dipergunakan sebagai bahan untuk pembentukan konsep, pembentukan proposisi. Pembentukan atau penyusunan proposisi ini dipergunakan untuk memperkuat atau memantapkan teori, atau menyusun teori baru apabila hipotesis tidak terbukti.

Sumber dari buku karya Prof Heru Basuki

Perbedaan ilmu Pengetahuan dan Pengetahuan

Perbedaan ilmu Pengetahuan dan Pengetahuan

Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense). Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka menyamakan dua pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan pengetahuan akan dicoba dibahas disini.

Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum kita membahas hakekat ilmu pengetahuan dan perbedaannya dengan pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan serba sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Mempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu penting, karena dengan mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses, melalui tahap-tahap atau periode-periode perkembangan.

a)Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi)

Perintisan “Ilmu pengetahuan” dianggap dimulai pada abad 4 sebelum Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah.

Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang riil adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-substansi. Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi mempunyai struktur ontologis. Dalam struktur ontologis terdapat 2 prinsip, yaitu: 1) Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi: menunjukkan prinsip kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai kemungkinan untuk mempunyai kesempurnaan. Perubahan terjadi bila potensi berubah, dan perubahan tersebut direalisasikan.

Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari
perintisan “ilmu pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut:
1)Hal Pengenalan
Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan, yaitu:

(1) pengenalan inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda. Sedang pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui jalan abstraksi.

2)Hal Metode

Selanjutnya, menurut Aristoteles, “ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan “ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode. Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum (pengetahuan universal); (2) deduksi (silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.

b)Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)
Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Perombakan total tersebut adalah sebagai berikut:
Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis. Yang dimunculkan dalam berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau apa yang berada di balik fenomena).
Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisis dan beralih ke elemen-elemen yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Dengan demikian bukan substansi tetapi elemen-elemen yang merupakan kesatuan sistem. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Uji coba penting, untuk itu harus membuat eksperimen. Ini berarti mempergunakan pendekatan matematis dan pendekatan eksperimental. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta disatu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi. Prinsip jelas dan terpilah-pilah dapat dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio

Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini sama dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan pangalaman terhadap fakta saja, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.
Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut perlu terlebih dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori

Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman saja, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh lain yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam makalah ini cukup mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk menggambarkan adanya pemikiran yang revolusioner dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Pengetahuan
Terdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya adalah:
a)Ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia.
Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b)Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi.
c)Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak hanya hasil/metode eksperimental semata, tetapi juga hasil pengamatan, wawancara. Atau dapat dikatakan definisi ini tidak memberikan tali pengikat yang kuat untuk menyatukan hasil eksperimen dan hasil pengamatan

d)Ilmu pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris.

Definisi ini mempergunakan metode induksi yaitu membangun prinsip-prinsip umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini memberikan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan yang akan datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya pemikiran spekulatif atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil pengamatan. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih. Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan penelitian lebih lanjut.
Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan penelitian atau percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut.

Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini berarti ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik pengetahuan. Sementara pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium tersebut ditutup.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).
Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru (menurut penulis) akan diukur hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang bersinambungan.

Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru, berarti juga menghasilkan penelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya – berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.
Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal sehat (common sense). Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat dengan ilmu pengetahuan William James yang menyatakan hasil akal sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu pengetahuan adalah sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Kemudian bagaimana cara untuk memantapkan atau mengembangkan ilmu pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu pengetahuan tersebut di atas maka pemantapan dilakukan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan.

Perlu dipertanyakan pula bagaimana hubungan antara akal sehat yang menghasilkan perseptual dengan ilmu pengetahuan sebagai konseptual. Jawabannya adalah akal sehat yang menghasilkan pengetahuan merupakan premis bagi pengetahuan eksperimental. Ini berarti pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan tersebut selanjutnya diterima sebagai masalah untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat berbentuk teori baru.

Sedangkan Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan (common sense) dengan ilmu pengetahuan (science).
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1)Dalam common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak melakukan pengujian kritis hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu dengan fakta lain. Sedang dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat dikontrol dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berlaku.

2)Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik.
Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum tentang suatu hal. Artinya dengan berpedoman pada teori-teori yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru bertujuan untuk menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu, dalam common sense cara pengumpulan data bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan.
3)Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi pola-pola eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas aturan-aturan. Dengan menunjukkan hubungan logis dari proposisi yang satu dengan lainnya, ilmu pengetahuan tampil mengatasi konflik.
4)Kebenaran yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti.
5)Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense biasanya mengandung pengertian ganda dan samar-samar. Sedang ilmu pengetahuan merupakan konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi secara empirik.

6)Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur.
Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah. Dalam ilmu pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan adalah metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu sosial dan budaya juga menggunakan metode pengamatan, wawancara, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Dalam common sense cara mendapatkan pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan panca indera.

Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.

a.Proses Terbentuknya Ilmu Pengetahuan
a)Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Agar dapat diuraikan proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah, perlu terlebih dahulu diuraikan syarat-syarat ilmu pengetahuan ilmiah.
Menurut Karlina Supeli Laksono dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan (Epsitomologi) pada Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 1998/1999, ilmu pengetahuan ilmiah harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
1)Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.
2)Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.
3)Dapat dipertanggungjawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain/ahli-ahli lain. Tiga syarat ilmu pengetahuan tersebut telah diuraikan secara lengkap pada sub bab di atas.

Pandangan ini sejalan dengan pandangan Parsudi Suparlan yang menyatakan bahwa Metode Ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Selanjutnya dinyatakan bahwa penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Sedangkan penelitian ilmiah harus dilakukan secara sistematik dan objektif. Penelitian ilmiah sebagai pelaksanaan metode ilmiah harus sestematik dan objektif, sedang metode ilmiah merupakan suatu kerangka bagi terciptanya ilmu pengetahuan ilmiah. Maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan juga mempersyaratkan sistematik dan objektif.

Sebuah teori pada dasarnya merupakan bagian utama dari metode ilmiah. Suatu kerangka teori menyajikan cara-cara mengorganisasikan dan menginterpretasi-kan hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya. Jadi peranan metode ilmiah adalah untuk menghubungkan penemuan-penemuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Ini berarti peranan metode ilmiah melandasi corak pengetahuan ilmiah yang sifatnya akumulatif. Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah melalui metode ilmiah yang dilakukan dengan penelitian-penelitian ilmiah.
Pembentukan ilmu pengetahuan ilmiah pada dasarnya merupakan bagian yang penting dari metode ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan ilmiah menyajikan cara-cara pengorganisasian dan penginterpretasian hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya oleh peneliti lain. Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan ilmiah merupakan suatu proses akumulasi dari pengetahuan. Di sini peranan metode ilmiah penting yaitu menghubungkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Walaupun dalam ilmu pengetahuan alam (sains) metode ilmiah menekankan metode induktif guna mengadakan generalisasi atas fakta-fakta khusus dalam rangka penelitian, penciptaan teori dan verifikasi, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial, baik metode induktif maupun deduktif sama-sama penting. Walaupun fakta-fakta empirik itu penting peranannya dalam metode ilmiah namun kumpulan fakta itu sendiri tidak menciptakan teori atau ilmu pengetahuan (Suparlan P., 1994). Jadi jelaslah bahwa ilmu pengetahuan bukan merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta empirik. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena fakta-fakta empirik itu sendiri agar mempunyai makna, fakta-fakta tersebut harus ditata, diklasifikasi, dianalisis, digeneralisasi berdasarkan metode yang berlaku serta dikaitkan dengan fakta yang satu dengan yang lain.
Dalam ilmu-ilmu sosial prinsip objektivitas merupakan prinsip utama dalam metode ilmiahnya. Hal ini disebabkan ilmu sosial berhubungan dengan kegiatan manusia sebagai mahluk sosial dan budaya sehingga tidak terlepas adanya hubungan perasaan dan emosional antara peneliti dengan pelaku yang diteliti.

Untuk menjaga objektivitas metode ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)Ilmuwan harus mendekati sasaran kajiannya dengan penuh keraguan dan skeptis.
b)Ilmuwan harus objektif yaitu membebaskan dirinya dari sikap, keinginan, kecenderungan untuk menolak, atau menyukai data yang dikumpulkan.
c)Ilmuwan harus bersikap netral, yaitu dalam melakukan penilaian terhadap hasil penemuannya harus terbebas dari nilai-nilai budayanya sendiri. Demikian pula dalam membuat kesimpulan atas data yang dikumpulkan jangan dianggap sebagai data akhir, mutlak, dan merupakan kebenaran universal

Sedang pelaksanaan penelitian yang berpedoman pada metode ilmiah hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a)Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh peneliti lainnya.
b)Definisi-definisi yang dibuat adalah benar dan berdasarkan konsep-konsep dan teori-teori yang sudah ada/baku.
c)Pengumpulan data dilakukan secara objektif, yaitu dengan menggunakan metode-metode penelitian ilmiah yang baku.
d)Hasil-hasil penemuannya akan ditentukan ulang oleh peneliti lain bila sasaran, masalah, pendekatan, dan prosedur penelitiannya sama

b)Metode Penelitian Ilmiah
Pada dasarnya metode penelitian ilmiah untuk ilmu-ilmu sosial dapat dibedakan menjadi dua golongan pendekatan, yaitu: (1) pendekatan kuantitatif; (2) pendekatan kualitatif.

1)Pendekatan Kuantitatif
Landasan berpikir dari pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang dikembangkan pertama kali oleh Emile Durkheim (1964). Pandangan dari filsafat positivisme ini yaitu bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai benda, seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam.
Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati sesuatu fakta sosial, untuk melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisa yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung

2)Pendekatan Kualitatif
Landasan berpikir dalam pendekatan kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan hanya gejala-gejala sosial, tetapi juga dan terutama makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu, metode yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah Verstehen atau pemahaman (jadi bukan Erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya

Sumber dari buku karya Prof Heru Basuki

Interpretive, Hermeneutik, Fenomenologi (Metoda Analisis dalam Penelitian)

Interpretive, Hermeneutik, Fenomenologi
(Metoda Analisis dalam Penelitian)

a. Interpretive

Pada bagian ini akan dijelaskan pengertian interpretive (Geisteswissenschaften) dan ilmu budaya (Kulturwissenschaften).
Thomas A. Schwandt (dalam Denzin & Lincoln, 1994: 119) mencoba menggambarkan secara lebih luas dan lebih mendalam tentang faham interpretive dan menyatakan bahwa interpretive merupakan ide yang berasal dari tradisi intelektual Jerman, yaitu hermeneutik, tradisi Verstehen dalam sosiologi, fenomenologi Alfred Schutz, dan kritik kepada aliran ilmu pengetahuan alam (scientism) dan aliran Positivis (positivism) yang dipengaruhi oleh kritik para filosuf terhadap logika empirisme.
Selanjutnya Schwandt menjelaskan bahwa secara historis argumentasi pengikut faham interpretive bahwa interpretive digunakan untuk penelitian manusia yang bersifat unik. Terdapat bermacam sanggahan terhadap interpretive naturalistik (alamiah) dari ilmu pengetahuan sosial (secara kasar pandangan tentang tujuan dan metoda ilmu pengetahuan sosial disamakan (identik) dengan tujuan dan metoda ilmu pengetahuan alam). Kaum interpretive berpandangan bahwa ilmu pengetahuan mental (Geisteswissenschaften) atau ilmu pengetahuan budaya (Kulturwissenschaften) berbeda dengan ilmu pengetahuan alam (Naturwissenschaften). Tujuan ilmu pengetahuan alam adalah menjelaskan secara ilmiah (erklaren), sedang tujuan ilmu pengetahuan mental dan budaya adalah membentuk pemahaman (verstehen) mengenai “makna” dari fenomena sosial.
Hal tersebut dapat dilihat dari pandangan Schwandt (dalam Denzin & Lincoln, 1994: 119) sebagai berikut:
“Historically, at least, interpretivists argued for the uniqueness of human inquiry. They crafted various refutations of naturalistic interpretation of the social sciences (roughly the view that the aims and methods of the social sciences are identical to those of the natural sciences). They held that the mental sciences (Geisteswissenschaften) or cultural sciences (Kulturwissenschaften) were different in kind than the natural sciences (Naturwissenschaften): The goal of the latter is scientific explanation (Erklaren), where as the goal of the former is the grasping or understanding (Verstehen) of the “meaning” of social phenomena.”
Sebelum menjelaskan interpretive seperti tersebut di atas Schwandt menjelaskan bahwa istilah-istilah Konstruktivis, Konstruktivisme, Interpretivis dan Interpretivisme merupakan istilah-istilah yang sehari-hari dipergunakan dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial dan oleh ahli-ahli filsafat. Arti dari istilah-istilah tersebut dibentuk oleh maksud para penggunanya. Konstruktivisme dan interpretivisme berfungsi memberikan alternatif penjelasan lain yang meyakinkan secara metodologi dan filosofi yang berpasangan. Istilah-istilah tersebut sangat tepat untuk disebut konsep yang peka. Walaupun demikian istilah-istilah ini hanya memberikan arahan terhadap apa yang harus diperhatikan dalam penelitian tetapi tidak memberikan penjelasan.
Hal tersebut dapat dilihat dalam pandangan Schwandt sebagai berikut:
“Constructivist, constructivism, interpretivist and interpretivism are terms that routenely appear in the lexicon of social science methodologists and philosophers. Yet, their particular meaning are shaped by the intent of their user. As general descriptors for a loosely coupled family of methodological and philosophical persuasions, these terms are best regarded as sentizing concepts (Blumer, 1954). They steer the interest reader in the general direction of where instances of particular kind of inquiry can be found. However they “merely suggest directions along which to look” rather than provide descriptions of what to see.”
Dari penjelasan-penjelasan Schwandt tersebut dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme, dan interpretivisme merupakan dua istilah yang dipahami secara berpasangan untuk mendapatkan makna dari suatu fenomena sosial. Konstruktivisme dan interpretivisme ini biasanya dipergunakan oleh ilmu pengetahuan mental (Geisteswissenschaften) dan ilmu pengetahuan budaya (Kulturwissenschaften).

Sedang menurut Guba dan Denzin & Lincoln, konstruktivisme merupakan paradigma.Dalam buku Paradigm Dialog karangan Guba, maupun Handbook of Qualitative Research karangan Denzin & Lincoln interpretivisme tidak disebut-sebut sebagai suatu paradigma. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa interpretive hanyalah merupakan metode analisis yang dipergunakan oleh kaum Konstruktivis untuk mendapatkan makna dari suatu fenomena. Dan dari penjelasan Schwandt pada alinea pertama di atas juga nyata/jelas bahwa interpretive juga digunakan oleh hermeneutik dan fenomenologi, yang keduanya juga merupakan metode analisis sebagai kritik terhadap aliran ilmu pengetahuan alam dan positivisme yang menggunakan logika emperisme. Berbeda dengan ilmu pengetahuan alam yang bertujuan memberikan penjelasan (erklaren) maka interpretive bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen).
Untuk menjelaskan perbedaan fenomena dengan makna dibalik fenomena (noumenon), penulis akan mengutip uraian Spradley (1997: 5-6) dalam bukunya “The Etnographic Interview” yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Metode Etnografi” sebagai berikut:
“Tiga orang anggota kepolisian yang sedang memberikan pijitan jantung dan bantuan oksigen kepada seorang wanita korban serangan jantung, tetapi malah diserang oleh segerombolan yang terdiri atas 75 sampai 100 orang yang jelas-jelas tidak memahami upaya yang sedang dilakukan polisi. Anggota polisi lain menghadang gerombolan yang kebanyakan berbahasa Spanyol itu sampai sebuah ambulan datang. Para anggota kepolisian itu menjelaskan kepada kerumunan orang itu mengenai apa yang mereka kerjakan, tetapi kerumunan itu tetap beranggapan bahwa para anggota polisi itu memukul wanita tersebut. Meskipun upaya keras telah dilakukan oleh anggota polisi namun korban serangan jantung itu, Evangelica Echevacria, 59 tahun, meninggal dunia.”
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun menghadapi peristiwa atau fenomena yang sama yaitu seorang wanita yang mendapat serangan jantung, sehingga perlu diselamatkan kemudian diberi bantuan oleh polisi, namun peristiwa tersebut diinterpretasikan sangat berbeda oleh kelompok masyarakat tadi dengan polisi. Polisi berdasarkan kebudayaannya menginterpretasikan wanita itu mengalami gangguan jantung, sehingga perlu diselamatkan dengan memberikan pijitan jantung dan memberikan oksigen kepada wanita itu. Sedang gerombolan itu mengamati peristiwa yang sama tetapi dengan interpretasi yang berbeda. Gerombolan itu berdasarkan kebudayaannya menginterpretasikan tingkah laku polisi sebagai tindak kekerasan karena dipersepsikan memukul, dan gerombolan itu bertindak untuk menghentikan perbuatan polisi yang mereka pandang sebagai perbuatan jahat.

Dari contoh peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1) Interpretasi terhadap makna kejadian antara polisi dan gerombolan sangat berbeda.
2) Perbedaan interpretasi terhadap makna kejadian tersebut disebabkan latarbelakang budaya yang berbeda.
Untuk memantapkan penjelasan bahwa suatu peristiwa atau fenomena yang sama dapat dimaknai secara berbeda, penulis mencoba menambah contoh dengan mengutip contoh yang diberikan oleh Clifford Geertz (1992: 7 – 8) “The Interpretation of Cultures, Selected Essays” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul: “Tafsir Kebudayaan”. Geertz memberikan contoh tentang anak yang mengedipkan mata. Perilaku mengedipkan mata dapat memiliki makna yang berbeda-beda. Pertama, anak yang mengedipkan mata hanya karena kedutan. Di sini anak yang mengedipkan matanya mempunyai makna adalah karena kedutan. Kedua, anak yang mengedipkan mata karena memberi isyarat. Disini anak melakukan kedipan mata dengan sengaja untuk memberi isyarat, misalnya saat dimulainya suatu persekongkolan dengan sekelompok anak lain. Ketiga, anak mengedipkan mata karena sedang latihan atau melatih orang lain untuk bermain badut-badutan.
Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa perilaku yang sama yaitu mengedipkan mata ternyata dapat mengandung makna yang berbeda-beda. Menurut Geertz (1992: 6) untuk dapat memahami makna tersebut seseorang harus melakukan “thick description” (“lukisan mendalam”), yang pada hakikatnya sama dengan melakukan interpretasi. Kesimpulan ini analog dengan pernyataan Geertz (1992: 5) sebagai berikut: “Dengan percaya pada Max Weber bahwa manusia adalah seekor binatang yang bergantung pada jaringan-jaringan makna yang ditenunnya sendiri, saya menganggap kebudayaan sebagai jaringan-jaringan itu, dan analisis atasnya tidak merupakan ilmu eksperimental untuk mencari hukum, melainkan sebuah ilmu yang bersifat interpretif untuk mencari makna.”

b. Hermeneutik

Berikut akan dijelaskan pengertian Hermeneutik serta fungsi dan statusnya dalam ilmu pengetahuan kemanusiaan (Geisteswissenschaften) dan ilmu pengetahuan budaya (Kulturwissenschaften).
Interpertive, hermeneutik maupun fenomenologi merupakan metode analisis yang mempunyai tujuan yang sama yakni mencari pemahaman yang mendalam (verstehen) atau dengan kata lain mencari makna di balik fenomena. Cara yang dilakukan adalah melakukan interpretasi terhadap suatu fenomena. Kalau demikian apa bedanya antara interpretive dengan hermeneutik? Untuk itu akan dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan hermeneutik.
Secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuin yang berarti menafsirkan. Maka kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan penafsiran atau interpretasi. Istilah Yunani ini mengingatkan pada tokoh mitologis yang bernama Hermes, yaitu utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan dewa Jupiter kepada manusia. Tugas Hermes adalah menerjemahkan pesan-pesan dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia. Oleh karena itu fungsi Hermes sangat penting karena apabila terjadi kesalahpahaman tentang pesan-pesan dewa-dewa akan berakibat fatal bagi seluruh umat manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan pesan dewa-dewa ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh para pendengarnya. Sejak saat itu Hermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasil tidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara bagaimana pesan itu disampaikan (Sumaryono, 1993: 24). Oleh karena itu, hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai “proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti”. Batasan umum ini selalu dianggap benar, baik hermeneutik dalam pandangan klasik maupun dalam pandangan modern

Hermeneutik dalam pandangan klasik akan mengingatkan kepada apa yang ditulis oleh Aristoteles dalam Peri Hermeneias atau De Interpretatione. Yaitu: bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan. Sebagaimana seseorang tidak mempunyai kesamaan bahasa tulisan dengan orang lain, maka demikian pula ia tidak mempunyai kesamaan bahasa ucapan dengan orang lain. Akan tetapi pengalaman-pengalaman mentalnya yang disimbolkannya secara langsung itu adalah sama untuk semua orang sebagaimana juga pengalaman-pengalaman imajinasi kita untuk menggambarkan sesuatu (De Interpretatione, I. 16. a. 5 dalam Sumaryono, 1993: 24).
Pada masa itu Aristoteles sudah menaruh minat terhadap interpretasi. Menurut Aristoteles, tidak ada satu pun manusia yang mempunyai baik bahasa tulisan maupun bahasa lisan yang sama dengan lain. Bahasa sebagai sarana komunikasi antara individu dapat juga tidak berarti sejauh orang yang satu berbicara dengan yang lain dengan bahasa yang berbeda. Bahkan pengalihan arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain juga dapat menimbulkan banyak problem. Manusia juga mempunyai cara menulis yang berbeda-beda. Kesulitan itu akan muncul lebih banyak lagi jika manusia saling mengomunikasikan gagasan-gagasan mereka dalam bahasa tertulis (Sumaryono, 1993: 24).
Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun manusia mempunyai pengalaman mental yang sama, misalnya susah, gembira, kecewa, bangga, simpati, benci, rindu dan lain-lain, tetapi pengungkapan dalam bahasa baik bahasa tulisan maupun lisan berbeda. Begitu pula walaupun mempunyai pengalaman mental yang sama seperti sakit, ekspresi lisan orang yang satu dengan orang lain tidak sama. Demikian pula dalam berkomunikasi, walaupun mereka berkomunikasi dalam bahasa yang sama, belum tentu mereka memiliki pemahaman yang sama. Bahkan dalam pengalihan bahasa (penerjemahan) dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain dapat menimbulkan banyak persoalan.
Pengungkapan pengalaman mental ke dalam kata-kata yang diucapkan atau ditulis ke dalam kata-kata yang diucapkan atau ditulis mempunyai kecenderungan dasar untuk mengerut atau menyempit. Sebuah pengalaman mental atau sebuah konsep mempunyai nuansa yang kaya dan beranekaragam. Tetapi kekayaan dan keanekaragaman nuansa tersebut tidak dapat tercakup seluruhnya dalam sebuah kata yang diucapkan atau ekspresi yang diperlihatkan. Kita sering mengungkapkan pengalaman mental ke dalam kata-kata atau ungkapan yang biasa dipakai orang pada umumnya, kita tidak berusaha mengungkapkan dengan kata-kata yang lebih baik dan lebih jelas. Orang pada umumnya mengungkapkan kesedihan atau kegembiraan sebagaimana orang biasanya berbuat. Mereka pada umumnya tidak mengungkapkan nuansa-nuansa dan corak khusus dari pengalamannya sendiri yang bersifat pribadi. Apabila kita berbicara, maka kata-kata yang kita ucapkan pada dasarnya lebih sempit bila dibandingkan dengan buah pikiran atau pengalaman kita. Apabila kita menuliskan pengalaman kita, maka kata-kata yang tertulis, juga menjadi lebih sempit artinya.
Pada dasarnya hermeneutik berhubungan dengan bahasa. Manusia menyampaikan hasil pemikirannya melalui bahasa, kita berbicara dan menulis dengan bahasa. Kita memahami sesuatu dan menginterpretasikan sesuatu melalui bahasa. Begitu pula mengapresiasi sesuatu seni dengan bahasa, atau mengungkapkan kekaguman karya seni dengan bahasa, dan lain-lain. Hermeneutik membantu kita untuk menginterpretasikan makna yang terkandung dalam bahasa yang tertulis dalam buku, dokumen, majalah, surat dan lain-lain, agar makna yang kita tangkap sesuai dengan makna yang dimaksud oleh penulisnya.
Disiplin ilmu yang pertama yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci. Sebab semua karya yang mendapatkan inspirasi Ilahi seperti Al-Quran, kitab Taurat, kitab-kitab Veda, dan Upanishad supaya dapat dimengerti memerlukan interpretasi atau hermeneutik (Sumaryono, 1993: 28).
c. Fenomenologi
1) Pengertian Fenomenologi
Sebelum diuraikan Fenomenologi sebagai metoda analisis dalam Penelitian Kualitatif, akan diuraikan lebih dulu pengertian Fenomenologi.
Berdasarkan faham Fenomenologi, dalam / berkenaan dengan pengetahuan manusia terdapat dua hal yang pokok yaitu subjek yang ingin mengetahui dan objek yang akan diketahui. Subjek dan objek ini dapat dibedakan secara jelas dan tegas, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya harus ada, keduanya merupakan satu kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia. Oleh Sonny Keraf dan Mikhael Dua (2001: 19) dinyatakan: “Supaya ada pengetahuan, keduanya niscaya ada, Yang satu tidak pernah ada tanpa yang lain…..”. Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Merleau Ponty (dalam Bertens, 1985: 345) yang menyatakan: “Ia (fenomenologi) sangat menekankan hubungan dialektis antara subjek dan dunianya: tidak ada subjek tanpa dunia dan tidak ada dunia tanpa subjek”. Oleh karena itu menurut Husserl agar terwujud pengetahuan, subjek harus terarah pada objek agar dapat diketahui sebagaimana adanya, sebaliknya objek harus terbuka kepada subjek agar dapat pula diketahui sebagaiman adanya.

Di sini perlu dipahami bahwa keterarahan subjek kepada objek hanya akan menghasilkan pengetahuan apabila subjek yaitu manusia memiliki kesamaan-kesamaan dengan objek yang diamati. Kalau tidak, objek tidak mungkin dapat diketahui, objek akan berlalu begitu saja. Dengan kata lain pengetahuan itu hanya mungkin terwujud apabila manusia itu sendiri memiliki kesamaan dengan objek sebagai realitas di alam semesta ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hanya melalui dan berkat unsur jasmaninya manusia dapat mengetahui objek yang berada di sekitarnya. Tanpa itu manusia tidak mampu mengetahui dunia dan segala isinya. Pada tingkat ini pengetahuan manusia dianggap bersifat temporal, kongkret, jasmani, inderawi. Tetapi manusia tidak hanya memiliki tubuh jasmani, melainkan juga memiliki jiwa atau dalam hal ini akal budinya sehingga mampu mengangkat pengetahuan yang bersifat temporal, kongkret, jasmani-inderawi ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi yaitu tingkat abstrak dan universal. Ini berarti manusia berkat akal budinya tidak hanya dapat mengetahui pengetahuan yang kongkret yang ditangkap melalui pengamatan indera tetapi dimungkinkan mencapai pengetahuan yang abstrak dan universal yang berlaku umum bagi objek apa saja pada tempat dan waktu mana pun.
Fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl (1859 – 1938) merupakan metoda untuk menjelaskan fenomena dalam kemurniannya. Fenomena adalah segala sesuatu yang dengan suatu cara tertentu tampil dalam kesadaran manusia. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun berupa kenyataan (Husserl dalam Delfgaauw, 1988: 105). Selanjutnya dikatakan yang penting ialah pengembangan suatu metoda yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya. Untuk tujuan itu fenomenolog hendaknya memusatkan perhatiannya kepada fenomena tersebut tanpa disertai prasangka sama sekali. Seorang fenomenolog hendaknya menanggalkan segenap teori, pranggapan serta prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya.
Memahami fenomena sebagaimana adanya merupakan usaha kembali kepada barangnya sebagaimana penampilannya dalam kesadaran. Barang yang tampil sebagaimana adanya dalam kesadaran itulah fenomena (Husserl dalam Delfgaauw, 1988: 105).
Usaha kembali kepada fenomena ini memerlukan pedoman metodik. Tidak mungkin untuk melukiskan fenomena-fenomena sampai pada hal-hal yang khusus satu demi satu. Yang pokok adalah menangkap hakekat fenomena-fenomena. Oleh karena itu metoda tersebut harus dapat menyisihkan hal-hal yang tidak hakiki, agar hakekat ini dapat mengungkapkan diri sendiri. Yang demikian bukan suatu abstraksi, melainkan intuisi mengenai hakekat sesuatu (Husserl dalam Delfgaauw, 1988: 105).
Selanjutnya dijelaskan bahwa kesadaran tidak pernah sacara langsung terjangkau sebagaiman adanya, karena pada hakekatnya bersifat intensional, artinya terarah pada sesuatu yang bukan merupakan kesadaran itu sendiri. Pengamatan serta pemahaman, pembayangan serta penggambaran, hasrat serta upaya, semuanya senantiasa bersifat intensional, terarah kepada sesuatu. Hanya dengan melakukan analisis mengenai intensionalitas ini kesadaran itu dapat ditemukan. Untuk itu seorang fenomenolog harus sangat cermat “menempatkan diantara tanda kurung” kenyataan dunia luar agar fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran. Penyekatan dunia luar ini memerlukan metoda yang khas. Metoda tersebut disebut reduksi fenomenologik atau epoche (Husserl dalam Delfgaauw, 1988: 106). Reduksi tersebut terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu reduksi eidetik yang memperlihatkan hakekat (eidos) dalam fenomena, dan reduksi transendental yang menempatkan dalam “tanda kurung” setiap hubungan antara fenomena dengan dunia luar. Melalui kedua macam reduksi ini dapat dicapai kesadaran transendental, sedangkan kesadaran terhadap pengalaman emperik sebetulnya hanya merupakan bentuk pengungkapan satu demi satu dari kesadaran transendental.

Sedang Calra Willig (1999: 51) menjelaskan bahwa Fenomenologi Transendental yang diformulasikan oleh Husserl pada permulaan abad ke 20 menekankan dunia yang menampilkan dirinya sendiri kepada kita sebagai manusia. Tujuannya ialah agar kembali ke barangnya/bendanya sendiri sebagaimana mereka tampil kepada kita dan mengesampingkan atau mengurung apa yang telah kita ketahui tentang mereka. Dengan kata lain fenomenologi tertarik pada dunia seperti yang dialami manusia dengan konteks khusus, pada waktu khusus, lebih dari pernyataaan abstrak tentang kealamiahan dunia secara umum. Fenomenologi menekankan fenomena yang tampil dalam kesadaran kita ketika kita berhadapan dengan dunia sekeliling kita (“Transendental phenomenologi, as formulated by Husserl in the early twentieth century, is concerned with the world as it presents itself to us as humans. Its aim was to return to things themselves, as they appear to us perceivers, and to set aside, or bracket, that which we (think) we already know about them. In other words, phenomenology is interested in the world as it is experienced by human beings within particular contexts and at particular times, rather than in abstract statements about the nature of the world in general. Phenomenology is concerned with the phenomena that appear in our consciousness as we engage with the world around us”).
Menurut perspektif fenomenologi, tidak masuk akal untuk berpikir/berpendapat bahwa dunia objek dan subjek terpisah dari pengalaman kita. Ini dikarenakan seluruh objek dan subjek pasti hadir kepada kita sebagai sesuatu, dan manifestasinya seperti ini atau itu membentuk realitasnya pada suatu saat manapun. Penampilan suatu objek sebagai fenomena perseptual bervariasi menurut lokasi dan konteks, segi pandang subjek, dan terpenting, orientasi mental dari subjek (misalnya hasrat, kebijakan, penilaian, emosi, maksud dan tujuan). Inilah yang disebut intensionalitas. Intensionalitas membiarkan objek menampakan diri sebagai fenomena. Ini berarti bahwa “diri dan dunia merupakan komponen-komponen makna yang tidak dapat dipisahkan” (Moustakas, 1994: 28). Di sini makna bukan merupakan sesuatu yang ditambahkan pada persepsi, sebagai sesuatu yang dipikirkan sesudah persepsi. Sebaliknya persepsi selalu bersifat intensional, oleh karena itu merupakan unsur konstitutif pengalaman itu sendiri. Akan tetapi pada waktu yang sama fenomenologi transendental mengakui bahwa persepsi kurang lebih dapat menyatu dengan ide-ide atau keputusan-keputusan. Fenomenologi mengidentifikasikan strategi-strategi yang dapat membantu putusan memokuskan diri “di mana letak kemurnian fenomenologi” (Husserl, 1931: 262), dan memantulkan apa yang kita bawa serta pada aktivitas persepsi dengan merasa, berpikir, mengingat dan memutuskan. Hal ini merupakan implikasi metodologi

2) Metode Fenomenologi

Metode fenomenologi derivasi (diturunkan dari asalnya) fenomenologi, membentuk bagian sentral yang disebut fenomenologi transendental. Husserl menyatakan adalah mungkin mentransendensikan prasangka dan bias, dan mengalami suatu keadaan kesadaran yang belum direfleksikan, yang memungkinkan kita menggambarkan fenomena sebagai mana mereka yang menampakkan dirinya sendiri kepada kita. Husserl mengidentifikasikan serangkaian tahap akan membantu filsof dari persepsi segar tentang fenomena yang dikenal ke upaya menggali ciri khusus fenomena. Pengetahuan yang berasal dari cara ini akan bebas dari penjelasan akal sehat dan ilmiah dan interpretasi-interpretasi atau abstraksi-abstraksi yang menjadi ciri pemahaman yang lain. Pengetahuan seperti itu akan menjadi suatu pengetahuan tentang dunia sebagai ia menampakkan kepada kita dalam hubungan kita dengannya.

Selanjutnya dijelaskan bahwa metoda fenomenologi dalam memperoleh pengertian meliputi 3 (tiga) fase perenungan yang membedakan yaitu: epoche, reduksi fenomenologi dan variasi imajinatif. Epoche mensyaratkan penundaan perkiraan dan asumsi, penilaian dan interprestasi untuk memungkinkan kita menyadari secara penuh keberadaan apa yang nyata. Pada tahap reduksi fenomenologi kita menggambarkan fenomena yang menampakkan dirinya kepada kita secara total/utuh. Penggambaran itu juga meliputi ciri-ciri fisik seperti bentuk, ukuran, warna, dan juga ciri-ciri pengalaman seperti pemikiran dan perasaan yang muncul dalam kesadaran kita ketika kita mengarah ke fenomena. Melalui reduksi fenomenologi kita mengidentifikasi unsur-unsur hakiki pengalaman kita akan fenomena. Dengan kata lain kita menjadi sadar tentang pengalaman seperti adanya. Variasi imajinatif meliputi usaha mencapai susunan komponen struktural fenomena yaitu apabila reduksi fenomenologi bertalian dengan “apa” yang dialami (yakni teksturnya), variasi imajinatif menanyakan “bagaimana” pengalaman itu mungkin (yaitu strukturnya). Tujuan variasi imajinasi adalah mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan fenomena dan tanpa kondisi-kondisi tersebut tidak mungkin fenomena itu akan menjadi sebagaimana adanya. Kondisi ini dapat meliputi waktu, ruang atau hubungan-hubungan sosial. Akhirnya gambaran tekstural dan struktural diintegrasikan untuk sampai pada pemahaman tentang esensi fenomena

3) Fenomenologi dan Psikologi

Menurut Willig meskipun fenomenologi transcendental dipahami sebagai sistem pemikiran filsafat, rekomendasi metodologinya telah terbukti menarik minat peneliti ilmu pengetahuan sosial umumnya dan psikologi khususnya. Hal ini disebabkan fenomenologi memfokuskan diri pada isi kesadaran dan pengalaman individu tentang dunia, seperti yang dinyatakan oleh Kvale (1996 b: 53) sebagai berikut:
Fenomenologi berminat menguraikan apa yang nampak maupun cara bagaimana sesuatu itu menampakkan diri. Fenomenologi mempelajari perspektif subjek tentang dunianya; berusaha menjelaskan secara detail isi dan kesadaran subjek, berusaha menangkap keragaman kualitatif dari pengalaman-pengalaman mereka dan mengungkapkan makna-makna yang esensiil pengalaman-pengalaman tersebut.
Selanjutnya dijelaskan: Penelitian fenomenologi empiris dalam psikologi telah dirintis dan diaplikasikan secara ekstentif di Universitas Duquesne di Amerika Serikat (lihat Van Kaam 1959, 1994; Georgi 1970, 1990; Georgi et al 1975). Topik-topik penelitian fenomenologi meliputi: “pemahaman perasaan” (Van Kaam 1959), “belajar” (Georgi 1975, 1985), “jadi korban” (Fisher dan Wertz, 1979), “amarah” (Stevick 1971), dan banyak fenomena yang lain dari pengalaman manusia. Kenyataanya pengalaman manusia dapat dianalisis secara fenomenologis. Inilah alasan lain mengapa fenomenologi merupakan pendekatan yang menarik bagi peneliti-peneliti psikologi. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam fokus dan penekanan antara fenomenologi transcendental dan penggunaan metoda fenomenologi dalam psikologi.
Spinelli (1989) menunjukan bahwa psikologi fenomenologi lebih memperhatikan keberagaman dan variasi pengalaman manusia daripada mengidentifikasi esensi-esensi dalam pengertian Husserl. Tambahan pula penelitian-penelitian fenomenologi dalam psikologi, jika ada mengklaim bahwa tidak mungkin “menyingkirkan” seluruh prasangka dan bias dalam suatu perenungan tentang suatu fenomena. Agaknya, usaha memberi tanda kurung pada fenomena, hanya untuk memungkinkan peneliti melakukan pengujian secara kritis atas cara biasa untuk mengetahui sesuatu. Akhirnya sangat penting untuk melakukan pembedaan antara perenungan fenomenologi tentang suatu objek atau kejadian sebagaimana ia menampakan diri kepada peneliti, dan analisis fenomenologi atas laporan pengalaman khusus seperti yang disampaikan oleh peneliti terlibat. Perenungan fenomenologis menuntut (mensyaratkan) intropeksi oleh seseorang terhadap pengalamannya sendiri, sementara analisis terhadap laporan pengalaman terlibat merupakan upaya “masuk ke dalam” pengalaman orang lain atas dasar deskripsi mereka tentang pengalamannya. Dalam penelitian psikologi fenomenologis laporan pengalaman terlibat dijadikan fenomena yang dianalisis oleh peneliti.

Sumber dari buku karya Prof Heru Basuki