Tipe Kepemimpinan

Tipe Kepemimpinan

Tipe kepemimpinan akan identik dengan gaya kepemimpinan seseorang. Tipe kepemimpinan yang secara luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah

1. Tipe Otokratik

Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Dengan egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan persepsi yang demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya dalam bentuk

§ Kecenderungan memperlakukan bawahan sama dengan alat lain dalam organisasi

§ Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas

§ Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan

Sikap pemimpin demikian akan menampakkan diri pada perilakunya dalam berinteraksi dengan bawahannya, misalnya tidak mau menerima saran dan pandangan bawahannya, menonjolkan kekuasaan formal.

Dengan persepsi, nilai, sikap, dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan

* Menuntut ketaatan penuh bawahannya
* Menegakkan disiplin dengan kaku
* Memberikan perintah atau instruksi dengan keras
* Menggunakan pendekatan punitip dalam hal bawahan melakukan penyimpangan.

2. Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin ini umumnya terdapat pada masyarakat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

* Kuatnya ikatan primordial
* Extended family system
* Kehidupan masyarakat yang komunalistik
* Peranan adat istiadat yang kuat
* Masih dimungkinkan hubungan pribadi yang intim

Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan. Nilai tersebut mengejawantah dalam sikapnya seperti kebapakan, terlalu melindungi bawahan. Sikap yang demikian tercermin dalam perilakunya berupa tindakannya yang menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang mengetahui segala kehidupan organisasional, pemusatan pengambilan keputusan pada diri pemimpin. Dengan penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada kebersamaan, gaya kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung, kebapakan dan guru.

3. Tipe Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin itu.

4. Tipe Laissez Faire

Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan yang berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.

Nilai yang dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab.

Nilai yang tepat dalam hubungan atasan –bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar. Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya akan dicirikan oleh

* Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
* Pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat pimpinan yang lebih rendah
* Status quo organisasional tidak terganggu
* Pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan
kepada anggota organisasi
* Intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimal

5. Tipe Demokratik

Ditinjau dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya, misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dalam hal menindak bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja, cenderung bersifat korektif dan edukatif. Perilaku kepemimpinannya mendorong bawahannya untuk menumbuhkembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Karakteristik lainnya adalah kecepatan menunjukkan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi.

Berdasarkan persepsi, nilai, sikap, dan perilaku, maka gaya kepemimpinannya biasanya mengejawantah dalam hal:

Pandangan bahwa sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, hanya dapat digunakan oleh manusia dalam organisasi untuk pencapaian tujuan dan sasarannya.

Selalu mengusahakan pendelegasian wewenang yang praktis dan realistik

Bawahan dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan

Kesungguhan yang nyata dalam memperlakukan bawahan sebagai mahluk politik, sosial, ekonomi, dan individu dengan karakteristik dan jati diri yang khas

Pengakuan bawahan atas kepemimpinannya didasarkan pada pembuktian kemampuan memimpin organisasi dengan efektif.

Baca Artikel Lain

Contoh Surat Jaminan;>>>> Baca

Komunikasi Dan Self-disclosure;>>>> Baca

Kehidupan Kota Memerlukan Kontrol Sosial Terhadap Penyimpangan;>>>>>>>> Baca

Teori-teori Dalam Kepemimpinan;>>>>>>>> Baca

Kumpulan Link berbagai Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

Kekuasaan – Pengaruh dalam Kepemimpinan

Kekuasaan – Pengaruh dalam Kepemimpinan

Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah melibatkannya ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan dapat dianggap sebagai “modalitas” dalam kepemimpinan, dalam arti sebagai cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.Atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten ditunjukkan dan sebagai yang diketahui oleh pihak lain ketika seseorang berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap saat dan yang dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal ataupun menilai kepemimpinan seseorang. Namun demikian, gaya kepemimpinan seseorang tidaklah bersifat “fixed”. Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi tersebut, meskipun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara. Pada pihak lain, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen atau watak, dan kepribadian sendiri yang unik/khas, sehingga tingkah laku dan gayanyalah yang membedakannya dari orang lain. Gaya/style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.

Tipe kepemimpinan seseorang menurut Sondang P Siagian (1994: 27-45) dapat dianalisis dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan:

Ø Persepsi seorang pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin
Ø Nilai-nilai yang dianut
Ø Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi
Ø Perilaku dalam memimpin
Ø Gaya kepemimpinan yang dominant

Prinsip pertama dalam kepemimpinan adalah adanya hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Tanpa yang dipimpin tidak ada orang yang perlu memimpin. Prinsip kedua adalah bahwa pemimpin yang efektif menyadari dan mengelola secara sadar dinamika hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin (Richard Beckhard, 1995:125-126).

Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah satu aspek semata-mata, melainkan antara sifat, perilaku, dan kekuasaan-pengaruh saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Kekuasaan-pengaruh mempunyai peranan sebagai daya dorong bagi setiap pemimpin dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah perilaku yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan organisasi.

Kekuasaan

Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183).

Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi antara “position power” (kekuasaan karena kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan pribadi). Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut. Termasuk dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari

a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.

Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok. Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam organisasi. Teori tersebut adalah

* Social Exchange Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa waktu antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert power dan kewenangan.

* Strategic Contingencies Theory, menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari subunit tersebut.

Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang mempunyai position power yang cukup, sering tergoda untuk membuat banyak orang tergantung padanya daripada mengembangkan dan menggunakan expert power dan referent power. Sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin yang mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang pemimpin yang tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami kesukaran dalam mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam organisasi. Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk mempunyai position power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal akan bervariasi tergantung situasi.

Sedangkan dalam personal power, seorang pemimpin yang mempunyai expert power atau daya tarik karismatik sering tergoda untuk bertindak dengan cara-cara yang pada akhirnya akan mengakibatkan kegagalan.

Pengaruh
Sebagai esensi dari kepemimpinan, pengaruh diperlukan untuk menyampaikan gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau rencana dan untuk memotivasi orang lain agar mendukung dan melaksanakan berbagai keputusan.
Jika kekuasaan merupakan kapasitas untuk menjalankan pengaruh, maka cara kekuasaan itu dilaksanakan berkaitan dengan perilaku mempengaruhi. Oleh karena itu, cara kekuasaan itu dijalankan dalam berbagai bentuk perilaku mempengaruhi dan proses-proses mempengaruhi yang timbal balik antara pemimpin dan pengikut, juga akan menentukan efektivitas kepemimpinan.
Jenis-jenis spesifik perilaku yang digunakan untuk mempengaruhi dapat dijadikan jembatan bagi pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan.

Sejumlah studi telah mengidentifikasi kategori perilaku mempengaruhi yang proaktif yang disebut sebagai taktik mempengaruhi, antara lain :

* Persuasi Rasional:

Pemimpin menggunakan argumentasi logis dan bukti faktual untuk mempersuasi pengikut bahwa suatu usulan adalah masuk akal dan kemungkinan dapat mencapai sasaran.

* Permintaan Inspirasional:

Pemimpin membuat usulan yang membangkitkan entusiasme pada pengikut dengan menunjuk pada nilai-nilai, ide dan aspirasi pengikut atau dengan meningkatkan rasa percaya diri dari pengikut.

* Konsultasi:

Pemimpin mengajak partisipasi pengikut dalam merencanakan sasaran, aktivitas atau perubahan yang untuk itu diperlukan dukungan dan bantuan pengikut atau pemimpin bersedia memodifikasi usulan untuk menanggapi perhatian dan saran dari pengikut.

* Menjilat:

Pemimpin menggunakan pujian, rayuan, perilaku ramah-tamah, atau perilaku yang membantu agar pengikut berada dalam keadaan yang menyenangkan atau mempunyai pikiran yang menguntungkan pemimpin tersebut sebelum meminta sesuatu.

* Permintaan Pribadi:

Pemimpin menggunakan perasaan pengikut mengenai kesetiaan dan persahabatan terhadap dirinya ketika meminta sesuatu.

* Pertukaran:

Pemimpin menawarkan suatu pertukaran budi baik, memberi indikasi kesediaan untuk membalasnya pada suatu saat nanti, atau menjanjikan bagian dari manfaat bila pengikut membantu pencapaian tugas.

* Taktik Koalisi:

Pemimpin mencari bantuan dari orang lain untuk mempersuasi pengikut agar melakukan sesuatu atau menggunakan dukungan orang lain sebagai suatu alasan bagi pengikut untuk juga menyetujuinya.

* Taktik Mengesahkan:

Pemimpin mencoba untuk menetapkan validitas permintaan dengan menyatakan kewenangan atau hak untuk membuatnya atau dengan membuktikan bahwa hal itu adalah konsisten dengan kebijakan, peraturan, praktik atau tradisi organisasi.

* Menekan:

Pemimpin menggunakan permintaan, ancaman, seringnya pemeriksaan, atau peringatan-peringatan terus menerus untuk mempengaruhi pengikut melakukan apa yang diinginkan.

Pilihan mengenai perilaku mempengaruhi tergantung pada position power dan personal power yang dimiliki pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya pada situasi tertentu. Perilaku mempengaruhi seorang pemimpin secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang dipimpin baik berupa komitmen, kepatuhan maupun perlawanan. Hasil dari proses mempengaruhi, juga mempunyai efek umpan balik terhadap perilaku pemimpin.Selain itu, dampak kekuasaan pemimpin pada dasarnya tergantung pada apa yang dilakukan pemimpin dalam mempengaruhi orang yang dipimpin.Dengan demikian, hasil dari usaha mempengaruhi merupakan akumulasi dari keterampilan mempengaruhi, perilaku mempengaruhi, dan kekuasaan pemimpin.

Baca Artikel Lain

Contoh Surat Jaminan;>>>> Baca

Komunikasi Dan Self-disclosure;>>>> Baca

Perencanaan Penggunaan Media dalam Perencanaan Komunikasi;>>>>>>>> Baca

Implikasi Karakteristik Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan Pendidikan;>>>>>>>> Baca

Teknik Lobi dan Negosiasi;>>>>>>>>> Baca

Kumpulan Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

Teori-teori dalam Kepemimpinan

Teori-teori dalam Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan.

Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain :

Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan
Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.

Sebab-sebab munculnya pemimpin
Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:

a.Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin.
Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri
b.Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan

Syarat-syarat kepemimpinan
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.

Tipe dan gaya kepemimpinan
Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya berbeda dari orang lain.

Teori-teori dalam kepemimpinan pada umumnya menunjukkan perbedaan karena setiap teoritikus mempunyai segi penekanannya sendiri yang dipandang dari satu aspek tertentu.

Teori-teori dalam Kepemimpinan

1. Teori Sifat

Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:

– pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
– sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
– kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

2. Teori Perilaku

Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:

a. konsiderasi dan struktur inisiasi

Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.

b. berorientasi kepada bawahan dan produksi

perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.

Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.

Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)

3. Teori Situasional

Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah

* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.

Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan” :

Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.

Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:

* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Model Situasional

Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah

* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.

d. Model ” Jalan- Tujuan ”

Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :

Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.

Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.

Baca Artikel Lain

Contoh Surat Jaminan;>>>> Baca

Komunikasi Dan Self-disclosure;>>>> Baca

Perencanaan Penggunaan Media dalam Perencanaan Komunikasi;>>>>>>>> Baca

Perencanaan Pembelajaran Seni Rupa di Taman Kanak-kanak;>>>>>>>>> Baca

Bukti Audit dan Kertas Kerja Audit;>>>>>>>>> Baca

Kumpulan Artikel yang lain;>>>>>>>>> Baca

Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen

Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen

Hampir pada semua literatur manajemen memberikan rumusan yang jelas mengenai apa yang dimaksudkan dengan manajemen tersebut. Suatu rumusan yang sering dikemukakan ialah bahwa manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang-orang lain. Dengan demikian manajer ialah orang yang senantiasa memikirkan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Walaupun demikian antara keduanya terdapat £erbedaan yang penting untuk diketahui. Pada hakekatnya kepemimpinan mempunyai pengertian agak luas dibanidingkan dengan manajemen. Manajemen adalah jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Kunci perbedaan di antara kedua konsep pemikiran tak terjadi setiap saat dan di mana pun asalkan ada seseorang yang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Dengan demikian kepemimpinan bisa saja karena berusaha mencapai tujuan seseorang atau tujuan kelompok, dan itu bisa saja sama atau tidak selaras dengan tujuan organisasi. Dalam arti yang luas kepemimpinan yang dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh beberapa rumusan pengertian di atas dan beberapa rumusan lain bahwa kepemimpinan adalah kegiatan un£uk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Di sini menurut kami, kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturarvaturan atau tatakrama birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu. Kepemimpinan.bisa terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu. Seorang ulama dapat diikuti orang-orang lain dan pengaruhnya besar sekali terhadap orang-orang di daerahnya, tidak harus terlebih dahulu diikat oleh aturan-aturan atau ketehtuan-ketentuan organisasi yang sering dinamakan birokrasi. Konkritnya, seorang kiyai atau ulama, besar pengaruhnya, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku seorang Bupati Daerah di dalam memimpin daerahnya, tidak harus terlebih dahulu kiyai tersebut menjadi pegawai di Kabupaten. Jadi di sini kepemimpinan mempunyai-ciri tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Dan tidak dibatasi oleh jalur komunikasi struktural, melainkan bisa menjalin jalur kerja yang merembes seca’ra luas melampaui jalur struktural.
Apabila kepemimpinan dibatasi oleh tatakrama birokrasi atau dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen, Fungsi-fungsi seperti perencanaan, pengaturan, motivasi dan pengendalian yang sering dipertimbangkan oleh pengarang-pengarang manajemen sebagai fungsi pokok yang tak terpisahkan, setiap kali pembahasan mengenai manajemen menjadi pokok perhatian yang harus dijalankan. Fungsi-fungsi ini relevan pada setiap jenis organisasi dan setiap tingkat hirarki manajemen yang ada dalam organisasi tersebut.
Dari penjelasan di atas maka dapat saja terjadi seorang manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manajer untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan kata lain seorang leader atau pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang leader atau pemimpin.
Jenis Manajemen
Penggolongan manajemen sendiri dapat dilakukan atas dasar status pemilikan organisasi yang bersangkutan, sasarannya dan pertanggung jawabannya. Satu cara penggolongan penampilan jenis-jenis manajemen adalah sebagai berikut:
manajemen sektor usaha swasta – manajemen sektor pemerintah
manajemen organisasi yang tidak mencari kematangan (asosiasi-
asosiasi).
Fungsi-£ungsi Manajemen
Rumusan umum yang sering dipakai menggambarkan fu«g%i-fungsi manajemen sebagai berikut
perencanaan (planning)
pengorganisasian (organizing)
pengarahan (directing)
pengawasan/fcengendalian (controlling).
a. Perencanaan atau planning; adalah kegiatan menentukan sebelumnya sasaran yang ingin dicapai, dan memikirkan cara serta sarana-sarana pencapaiannya. Alokasi sumber-sumber yang amat terbatas, merupakan dasar prinsipiil bagi perencanaan dan pengorganisasian. Perencanaan menentukan terlebih dahulu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan siapa yang harus melaksanakan semua kegiatan. Perencanaan harus meliputi segi-segi teknis, ekonomis, sosial dan pelayanan/service. Jadi, perencanaan menjembatani status sekarang dengan sasaran yang ingin dicapai pada masa mendatang. Sasaran yang ingin dicapai itu menjadi parameter (ukuran perbandingan) bagi setiap pemimpin untuk menentukan: sederetan aktivitas yang harus dilakukan, agar setiap pengikut dan bawahan dapat memberikan kontribusi maksimal dan positif. Termasuk dalam sasaran ialah: maksimalitas keuntungan dengan menghilangkan hambatan-hambatan sebanyak mungkin, kebi jakan yang inovatif, dan penentuan sasaran samping (subobjectives) dengan tujuan utama ialah: mengadakan peramalan/forecasting. Maka peramalan dan penentuan tujuan itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Pengambilan keputusan (decision making) dalam penentuan sasaran yang dituju, penggunaan sarana dan langkah-dangkah konkrit yang akan diambil, semua merupakan bagian dari perencanaan. Ringkasnya, perencanaan mencakup: perkiraan mendatang, dan perkiraan kemunqkinan-kemungkinaan yang akan terjadi; dengan jalan:
memperhitungkan senna sumber yang tersedia;
menentukan tujuan (sasaran atau objectives);
menetapkan kebijakan
menetapkan prosedur dan metode-metode yang tepat, logis dan
sistematis, untuk pendaya-gunaan semua energi dan kegiatan secara
maksimal.
b. Pengorganisasian; adalah pengurusan semua sumber dan tenaga yang
adar dengan landasan konsepsi yang tepat, dan penentuan masing-masing
fungsi (persyaratan tugas, tatakerja, penanggungjawab, dan antar-relasi
dari fungsi-fungsi), sehingga merupakan satu totalitas sistem, di mana
bagian yang satu menunjang dan bergantung (saling bergantung) pada
bagian lainnya. Jadi, pengorganisasian menjalin relasi di antara semua
aktivitas kerjar penggurraan tenaga manusiawi dan pemanfaatan semua
faktor fisik, melalui struktur formal, dengan tugas-tugas dan otoritas
sendir\|-sendiri. Ringkasan tugas pokok dalam pengorganisasian ialah:
(a) Membagi tugas kerja, (b) menentukan kelompok-kelompok/unit-unit
kerja, (c) menentukan tingkatan otoritas, yaitu kewibawaan dan
kekuasaan untuk bertindak secara bertanggung jawab. Dengan adanya
sistem-sistem pembagian kerja dengan tugas-tugas khusus atau
spesialisasi, akan bisa dicapai penghematan waktu, ketrampilan yang
lebih tinggi dan maksimalitas kecepatan kerja. Maka tersusunlah
hierarkhis kerja dengan segala kompleksitasnya; yaitu merupakan unit-
unit kerja sebagai segmen-segmen dari satu totalitas yang bisa dikuasai
dan diperintah langsung. Berlangsunglah kemudian relasi kerja yang baik
dari organisasi yang bersangkutan.
c. Aktualisasi/pengarahan merupakan kegiatan penggerak pengendalian
semua sumber dalam usaha pencapaian sasaran. Merupakan penyatuan dari
semua usaha dan penciptaan ker jasama, sehingga tujuan dapat dicapai
dengan lancar dan lebih efisien.
d. Eengawasan/supervisi; perlu dilaksanakan, agar para pengikut dapat
beker jasama dengan baik kearah pencapaian sasaran-sasaran dan tujuan
umum organisasi. Bangawasan dilakukan untuk mengukur hasil pekerjaan,
dan menghindari penyimpangan-penyimpangan; jika perlu segera melakukan
tindakan-tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan tersebut.
Fungsi staffing diartikan sebagai: alokasi jabatan-jabatan dalam mana pribadi-pribadi tertentu ditugaskan untuk menduduki j aba tan-j aba tan kepemimpinan. Sehingga tersusun hierarkhi kerja yang diinginkan.
Fungsi manajemen lainnya yang tidak kalah pentingnya ialah evaluasi atau penilaian. Penilaian ialah peninjauan kembali dan pengontrolan tugas, agar semua tugas berlangsung dengan tepat, sesuai dengan norma dan standard yang sudah digariskan dalam perencanaan. Setiap prestasi diukur dan dinilai, juga diperbandingkan dengan standar-standar dasar tadi. Jika terdapat kesalahan, kekurangan dan penyimpangan, segera dilakukan revisi atau koreksi.
Jika kontrol dan evaluasi itu lemah dan longgar, biasanya mengakibatkan gagalnya menemukan kelemahan-kelemahan dan penyimpangan-penyimpangan. Jika timbul situasi-situasi yang tidak memuaskan — setelah diadakan evaluasi — maka situasi dapat diatasi dengan jalan sebagai berikut:
Merubah rencana: yaitu meninjau kembali, dan mencdcokkan kembali
semua tingkah laku dengan kebijakan dan perencanaan semula..
Mengadakan reorganisasi, dengan jalan: merubah relasi di antara
aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan, tenaga personil dan
faktor-faktor fisik yang ada, agar tercapai satu ke’seimbangan riil,
dan organisasi dapat berjalan dengan lancar.
Merubah fungsi kepemimpinan, dengan jalan: mengganti anggota-
anggota staf pimpinan, menambah atau mengurangi ketatnya
pengawasan, dan pola komunikasi.
Bsranan Manajer
Peranan menjawab pertanyaan apa yang sebenarnya dilakukan oleh seorang manajer di dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya. Istilah peranan kita pinjam dari panggung teater untuk mencoba menjelaskan apa saja yang bisa dimainkan oleh seorang aktor. Manajer adalah seperti aktor di panggung teater, ia bisa memainkan peranannya sebagai kewajiban yang tidak boleh tidak harus dimainkan.
Suatu peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian peri laku yang teratur, yang ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya suatu kantor yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang barangkali juga amat mempengaruhi bagaimana peranan harus dijalankan.
Peranan timbul karena seorang manajer memahami bahwa ia bekerja tidak sendirian. Dia mempunyai lingkungan, yang setiap saat ia perlukan untuk berinteraksi. Lingkungan itu luas dan beraneka macamnya, dan masing-masing manajej: akan mempunyai lingkungan yang berlainan. Tetapi peranan yang harus dimainkan pada hakekatnya tidak ada perbedaan. Baik manajer tingkat atas, tengah maupun bawah akan mempunyai jenis peranan yang sama, hanya berbeda lingkungan yang akhirnya membuat bobot peranan itu sedikit berbeda. Seorang manajer atas melihat lingkungannya selain stafnya maka nampak beberapa pesaing (competitors), rekanan (suppliers), peiabat pemerintah (bureaucrats) dan Iain-lain. Kepala Sub Bagian atau manajer tingkat tengah melihat lingkungannya akan terdiri dari beberapa kelompok pegawai, Kepala-kepala bagian lainnya, mungkin rekanan yang berada di luar struktur organisasinya, dan lain sebagainya. Manajer tingkat bawah, barangkali hanya melihat pekerja-pekerja, tukang ketik, pesuruh kantor, tukang pembersih, dan lain sebagainya. Semuanya itu baik manajer atas, tengah, maupun bawah haruslah mengatur dan menjalankan organisasinya di dalam suatu kompleksitas lingkungan.
1) James A.F* Stoner
Menurut Stoner ada delapan macam tugas bagi setiap manajer:
a. the manager assumes responsibility,
b. the manager must balance competing goals,
c. the manager is a conceptual thinker,
d. the manager works with and through other people,
e. the manager is a mediator,
f. the manager is a politician,
g. the manager is a diplomat,
h.~ the manager makes difficult decisions.
fedelapan tugas tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Seorang manajer memikul tanggung jawab.
Berarti bahwa keberhasilan dan kegagalan organisasi mencapai tujuannya, mutlak merupakan tanggung jawab manajer, termasuk tanggung j awab: keberhasilan menyelesaikan masalah-masalah khusus, dalam hal ini seorang manajer juga bertanggung jawab untuk mengadakan evaluasi terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan,
– seorang manajer wajib bekerja sama dengan bawahan dan sekaligus
bertanggung jawab atas segala aktivitas bawahan.
b. Manajer harus mampu menciptakan keseimbangan dalam rangka mencapai
berbagai tujuan yang saling bersaing. manajer selalu dihadapkan berbagai hasil, problem dan kebutuhan organisasi,
– karena keterbatasan sumber yang ada, maka seorang manajer harus bertindak adil terhadap bawahan, tugas, problem dan kebutuhan yang ada, oleh karena itu, seorang manajer harus mampu menentukan mana yang perlu diprioritaskan dan mana yang perlu ditunda, manajer harus mampu melihat dengan tepat para bawahan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan khusus, dan tnampu metnbagi-bagi peker jaan kepada semua bawahan yang dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. G. Manajer adalah seorang pemikir yang konseptual.
setiap manajer adalah analis, mereka harus mampu berpikir hal-
hal yang positif, berbagai masalah melalui pemecahan yang
fleksibel,
manajer bekerja melalui orang lain,
melalui orang lain berati bahwa manajer bekerja bukan hanya
dengan bawahan melainkan juga sesama kolega dan atasan,
manajer juga berfungsi sebagai “channel of communication” dalam
organisasi/
bekerja sama untuk mencapai tujuan jangka panjang, maupun menyusun rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
d. Manajer adalah orang penengah.
dalam kehidupan suatu organisasi adakalanya terjadi perselisihan pendapat, baik dalam tingkat intern maupun ekstern.
akibat perselisihan, mempunyai dampak semangat dan produktivitas kerja bahkan menyebabkan pula hilangnya kepercayaan para pekerja dalam organisasi, — dalam situasi konflik manajer perlu turun tangan.
e. Seorang manajer adalah orang politis.
sebagai seorang politisi seorang manajer harus mampu bertindak persuasi dan berkompromi demi pengembangan tujuan organisasi dan perlu adanya penyebar jaringan kerja yang lebih luas dengan para manajer lain,
f. Manajer adalah seorang diplomat.
Dalam peranannya sebagai seorang diplomat, seorang manajer adalah merupakan wakil resmi pada berbagai macam dan tingkat pertemuan, demikian pula dalam hubungan kerja sama dengan organisasi di luarnya.
g. Manajer adalah pengambilan berbagai keputusan yang pelik.
Ssbagai pengambilan keputusan seorang manajer dihadapkan kepada berbagai macam pendapat tentang kebijaksanaan organisasi dan sebagainya.
Menurut Henry Mintzberg ada 3 peranan utama yang dimainkan oleh setiap manajer dimanapun letak hierarkinya yaitu:
Peranan Hubungan Antar Pribadi (Interpersonal Role)
Peranan yang berhubungan dengan informasi (informational Role)
Peranan pembuatan keputusan (Decisional Role)
Selanjutnya serangkaian peranan manajer tersebut, di uraikan ke dalam pengertian sebagai berikut:

(1) Peranan Hubungan Antar Pcibadi (interpersonal Role)
Ada dua gambaran umum yang dihubungkan dengan peranan ini, yakni hal yang bertalian dengan status dan otoritas manajer, dan hal-hal yang bertalian dengan pengembangan hubungan antar pribadi. Aktivitas-aktivitas yang sering digunakan dalam peranan ini antara lain kegiatan-kegiatan seremonial sehubungan dengan jabatan yang melekat pada manajer. Status menghendaki manajer harus mau menerima undangan-undangan, mendatangi upacara-upacara, dan Iain-lain yang bersifat seremonial. Karena manajer mempunyai jabatan yang tinggi, maka eksesnya manajer tersebut harus selalu mengadakan kontak tertentu pada pihak-pihak luar. Hubungan antar pribadi ini mau tidak mau harus dijalankan oleh manajer sebagai suatu peranannya.
Peranan ini oleh Mintzberg dibagi atas tiga peranan lagi yang merupakaa perincian lebih Ianjut dari peranan antar pribadi ini. Tiga peranan itu antara lain:
Peranan sebagai Figurehead, yakni suatu peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimplnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Peranan ini sangat dasar dan sederhana. Karena otoritas formalnya, maka manajer dianggap sebagai simbol, dan berkewajiban untuk melaksanakan seringkali tugas-tugas. Ada sebagian tugas-tugas tersebut yang bersifat tetap setiap saat, tetapi adakalanya bersifat inspirasional. Kesemuanya itu melibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal. Contoh-contoh yang disebutkan di atas seperti
menghadiri upacara-upacara pembukaan, peresmian, pengguntingan pita, pemukulan gong, dan lain-lainnya, dalam rangka mewakili organisasi yang dipimpinnya adalah termasuk dalam peranan figurehead ini.
Peranan sebagai pemimpin (leader), dalam peranan ini manajer bertindak sebagai pemimpin. la melakukan hubungan interpersonaldengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknyaantaranya memimpin, •memotivasi, mengembangkan, “dan mengendalikan.
Dalam organisasi informal biasanya, pemimpin diikuti karena mempunyai kekuasaan karismatik atau kekuasaan fisik. Adapun dalam organisasi formal, pemimpin diangkat dari atas, maka manajer seperti ini seringkali tergantung akan kekuasaan yang melekat pada
jabatannya tersebut.
Peranan sebagai. penghubung (liaison manager), di sini manajer melakukan peranan yang berinteraksi dengan teman sejawat, staf, dan orang-orang lain yang berada di luar organisasinya, untuk mendapatkan informasi. Oleh karena organisasi yang dipimpin manajer itu tidak berdiri sendirian, maka manajer meletakkan peranan liaison dengan cara banyak berhubungan dengan sejumlah individu atau kelompok-kelompok tertentu yang berada di luar organisasinya. (2) Eteranan yang berhubungan dengan informasi (Informational Bole) Peranan interpersonal di atas meletakkah manajer pada posisi yang unik dalam hal mendapatkan informasi. Hubungan Iceluar membawa padanya informasi yang spesial dari lingkuang luarnya, dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya membuat manajer sebagai pusat informasi. Oleh karena itu sebagai kelanjutan dari peranan interpesonal di atas Mintzberg merancang peranan kedua yakni yang berhubungan dengan informasi ini.
Peranan itu terdiri dari peranan-peranan sebagai berikut:

a) Sebagai monitor, peranan ini mengindentifikasikan; seorang manajer sebagai penerima dan mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinya, dan mempunyai pemahaman yang komplit ten tang lingkungannya. Manajer raencari informasi itu agar ia mampu untuk menditek perubahan-perubahan, mengindentifikasikan persoalan-persoalan dan kesempatan-kesempatan yang ada, untuk membangun pengetahuannya tentang lingkungannya, menjadi tahu kapan suatu informasi harus diberikan untuk keperluan pembuatan keputusan. Dengan demikian manajer akan memperoleh informasi seluas mungkin dari berbagai sumber baik dari luar maupun dari dalam organi sas inya.

Adapun informasi yang diterima oleh manajer ini dapat dikelompokkan atas lima kategori berikut ini:
Internal operations, yakni informasi mengenai kemajuan pelaksanaan pekerjaan di dalam organisasi, dan semua peristiwa-peritiwa yang ada hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut. Informasi ini bisa berupa laporan-laporan standar pelaksanaan ker ja, masukan-masukan dari panitia atau tim-tim yang telah dibentuk pengamatan dari kunjungan kerja, dan lain sebagainya.
– Peritiwa-peristiwa di luar organisasi (external events), informasi jenis ini diterima dari luar organisasi, seperti misalnya informasi dari langganan, hubungan-hubungan pribadi, persaingan, asosiasi-rasosiasi, dan semua informasi mengenai perubahan atau perkembangan ekonomi, politik, dan teknologi, yang semuanya itu amat bermanfaat bagi organisasi. Informasi dari hasil anilisis dan laporan-laporan mengenai berbagai isu yang berasal dari bermacam-macam sumber bermanfaat bagi manajer untuk diketahuinya. Manajer barangkali tertarik kepada salah satu subjek tertentu, dan kemudian membutuhan informasi tentang subjek itu, maka oawahan bisa menyediakannya dengan penyajian kliping surat kabar yang memuat artikel-artikel dari subyek yang dikehendaki manajer. Dan sering kali
manajer. Membutuhkan laporan atau briefing tentang hal-hal yang bertalian dengan keputusan yang akan dibuat olehnya. Buah Pikiran dan kecenderungan, manajer memerlukan suatu sarana untuk mengembangkan suatu pengertian baik atas kecenderungan-kecenderungan yang tumbuh dalam masyarakat, dan mempelajari tentang ide-ide atau buah pikiran yang baru. Dikunjunginya konferensi-konferensi, seminar-seminar, memperhatikan surat-surat saran dari masyarakat, membaca laporan-laporan singkat, menerima pendapat-pendapat dari bawahan, dan lain sebagainya. adalah suatu cara untuk mengetahui buah pikiran dan kecenderungan^-kecender ungan.
lekanan-tekanan, manajer perlu juga* mengetahui informasi yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini informasi ini berusaha mempengaruhi kebijakan manajer. Misalnya bawahan-bawahan yang mengajukan usul-usul perbaikan, lapangan yang mencoba mempengaruhi perubahan cara kerjar dan ser.ikat buruh yang berusaha mendesak memperbaharui sistem kerja. dan penggajian,
_
b) Sebagai dessiminator, peranan ini melibatkan manajer untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi kedalam organisasi yang dipimpinnya. la melakukan penyampaiah informasi dari lua’r ke dalam organisasinya, dan informasi yang berasal dari bawah atau stafnya kedalaman atau staf lainnya. Informasi yang
disebarkan oleh manajer ini dapat dibedakan atas dua tipe, yakni:
kenyataan, dan nilai. Informasi berdasarkan kenyataan ini diterima manajer karena jabatan atau otoritas formalnya, dan dia bisa meneruskan kepada stafnya yang menurut kenyataannya menangani hal-hal yang bersangkutan dengan informasi tersebut. Sebagai contoh suatu undangan yang menginformasikan kepada manajer tentang adanya
seminar tentang pengembangan perencanaan organisasi, maka undangan ini bisa diteruskan kepada asisten perencanaan, dan lain-lainnya.
Sdapun informasi berdasarkan nilai tersebut adalah informasi yang berhubunga dengan referensi atau acuan-acuan tertentu yang perlu diketahui oleh staf atau bawahannya. Misalnya pernyataan tentang nilai atau refehsi kejujuran yang harus menjadi pegangan bagi bawahannya untuk bertindak. Nilai kejujuran ini kemudian diinformasikan kepada semua bawahannya, dengan maksud agar bawahannya menjadi pegawai yang jujur.
c) Sebagai juru bicara (spokesman), peranan ini dimainkan manajer untuk menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasi. Bedanya dengan desiminator ialah spokesman ini pemberiart informasinya keluar, untuk lingkungannya, sedangkan diseminator hanya ke dalam organisasi.

Sebagai juru bicara, secara formal ‘manajer mewakili atau bertidak atas nama organisasinya. Sebagai manajer ia merupakan pusat informasi, yang mengetahui tentang organisasinya. Untuk itu diabisa bertindak efektif dalam mewakili organisasinya. Mungkin suatu ketika manajer melakukan lobbying untuk kepentingan organisasinya. Mungkin pula melakukan hubungan masyarakat (human) secara baik, atau mungkin bertindak sebagai orang yang ahli di bidang tertentu yang dijalankan oleh organisasinya.
(3) Peranan Pembuat Keputusan (Decisional Role)
.Barangkali peranan ini adalah yang paling rumit. Peranan ini membuat manajer harus terlihat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Proses pembuatan strategi ini secara sederhana dinamakan sebagai suatu proses yang menjadikan keputusan-keputusan organisasi dibuat secara signifikan ,dan berhubungan.
Mintzberg berkesimpulan bahwa manajer itu pada hakekatnya sebagian besar tugas diperlukan secara penuh untuk memikirkan sistem pembuatan strategi organisasinya. Keterbatasannya ini disebabkan karena: (1) secara otoritas yang formal manajer adalah satu-satunya yang diperbolehkan terlibat untuk memikirkan tindakan-tindakan yang penting atau yang baru dalam organisasinya. (2) Sebagai pusat informasi, manajer dapat memberikan jaminan atas keputusan yang terbaik, yang mencerminkan pengetahuan yang terbaru dan nilai-nilai organisasi. (3) keputusan-keputusan yang strategis akan lebih mudah diambil secara terpadu dengan adanya satu orang yang dapat melalukan kontrol atas semuanya.
Itulah sebabnya peranan pembuatan keputusan oleh manajer merupakan •peranan yang tidak harus dijalankan, lagi pula peranan ini yang dapat membedakan antara manajer dengan pelaksana. Menurut sebagian orang, manajer justru dibayar mahal adalah untuk membuat keputusan ini.
Ma empat peranan manajer yang dikelompokkan ke dalam pembuatan keputusan, yakni:
a) Beranan sebagai entrepreneur, dalam peranan in’i manajer bertindak sebagai pemrakarsa dan perancangan dari banyak perusahan-perusahan yang terkendali dalam organisasi. Walaupun istilah entrepreneur di pinjam dari ahli-ahli ekonomi, -istilah itu oleh Mintzberg memberikan arti yang luas dalam hubungannya dengan peranan pembuatan keputusan ini. Kalau ahli ekonomi cenderung memusatkan pada pekerjaan-pekerjaan awal dari organisasi baru, maka Mintzberg memusatkan pada semua pekerjaan-pekerjaan manajerial yang dihubungkan dengan perubahan-perubahan yang sistematis dalam organisasi yang sedang berjalan termasuk pula organisasi baru. Peranan entrepeneur dimulai dari aktivitas melihat atau memahami secara teliti persoalan-persoalan organisasi yang mungkin bisa digarap. Sebagai bagian dari peranan memonitor yang disebutkan di atas, maka melihat dan memahami secara teliti ini (scanning), manajer mempergunakan banyak waktunya untuk mencari beberapa kesempatan dan beberapa sitasi yang barangkali dapat dipertimbangkan sebagai masalah. Dari hal ini kemudian manajer merencanakan suatu kegiatan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang terkendali.
b) Peranan sebagai penghalau gangguan (disturbance handler), peranan ini membawa manajer untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam .bahaya, misalnya: akan dibubarkan, terkena gossip, issu-issu kurang baik, dan lain sebagainya. Kalau dalati entrepreneur, manajer berharapan dengan perbuatan-perbuatan yang disengaja untuk mengadakan perubahan, maka dalam disturbance handler ini manajer mengnadapi pembuatan perbuatan,yang tidak diketahui sebelumnya. Paristiwa yang tidak diketahui sebelumnya ini memungkinkan mempercepat terjadinya gangguan-gangguan. Atau peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tidak diperhatikan bisa memungkinkan timbulnya suatu krisis. Dalam menghadapi hal-hal seperti ini manajer bertanggung jawab mengatasinya, karena manajer mempunyai kewajiban membawa organisasi kesatuan .ke keadaan bebas ganggungan tindakan koreksi diharapkan datang dari manajer.
c) Peranan sebagai pembagi sumber (resource Allocator), Membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan. Di sini manajer diminta memainkan peranan untuk memutuskan kamana sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Strategi harus ditetapkan, pandangan-pandangan yang jauh dan positif harus dilihat oleh manajer, sehingga alokasi sumber dana dapat diberikan sebaik mungkin, Sumber dana ini meliputi sumber yang berupa uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja, dan reputasi. Tiap sumber tersebut dapat dimanfaatkan secara positif atau negatif lewat suatu proses pembuatan keputusan. Sumber dana dapat dimanfaatkan secara positif jika sumber tersebut direncanakan, diprogramkan, dan dipergunakan untuk mengesahkan dan mempermudah pelaksanaan kerja organisasi.
Adapun penggunaan yang negatif, jika sumber dana tersebut dipergunakan tanpa berdasarkan rencana kerja, dan dimanfaatkan untuk semua jenis pekerjaan apapun.
d) Peranan sebagai negosiator, peranan ini meminta kepada manajer untuk aktif berpartisipasi dalam arena naegosiasi. Dari waktu ke waktu organisasi akan mendapatkan dirinya selalu terlibat dalam kencah negosiasi ini dengan pihak-pihak lain di luar organisasi, ataupun dengan para individu di dalam organisasinya. Dalam keadaan seperti ini manajer bertindak sebagai pimpinan kontingennya untuk membicarakan segala perkara yang diagendakan dalam negosiasi tersebut. Proses seperti ini meminta manajer untuk tnenyusun strategi yang menguntungkan organisasinya, dan pada gilirannya pengambilkan keputusan adalah suatu aktivitas yang tidak bisa dihindari olehnya, Nampaknya perilaku manajer-manajer pada dewasa ini, tercermin dalam empat peranan yang dikemukakan Mintzberg tersebut. Manajer yang seringkali muncul di layar TV menggunting pita, memukul gong dalam upacara-upacara tertentu, juga manajer-yang seringkali terlibat dalam diskusi untuk negosiasi, merupakan perilaku-perilaku manajer yang dibenarkan oleh peranan yang telah dikemukakan di atas.

administrasi (F.W.Taylor, Urwick, Fayol dan R.ODavis) menyatakan bahwa fungsi-fungsi utama kepemimpinan adalah perencanaan, organisasi, dan pengawasan. Sedang para ahli menambahkan bahwa pengkoordinasian haruslah dilihat sebagai fungsi yang utama. Penelitian telah menggambarkan bahwa para pemimpin memang telah dilakukan fungsi-fungsi itu dalam arti fungsi-fungsi umum seperti itu merupakan suatu pencarian hasil kerja yang dapat memberikan gambaran rinci tentang apa yang telah dilakukan oleh para administrator, para manajer dan para pelaksana. Tidak semua apa yang mereka lakukan adalah kepemimpinan tetapi kepemimpinan tetap merupakan suatu komponen penting dalam derajat tertentu yang menyatakan bahwa manajemen berarti penyelesaian tugas dengari dan melalui orang-orang lain.
3) manajemen sangat erat dengan gaya kepemimpinan. Analitis empiris dapat menggambarkan posisi managerial dalam arti apa sebenarnya yang dilakukan oleh.para manajer, misalnya dalam menggunakan waktunya pekerjaan apa yang dilaksanakan dan fungsi-fungsi apa yang mereka tunjukkan.
4) Dari banyak penelitian yang dicatat oleh Stogdill dan Bass, kelihatan bahwa tergantung dari gaya kepemimpinan misalnya, apakah gayanya adalah:
a. kepemimpinan demokratis atau otoriter
b. kepemimpinan partisipasif atau direktif
c. kepemimpinan yang beirwawasan hubungan atau berwawasan tugas (relation oriented or task oriented leadership)
d. kepemimpinan berdasarkan.pertimbangan atau struktural prakarsa (consideration or initiating structur)
e. kepemimpinan terlalu bebas atau berdasarkan modivikasi (liassez faire leadership or motivation to manage).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa keberhasilan seorang manajer akan ditentukan oleh keberhasilannya dalam memimpin orang lain. Ini berarti bahwa keberhasilan manajemen akan ditentukan oleh efektifitas kepemimpinannya. Oleh karena itu kepemimpinan dapat dikatakan merupakan inti dari manajemen. Oleh sebab itu setiap orang yang melaksanakan fungsi manajemenf haruslah memiliki dan melaksanakan kepemimpinan dengan baik agar tugasnya sebagai seorang manajer dapat berjalan baik.